Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Vaksin Baru, Menjebak Parasit Malaria dalam Sel Darah Manusia
Oleh : Redaksi
Rabu | 28-05-2014 | 07:49 WIB
parasit_malaria_dalam_sel_darah_manusia.jpg Honda-Batam
Parasit malaria terjebak di dalam sel darah merah manusia. (Foto: ist)

BATAMTODAY.COM - HEWAN paling berbahaya sedunia adalah nyamuk Anopheles, inang malaria, yang ukurannya hanya enam milimeter. Akibat penyakit infeksi ini, di seluruh dunia satu juta orang meninggal setiap tahunnya. Serangan malaria pada anak-anak paling banyak berakibat kematian.

Namun, peneliti sedang mengembangkan vaksin antimalaria. Jika selama ini kandidat vaksin malaria berusaha mencegah parasit masuk ke dalam sel darah merah manusia, justru antibodi yang baru ditemui mendorong pendekatan baru: menjebak parasit di dalam sel darah merah.

Kandidat vaksin malaria keluaran mereka yang bisa dibilang paling menjanjikan adalah sebuah antibodi, yang bertugas melawan sebuah protein yang disebut PfSEA-1. Parasit malaria membutuhkan protein ini untuk dapat keluar dari sel darah merah manusia begitu selesai bereplikasi di dalamnya.

Antibodi melawan PfSEA-1 dapat mencegah parasit malaria bereproduksi, setidaknya di dalam laboratorium, seperti yang ditunjukkan tim pimpinan Jonathan Kurtis dari Rumah Sakit Rhode Island. Lebih jauh, disuntikkan sebagai vaksin, antibodi semacam ini dapat memperpanjang hidup tikus percobaan ketika mereka terinfeksi oleh malaria tikus yang paling mematikan, yang menyerupai jenis malaria yang umumnya fatal bagi anak kecil.

Kurtis mengatakan, hingga kini belum ada kandidat vaksin yang berhasil melindungi tikus dari penyakit mematikan ini. "Yang benar-benar membedakan cara kerja kami adalah: kami mulai dari manusia," ujar Kurtis.

"Meski sebagian risetnya memakai tikus, eksperimen untuk menemukan vaksinnya dilakukan pada sampel manusia. Jadi, kami yakin hasilnya juga akan efektif bagi manusia."
 
Peneliti mempelajari 785 anak-anak di Tanzania yang semuanya hidup di kawasan berisiko tinggi.
Tubuh sejumlah anak telah mengembangkan kekebalan atas malaria ketika mereka masih berusia sekitar dua tahun: mereka membawa parasit, sehingga tidak jatuh sakit.

"Di laboratorium kami menggelar apa yang kami sebut senam DNA," jelas Kurtis.

"Kami menggunakan biologi molekuler untuk mengidentifikasi gen parasit dan protein parasit yang hanya dijumpai pada antibodi anak-anak yang kebal, bukan pada antibodi anak-anak yang rentan."
Dan, mereka menemukan PfSEA-1.

Setelah menggelar eksperimen di laboratorium dengan hewan percobaan, peneliti kembali ke eksperimen lapangan di Tanzania dan menemukan apa yang Kurtis sebut sebagai hasil yang "mengejutkan."

"Anak-anak yang terdeteksi memiliki antibodi atas protein antigen ini tidak pernah terkena malaria parah, ada juga yang tidak pernah sakit malaria sama sekali," kata Kurtis.

Di seluruh dunia, banyak periset yang tengah menyelidiki sekitar seratus kandidat vaksin malaria yang berbeda. Kandidat terdepan adalah RTS,S. Vaksin ini dikembangkan untuk anak-anak, dan menarget sel hati serta mencegah reproduksi parasit malaria.

RTS,S dapat segera dilempar ke pasar begitu disetujui oleh otoritas kesehatan terkait. Namun, vaksin ini hanya memiliki efisiensi sekitar 50 persen -separuh dari anak-anak yang divaksin masih akan jatuh sakit- dan meninggal sebagai akibatnya. Sebuah studi terbaru menemukan bahwa efisiensi RTS,S turun setelah empat tahun. (*)

Sumber: Deutsche Welle