Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Denmark, 'Negeri Hijau' yang Jadi Pioner Eropa
Oleh : Redaksi
Selasa | 06-05-2014 | 08:45 WIB
mobil_listrik_di_denmark.jpg Honda-Batam
Pemanfaatan mobil listrik meluas di Denmar. (Foto: DW)

BATAMTODAY.COM - DENMARK punya target mulia: Pada 2020 negara ini ingin memproduksi 70 persen dari total kebutuhan energi dari sumber terbarukan dan beralih sepenuhnya pada pertengahan abad.

"Saat ini kami sudah mencapai 43 persen," ungkap Kristoffer Böttzauw, Wakil Dirjen Badan Energi Denmark, Energistyrelsen.

Tobias Austrup, pakar energi terbarukan untuk Greenpeace, memandang kebijakan energi Denmark sebagai cetak biru bagi Eropa dan Jerman. "Hingga kini transisi energi Jerman hanya menyangkut listrik," ujarnya, sembari melempar ide bagi Jerman seperti larangan penghangat ruangan menggunakan bahan bakar fosil dan meningkatkan produksi bersama listrik dan panas.

"Instalasi semacam ini sangat efisien. Panas yang terbuang dari produksi listrik dipakai sebagai penghangat ruangan," jelas Austrup, yang menambahkan bahwa Jerman juga bisa belajar banyak dari Denmark mengenai energi angin.

Dengan sekitar 7.300 kilometer garis pesisir, kondisi tenaga angin Denmark hampir mengungguli wilayah manapun di Eropa.

Kemitraan Swedia-Jerman-Denmark tengah menggarap sebuah taman angin lepas pantai berkapasitas 600 megawatt di antara ketiga negara, untuk mulai memproduksi listrik paling lambat tahun 2020. Tahun 2013 sebuah taman angin lepas pantai sebesar 400 megawatt diresmikan di dekat pulau Anholt, dengan turbin angin produksi perusahaan multinasional Jerman, Siemens.

Penolakan warga dulunya kerap menghambat pembangunan taman angin di daratan. Namun pada 2008 pemerintah Denmark memperkenalkan prasyarat baru yang mendorong penerimaan warga secara meluas.

Contohnya, menurut Böttzauw, warga kini mendapat kompensasi langsung atas kerugian yang diderita. Apabila rumah warga nilainya berkurang setelah turbin angin setinggi 150 meter berdiri tak jauh, operator turbin harus mengkompensasi kerugian tersebut. Lalu 20 persen saham proyek harus ditawarkan kepada warga setempat, memberi warga kepemilikan.

Dan tentunya, kata Böttzauw, warga mendapat alokasi langsung per megawatt listrik yang dihasilkan. Semua langkah ini meningkatkan penerimaan warga setempat atas taman angin.

Denmark juga telah memperhitungkan keberatan warga atas kabel listrik, dengan memakai kabel bawah tanah. Böttzauw mengakui ini adalah solusi mahal, namun warga tidak mungkin dipaksa menerima tiang-tiang listrik baru dan juga turbin angin yang menjulang tinggi.

Böttzauw juga membenarkan bahwa masalah terbesar penghapusan bahan bakar fosil terletak pada sektor energi. Namun ia mengatakan bahwa maraknya penggunaan mobil listrik dapat membantu. "Kapan angin bertiup tidak dapat ditentukan," ucapnya. "Namun mobil listrik sudah pasti bisa digunakan untuk menyimpan listrik tenaga angin." Ketika suplai jaringan menipis, baterai mobil listrik dapat mengirim energi kembali ke sistem.

Denmark juga menengok pompa kalor untuk menyimpan, sehingga setiap kali kapasitas taman angin berlebih, listrik ekstranya dapat disimpan dalam bentuk panas dan kemudian dipakai menghangatkan rumah dan kantor.

"Ketika angin berhembus, tidak ada produksi listrik yang lebih mudah dari energi angin," jelas Böttzauw. Dan ketika angin tidak bertiup, Denmark dapat beralih ke energi surya.

Oleh karena itu Energistyrelsen menggenjot investasi bagi sistem energi surya. Dan untuk memenuhi sisa kebutuhan energi Denmark, negara Skandinavia ini memakai biomassa, yang dilengkapi penghematan serta efisiensi energi.

Skema seperti ini tampaknya berjalan dengan baik. Menurut Departemen Energi Denmark, perekonomian negeri tumbuh sebesar 78 persen sejak tahun 1980, meski konsumsi energi relatif konstan.
 
Dengan perpaduan energi, Denmark ingin menunjukkan bahwa energi terbarukan layak dijajaki
Sementara sektor swasta mendapat subsidi pemerintah apabila memanfaatkan energi terbarukan dan meningkatkan efisiensi energi. Sebuah kebijakan yang mendorong kreativitas dan berujung pada penghematan.

Tahun 2010, sektor teknologi energi Denmark menyumbang 10 persen ekspor. Untuk terus memimpin, Denmark sudah berinvestasi besar-besaran bagi riset dan promosi energi terbarukan, teknologi efisien energi dan sistem suplai panas terbarukan. Setiap tahun, sektor ini mampu menciptakan 6.000-8.000 pekerjaan baru di negara berpenduduk 5,5 juta jiwa.

Kisah sukses Denmark menarik perhatian negara lain di dunia, termasuk Cina. Kepada DW, Böttzauw mengatakan bahwa kedua negara telah bekerjasama dalam proyek-proyek energi sejak tahun 2006, mulai dari energi angin hingga pengembangan energi terbarukan.

Namun kepentingan ekonomi tidak menjadi fokus kerjasama, tutur Böttzauw. "Kami membantu Cina mengatasi masalah energi dan iklim yang diakibatkan pertumbuhan ekonomi" - motivasi yang memajukan kebijakan energi Denmark. "Kami hanya ingin menunjukkan kalau energi terbarukan itu layak dijajaki." (*)

Sumber: Deutsche Welle