Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Apek Ogah Bayar Sisa Upah Kerja

Luka Mansur Akibat Sengatan Arus Listrik Semakin Parah
Oleh : Ali / Dodo
Jum'at | 27-05-2011 | 11:23 WIB
Kesetrum.gif Honda-Batam

Parah - Luka yang diderita Mansur, warga Kavling Punggur akibat sengatan sengatan listrik semakin parah namun Apek sang pemilik pekerjaan ingkar membayar sisa upah kerja. (Foto : Ali)

Batam, batamtoday - Mansur (38) warga RT 01/RW 11, Kavling Lama Punggur, Kecamatan Nongsa terbaring kaku akibat terkena sengatan arus listrik pada Jumat 22 April 2011 lalu di sekitar rumahnya, sehingga sekujur tubuhnya penuh dengan luka bakar yang mengakibatkan membusuk dan berulat.

Kejadian ini bermula saat ayah satu anak ini mengerjakan pemasangan kuda-kuda atap rumah milik Gok Ek Sheng alias Asmojo yang tidak jauh dari rumahnya.  Ayah dari Nizam, bayi dua bulan ini terpaksa menjalani perobatan tradisional yang dibantu tetangga sebelah rumahnya, Maini yang sering dipanggil Bundo, selain itu korban juga sering menerima obat antibiotik dari puskemas yang sering diantar seorang mantri.

Padahal, sesuai perjanjan upah yang akan dibayar Apek panggilan Gok Ek Sheng alias Asmojo sebesar Rp14,5 juta korban sudah dapat perawatan ekstara dari rumah sakit melalui upah yang akan diterimanya itu.

"Awalnya suami saya sudah dibawa ke Rumah Sakit Harapan Bunda (RSHB), karena harus mendapatkan perawartan di ICU dengan biaya yang harus di bayar sekitar Rp15 juta, Apek menolak, dan Apek meminta suami saya dipindahkan ke Rumah Sakit Budi Kemuliaan (RSBK)," ujar Zuriana (22) istri Mansur kepada wartawan, yang geram dengan tindakan Apek karena dianggap tidak manusiawi, Kamis 26 Mei 2011 malam.

Zuriana menceritakan, dirumah sakit RSBK, suaminya hanya mendapat perawatan kurang lebih satu hari. Karena harus menjalani perawatan intensif akibat luka bakar yang diderita suaminya. Sehingga biaya saat itu mencapai Rp5 juta lebih. Saat itu, lanjut Zuriana, Apek merasa biaya yang dikeluarkan terlalu besar, sehingga Apek meminta suaminya untuk di pulangkan saja dari rumah sakit tersebut.

"Saat itu dokter melarang suami saya pulang, karena tangan kiri suami saya membengkak dan harus segera dioperasi. Tetapi Apek tetap ngotot untuk mengeluarkan suami saya dari rumah sakit," ujarnya sembari menenangkan putrinya yang berada di pangkuannya itu.

Sehingga, satu bulan lebih ini terbaring di kasur, cerita Zuriana lebih jauh, kondisi suaminya itu kian hari semakin parah dikarenakan luka bakar bagian nadi hingga ujung jari tangan kiri telah mengecil dan kaku.

Sedangkan bagian tubuh suaminya juga menghitam karena hangus saat kesetrum. Parahnya, saat ini antara ketiak dan bahu kanan yang masih melekat kain perban untuk menutupi bagian itu sudah membusuk.

"Luka bakar yang diperban makin membasah, hingga mengeluarkan ulat. Saya yang bersihkan semuannya pakai tembakau ini," sambut Maini atau Bondo yang setiap hari membantu membersihkan luka bakar di tubuh Mansur.

Mansur yang telah dapat berbicara selama dua minggu terkhir ini mengatakan, kuda-kuda yang terbuat dari plat alumunium itu tanpa disengaja dirinya menyentuh kabel induk listrik PLN yang hanya berjarak satu setengah meter di atas atap yang sedang dikerjakannya itu.

Namun dirinya tidak habis memikirkan dengan Apek yang tega tidak membayar sisa uang pekerjaanya sebesar Rp 4 juta, pada hal dirinya mesti harus mendapat perawatan medis.

"Itu uang saya, bukan uang dia (Apek). Perjanjian kerja antar saya dan dia, saya dibayar sebesar Rp14,5 juta, sedangkan biaya rumah sakit sebesar Rp 7 juta lebih dipotong dari upah saya. Sekitar tiga juta lagi dipotong, karena kami ambil barang keperluan sehari-hari dari warungnya. Kami ambil barang dari warungnya juga karena dia tak mau bayar di muka upah kerja saya," tutur Mansur sambil terbaring kaku.

Mansur juga sempat berpikir untuk berobat di Tanjung Uban, tempat kampung halaman istrinya karena sudah tidak tahan dengan kondisi tubuhnya yang kian tak sembuh, ditambah lagi kondisi keluarganya saat ini sudah terpuruk karena kehabisan dana untuk berobat dan makan sehari-hari, terlebih harus membayar uang sewa rumah per bulan yang mencapai Rp3 juta.

Namun rencana tersebut terhambat karena ketua RT setempat tidak bersedia memberikan surat pindah dengan alasan mereka masih berdomisili kecamatan Lubuk Baja, meski sudah cukup lama menempati rumah kontarakan di Kavling tersebut.

"Terus terang saya bingung untuk berobat, karena kami sudah tidak punya apa-apa lagi, satu-satunya bantuan hanya datang dari PLN Batam yang membantu kami uang Rp 3 juta," tuturnya dengan mata menerawang.