Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pastur Paschalis Beberkan 'Ketidakberesan' Polisi Tangani Kasus Dugaan Trafficking
Oleh : Romi Chandra
Sabtu | 03-05-2014 | 08:09 WIB
1399022915794.jpg Honda-Batam
Romo (memegang kertas), didampingi rombongan saat menggelar konferensi pers. (Foto: Romi Chandra/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Batam - Perbedaan berita acara pemeriksaan (BAP) yang dikeluarkan penyidik Polda Kepulauan Riau (Kepri) soal kepemilikan rumah penampungan korban kasus TKI ilegal, yang seharusnya milik Jonni Tandaya, karena banyaknya penuturan dari orang yang terpercaya, namun tertulis sebagai milik Kusnadi.

Demikian disampaikan Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus, Pastur Gereja Santo Petrus yang menjadi tempat penampungan sementara para TKI tersebut.

Menurutnya, sejak awal pelaporan tidak ada kesulitan mencari tahu siapa pelakunya. Bahkan, salah satu penyidik bernama Nindya Astuti, mengatakan bahwa pelaku adalah target operasi (TO).

Sementara, petugas polisi yang bernama Cakrawala, yang turut menggerebek rumah penampungan puluhan TKI itu, juga dinilai tahu jalan menuju tempat penampungan TKI. "Cakrawala menyebutkan dengan jelas bahwa yang didatangi tersebut milik Joni," kata Romo, dalam konferensi pers, Jumat (2/5/2014).

Bahkan, imbuhnya, banyak informasi terpercaya juga menyebutkan bahwa penampungan tersebut adalah milik Jonny. "Saat penyergapan, saya mendengar dengan jelas Cakra (Cakrawala, red) dan Maryon menyebut nama Jonny berulang kali," papar Romo yang juga ikut dalam penggerebekan tersebut.

Romo juga membeberkan adanya intervensi pihak lain terhadap dirinya. Sehari setelah penyergapan atau sebelum korban dibawa ke Gereja Santo Petrus, Romo didatangi Ricki yang mengaku suruhan dari Jonny.

"Katanya ingin bertemu dengan saya, meminta saya memafkan Jonny karena banyak membantunya," beber Romo.

Ricky malah mengaku sebagai kakak kandung salah satu korban dan ingin membawa korban pulang, namun ditolak Romo. Karena niatnya tidak kesampaian, Ricky  mencoba melemahkan Romo dengan mengatakan kasus tersebut tidak akan diproses.

"Ricky bilang kalau dia kakak kandung salah satu korban, tapi saya tolak. Akhirnya dia malah bilang kasus ini tidak akan naik (tidak diproses secara hukum, red)," terang Romo.

Sementara itu, menurut keterangan salah satu korban kepada Romo, saat di-BAP oleh penyidik merasa ketakutan karena banyak kata-kata kasar yang keluar. "Penyidik mengatakan mereka bodoh, nekat, dan lainnya," ungkap Romo.

Bahkan saat salah satu korban berkeras untuk memasukkan nama Jonny dalam BAP, ditolak polisi. "Selain menolak, penyidik juga mengancam korban akan dimasukkan ke dalam penjara bila mereka memasukan kata 'merasa dirugikan dan meminta ganti rugi'," terang Romo.

Sebelumnya, Romo juga menilai, polisi seakan ragu mencantumkan nama Jonni Tandaya sebagai pemilik rumah tempat para korban trafficking. Padahal dari awal, sudah jelas-jelas banyak yang mengatakan bahwa rumah tersebut milik Jonni.

"Sampai sekarang polisi baru menangkap Kusnadi, penjaga tempat penampungan TKI ilegal tersebut. Malah Kusnadi dari awal juga mengaku bahwa rumah tersebut milik Jonni Tandaya," kata Romo, dalam konferensi persnya kepada wartawan di gedung serbaguna Gereja Santo Petrus Blok II bersama pengurus dan jemaat gereja, Lubukbaja, Jumat (2/5/2014).

Sementara, Jonni yang seharusnya menjadi pelaku utama masih bebas berkeliaran. Kondisi demikian ia ketahui ketika Koordinator Komisi Migran Keuskupan Pangkal Pinang ini diminta penyidik Polda Kepri menandatangani berita acara pemeriksan (BAP) pada tanggal 30 April lalu.

"Namun saya menolak tanda tangan karena isinya tidak sesuai dengan fakta yang saya lihat dan alami di lapangan. Serta tidak sesuai dengan apa yang saya sampaikan kepada penyidik," ungkap pria yang mengaku ikut langsung dalam penggerebekan penampungan korban trafficking di perumahan Legenda Malaka itu. (*)

Editor: Roelan