Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sidang Dugaan Korupsi Fasum dan Fasos di Natuna

Ketua DPRD Natuna Bingung Ditanya Mekanisme Ganti Rugi Lahan
Oleh : Charles Sitompul
Rabu | 23-04-2014 | 11:29 WIB
IMG_20140422_140918.jpg Honda-Batam
Sejumlah saksi dalam persidangan perkara dugaan korupsi ganti rugi lahan fasum dan fasos di Natuna. (Foto: Charles Sitompul/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Ketua DPRD dan anggota DPRD Natuna, Hadi Chandra dan Mustamin, terlihat bingung saat menjadi saksi di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungpinang, Selasa (22/4/2014).

Kedua legislator itu mengaku tak tahu persis persoalan teknis dan mekanisme pelaksanaan ganti rugi lahan untuk fasailitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) yang menyeret Kepala Bagian Tata Pemerintahaan (Kabag Tapem) Setda Kabupaten Natuna, Asmiyadi, serta PPTK Pelaksanaan Ganti Rugi, Bahtiar, sebagai terdakwa.

Selain kedua anggota dewan tersebut, dua saksi lainnya, Indri dan Saffi, juga mengaku tak tahu.

"Saya tidak tahu, lupa, Pak Hakim, berapa lahan saya dibayar. Mengenai teknis serta mekanismenya, kami juga tidak mengerti," ujar Hadi Chandra yang membuat majelis hakim, Iwan Irawan, emosi mendengar kesaksian Hadi Chandra.

Dalam keterangannya, Hadi menuturkan, total luas lahan miliknya yang diganti rugi Pemerintah Kabupaten Natuna ssekitar 2 hektar, dengan total ganti rugi Rp218 juta. Namun baru dibayar Rp176 juta, sementara sisanya dijanjikan dibayar selanjutnya.

"Sisanya hingga saat ini belum dibayar. Kata pemerintah akan diangsur. Sampai saat ini pun belum dibayarkan dan tidak saya juga belum menanyakan," ujar Hadi.

Dia juga mengungkapkan, proses pembebasan lahan itu tidak melalui panitia pelaksana ganti rugi, tetapi langsung diurus oleh Bagian Tata Pemerintahan (Kabag Tapem) Setda Kabupaten Natuna.

Namun, Hadi kembali mengaku tak tahu ketika hakim mempertanyakan pelaksanaan alokasi anggaran, sementara dirinya adalah Ketua DPRD Natuna. Menurut dia, pengalokasiaan penganggaran dilakukan Pemerintah Kabupaten Natuna secara umum, dan bukan secara detail per item.

Begitu juga saksi Mustamin, anggota DPRD Natuna, mengaku ganti rugi lahan miliknya tanpa panitia pelaksana ganti rugi. Dia menerima uang ganti rugi untuk lahannya dari Pemerintah Kabupaten Natuna sebesar Rp56 juta, dengan kwitansi yang ditandatangani oleh terdakwa Asmiadi.

"Harga tanah seluruhnya Rp50 ribu per meter persegi dari Rp75 ribu per meter persegi yang ditawarkan warga. Dan saat pembayaran, Bagian Tata Pemerintahan juga tidak ada mengatakan dan memberitahukan nilai jual objek pajak (NJOP) atas lahan yang akan diganti rugi itu," kata Mustamin.

Dua saksi lainnya, Indri dan Saffi yang juga pemilik lahan, mengakui nilai ganti rugi lahan milik mereka dihargai Rp50 ribu per meter persegi. Keduanya mengaku menerima ganti rugi sebesar Rp50 juta.

Sedangkan staf Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ranai, Sayu Sufaat, yang juga menjadi saksi, mengatakan, sebelum pelaksanaan ganti rugi, pihak Tata Pemerintahaan Natuna sempat memanggil dan mengundang BPN untuk mengadakan rapat. Namun dalam rapat tersebut tidak dibicarakan masalah ganti rugi, totok lokasi lahan, apalagi tim pelaksana pengadaan lahan.

Sidang akan kembali dilaksanakan pada minggu mendatang dengan agenda mendengarkan saksi lainnya.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dua terdakwa yakni Kabag Tapem Setda Kabupaten Natuna  dan PPTK ganti rugi lahan fasum dan fasos, Asmiadi dan Bahtiar, didakwa pasal berlapis oleh jaksa penuntut umum (JPU) atas dugaan korupsi. Keduanya didakwa melanggar pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 KUHP dalam dakwaan primer.

Dalam dakwaan subsider, kedua terdwa juga dijerat dengan pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 KUHP. (*)

Editor: Roelan