Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

E-KTP Gagal, Presiden SBY Harus Bertanggung Jawab
Oleh : Surya
Senin | 28-04-2014 | 10:43 WIB
Hotland-Sitorus1.jpg Honda-Batam
Hotland Sitorus.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Setelah menetapkan Sugiharto sebagai tersangka korupsi dalam proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga telah mencekal Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri, Irman, dan tiga orang lainnya.

Aroma korupsi pada pelaksanaan e-KTP sebenarnya sudah terendus sejak awal proyek tersebut digulirkan. Hal itu ditandai dengan banyaknya e-KTP yang tidak valid dikeluarkan, larangan untuk mencoba mendapatkan e-KTP lebih dari sekali dan lamanya e-KTP diterima pemiliknya.

Menurut Ketua Umum Forum Akademisi IT (FAIT), Hotland Sitorus, mengingat pengadaan e-KTP ini adalah proyek berskala nasional, maka semua pihak yang terlibat dalam proyek ini harus bertanggung jawab.

"Mendagri Gamawan Fauzi harus bertanggung jawab atas kegagalan e-KTP. Presiden SBY JUGA sebaiknya memberikan penjelasan terkait kisruh e-KTP ini, karena beliaulah yang bertanggung jawab secara legal formal (payung hukumnya)," ungkap Hotland melalui rilis yang diterima BATAMTODAY.COM, Senin (28/4/2014).

Hotland membeberkan, Presiden SBY sudah lima kali mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai pelaksana Undang-undang (UU) No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang terkait dengan pelaksanaan proyek e-KTP.

Awalnya, keluar Perpres No. 26 tahun 2009, dilanjutkan Perpres No. 35 tahun 2010 sebagai perubahan pertama. Kemudian Presiden mengeluarkan Perpres No. 67 tahun 2011 sebagai perubahan kedua. Setelah itu, keluar lagi Perpres No. 126 tahun 2012 sebagai perubahan ketiga, dan terakhir dikeluarkan Perpres No. 112 tahun 2013 sebagai perubahan keempat.

"Kenapa Presiden SBY begitu mudah mengeluarkan Perpres perubahan, terutama menyangkut masa penyelesaian e-KTP? Inikan proyek nasional, bukan proyek main-main. Seharusnya waktu penyelesaiannya harus konsisten," tukas Hotland.

"Pada pasal 10 setiap Perpres yang dikeluarkan Presiden, selalu terjadi perubahan waktu penyelesaian e-KTP. Awalnya ditentukan akhir tahun 2011, kemudian berubah akhir tahun 2012, selanjutnya berubah lagi akhir tahun 2013. Dan terakhir, ditetapkan akhir 2014. Ini sangat aneh, seakan-akan mengulur-ulur waktu untuk menutupi kebobrokan e-KTP ini," ungkap Hotland lagi.

Menurutnya, Presiden SBY seharusnya cermat dalam mengeluarkan Perpres. Apalagi kalau Perpres yang diusulkan hanya untuk menutupi proyek-proyek yang berindikasi korupsi.

Editor: Surya