Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Virus MERS Terus Menyebar Tanpa Pengobatan
Oleh : Redaksi
Rabu | 07-05-2014 | 09:22 WIB

BATAMTODAY.COM - SETELAH dihebohkan dengan virus flu burung, kini dunia dihebohkan oleh virus Middle East Respiratory Syndrome (MERS) yang menyerang Jazirah Arab. Beberapa pekan terakhir, jumlah pasien virus MERS terus bertambah. Meski kasus terbanyak masih terbatas seputar Jazirah Arab, banyak yang bertanya apakah virus ini dapat menyebar lebih luas.

Penyakit ini dimulai dengan gejala menyerupai flu yang dapat berkembang menjadi infeksi paru-paru atau bahkan gagal ginjal. "Tingkat kematiannya sekitar 30 atau 40 persen," kata Gregory Härtl, juru bicara Badan Kesehatan Dunia (WHO). "Selama kita tidak mengetahui bagaimana perilaku virus dan cara mengontrolnya, virus ini tetap membahayakan."

Virus MERS (Middle East Respiratory Syndrome) termasuk dalam kelompok koronavirus yang juga mencakup virus SARS yang mewabah satu dekade lalu.

Belum ada terapi yang khusus menangani virus ini, belum ada pengobatan maupun vaksin. Hanya gejalanya saja yang bisa diobati.

Para pakar sepakat bahwa cara pencegahan termanjur adalah higienitas yang baik, karena virus ini menyebar melalui udara, seperti melalui bersin atau batuk seorang penderita. Virus ini juga dapat bertahan hidup pada permukaan objek untuk beberapa lama.

Meski kalangan periset belum sepenuhnya yakin, mereka menduga Camelus dromedarius -yang biasa disebut unta Arab- sebagai sumber infeksi. Mayoritas spesies ini ditemukan memiliki antibodi melawan MERS-CoV serta virus itu sendiri.

Meski tes pada unta Arab cenderung memberi hasil positif, hewan ini tidak menunjukkan gejala-gejala sakit. Alasannya masih menjadi satu dari banyak pertanyaan yang belum mempunyai jawaban yang jelas.

Ilmuwan juga belum dapat menjelaskan apakah penyebaran virus hanya dari hewan ke manusia atau produk-produk hewani tertentu juga bertanggung jawab dalam penyebaran penyakit. Pemerintah Arab Saudi akhir April 2014 mengeluarkan rekomendasi kepada warga untuk tidak makan daging unta dan minum susu unta.

Sementara virus ini semakin menjangkiti banyak pekerja medis, termasuk dokter dan suster. WHO melaporkan bahwa 60 dari 100 kasus sekunder -ditularkan dari manusia ke manusia- terjadi di antara pekerja medis atau anggota keluarga pasien.

Di Eropa juga sudah ditemukan sejumlah kasus. Udo Buchholz dari Institut Robert Koch mengatakan, kasus di Eropa melibatkan individu yang terinfeksi ketika berada di Arab Saudi sebelum kembali ke Eropa.

Bagi pakar epidemiologi, mengetahui apakah seorang pasien MERS dapat menularkan ke orang lain, yang kemudian bisa menularkannya lagi, menjadi faktor penting. "Fakta bahwa infeksi sekunder sangat jarang terjadi, ini cukup menenangkan. Tapi semuanya tetap perlu diamati lebih jauh," tutur Buchholz.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan di Riyadh pada 27 April lalu mengkonfirmasi bahwa ada 16 kasus MERS baru yang terdeteksi dalam waktu 24 jam. Dalam sebuah pernyataan melalui situs, kementerian melaporkan ada delapan warga lagi yang tewas, membawa jumlah korban tewas akibat penyakit yang pertama kali muncul dua tahun lalu ini menjadi 102 orang.

Di antara jumlah korban tewas, 39 kasus terjadi hanya dalam jangka waktu sebulan terakhir. Termasuk seorang bayi berusia 9 bulan, demikian pernyataan kementerian.

Saat itu sudah ada 339 kasus MERS yang terkonfirmasi. Arab Saudi adalah negara yang paling parah terkena wabah varian koronavirus, yang telah menewaskan sepertiga dari total penderitanya.
Dilaporkan juga bahwa empat staf medis sebuah rumah sakit di kota Tabuk di bagian barat laut Arab Saudi termasuk ke dalam daftar penderita MERS.

Kepanikan muncul seiring mewabahnya virus yang memaksa ditutupnya sebuah rumah sakit di Jeddah, di mana sejumlah dokter mengundurkan diri bulan ini setelah menolak untuk merawat pasien MERS karena takut terinfeksi.

Raja Abdullah mengunjungi Jeddah pekan lalu untuk meyakinkan warga sebagai upaya untuk mengakhiri "rumor yang salah dan dilebih-lebihkan" terkait MERS. Anak lelaki Abdullah, yang juga Menteri Garda Nasional, Pangeran Mitab, menyatakan bahwa tiga pusat medis khusus telah dibuat di Jeddah, Riyadh dan Provinsi Syarqiyah.
 
Menteri Kesehatan Arab Saudi Abdullah al-Rabia mengkonfirmasi 20 kasus MERS baru melalui konferensi pers tanggal 20 April 2014

Infeksi MERS mulai meningkat beberapa bulan menjelang musim haji saat peziarah Muslim memenuhi Mekkah dan Madinah, yang tahun ini jatuh pada bulan September. Virus MERS dianggap sebagai sepupu yang lebih mematikan dari Sindrom Pernapasan Akut Berat (SARS), yang menewaskan sekitar 800 orang di berbagai penjuru dunia tahun 2003. Namun MERS diyakini sedikit lebih sulit ditularkan daripada SARS.

Belum ada obat atau vaksin untuk MERS, meski diketahui bahwa tidak semua yang terkena virus ini otomatis menjadi sakit.

Hari Sabtu (26/4/2014) Mesir melaporkan kasus MERS pertama setelah seorang pasien berusia 27 tahun yang baru kembali dari Arab Saudi terbukti positif menderita penyakit mematikan ini. (*)

Sumber: Deutsche Welle