Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Indonesia Harus Siap Hadapi Ekonomi ASEAN
Oleh : Surya Irawan
Kamis | 26-05-2011 | 09:40 WIB

Jakarta, batamtoday  - Indonesia harus siap menghadapi hadirnya masyarakat ekonomi ASEAN pada 2015 dengan perbaikan berbagai pendukung, termasuk membenahi birokrasi yang saat ini masih berbelit-belit dan infrastruktur yang buruk, karena jika tidak mampu memperbaiki, maka Indonesia akan menjadi negara pasar.

Demikian pemikiran yang mencuat dalam dikusi mengenai perlunya persiapan menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN pada 2015 yang diselenggarakan Fraksi Partai kebangkitan Bangsa (PKB) DPR RI di Gedung DPR/MPR Jakarta, Rabu (25/5/2011). 

Diskusi yang dibuka Ketua Fraksi PKB DPR Marwan Ja'far dan dipandu Ketua Poksi VI Fraksi PKB DPR Unais Ali Hisyam menghadirkan pembicara Ketua BPKM Gita Wirjawan, Wakil Ketua Umum Kadin Nasir Mansyur dan Direktur Indef Ahmad EraniYustika.

Marwan mengemukakan, hadirnya masyarakat ekonomi ASEAN merupakan tantangan yang tidak bisa dibilang ringan. Bahkan tantangan itu membutuhkan perhatian sangat serius mengingat situasi perekonomian dan perdagangan nasional  akhir-akhir ini menghadapi babak baru dengan membanjirnya produk dari China.

Marwan mengatakan, posisi Indonesia menjadi Ketua ASEAN merupakan kebanggaan, namun posisi itu harus memperkuat Indonesia dalam kaitan hubungan ekonomi dan dagang dengan negara lain. 

"Kita ini sebenarnya 'dirugikan' dengan ACFTA karena kita tidak siap menghadapinya. Yang lebih mengkhawatirkan bila terwujud masyarakat ekonomi ASEAN empat tahun lagi," katanya.

Untuk menghadapi tantangan ke depan, Marwan mengemukakan, Indonesia membutuhkan kebijakan yang aplikatif, bukan hanya berwacana.  "Kita ini menghadapi persoalan berat dalam menghadapi tantangan ke depan, yaitu birokrasi yang berbelit-belit, kualitas SDM dan infrastruktur yang buruk," katanya.

Gita Wirjawan juga mengemukakan, tantangan yang tidak bisa dibilang ringan dalam pengembangan investasi di Indonesia adalah masalah infrastruktur yang buruk.  Pembangunan jalan tol tersendat dan yang ada pun macet. Infrastruktur kereta api juga tidak menggembirakan, begitu juga pelabuhan yang tidak menggembirakan.

Untuk menghindari Indonesia menjadi negara pasar bagi produk asing, Gita mengemukakan, semua pihak harus menyatukan sikap dan menghentikan konflik kepentingan antarkelompok yang menghabiskan waktu dan energi."Kita masih gontok--gontokan antarkelompok," katanya.    

Sedangkan dari sisi SDM, Gita mengemukakan, semua pihak harus mendorong secara serius munculnya wirausahawan muda.  "Wirausahawan muda harus ditumbuhkan dan diperbanyak," katanya.

Gita mengharapkan, kalangan pemuda lulus berbagai tingkat pendidikan mau serius menekuni berbagai bidang usaha. "Kalau sudah lulus, ambil resiko (menjadi wirausahawan). Jangan takut jatuh," kata Gita.

Nasir Mansyur mengemukakan, infrastruktur di Indonesia tidak sepenuhnya mendukung pengembangan investasi. Karena itu, kampanye menarik investasi hanya akan mubazir karena infrastruktur tidak mendukung.  Instansi pemerintah tidak kompak dalam menghadapi tantangan, bahkan cenderung selalu tarik-menarik kepentingan dan membelihara egosektoral.

Bahkan infrastruktur yang ada pun, seperti jalan banyak yang rusak. Hal itu mempengaruhi suplai dan harga barang. "Ketika Merak-Bakauheni stagnan, harga barang pun segera naik karena biaya pengiriman menjadi mahal," katanya.

Dia mengatakan, sarana pendukung yang ada tidak memadai untuk Indonesia menghadapi tantangan ACFTA maupun masyarakat ekonomi ASEAN. Karena itu, Indonesia kemungkinan akan menjadi negara pasar bagi produk negara lain. "kita akan ajdi negara pasar. kalau daris egi sumber daya alam kita ok, tetapi kalau bicara industri kita kalah,' katanya.

Untuk menghadapi tantangan itu, maka ke depan seluruh jajaran pemerintah harus konsisten. "Kita sudah kehilangan momentum. Untuk bisa merebut posisi, maka ke depan hasil dari tanah dan air, termasuk bahan tambang harus diolah sendiri di dalam negeri. Jangans ampai pengusaha nasional hanya menjadi penonton di negerinya," kata dia.

"Kalau kita tidak berani tegas agar ACFTA direvisi dan kalau kita hanya 'mencla-menle' kta akan jadi negara pasar. itu yang akan kita hadapi," katanya.