Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Terkait Perkawinan Campur PNI-WNA

MPCI Sosialisasi UU Imigrasi No 6 Tahun 2011
Oleh : Ali/TN
Sabtu | 21-05-2011 | 17:36 WIB

Batam, batamtoday - Sekitar 200 peserta perkawinan campur (WNI-WNA) mengikuti program sosialisasi dari lembaga Masyarakat Perkawinan Campur Indonesia (MPCI) tentang UU Imigrasi no 6 tahun 2011 tentang Perkawinan Campuran (Perca), di hotel Mercure, Baloi.

"Untuk UU imigrasi yang baru ini, kami terus memberikan sisoalisai kepada masyarakat perkawinan campuran, agar mereka mendapat hak yang semestinya yang diberikan pemerintah melalui UU Imigrasi ini," ujar Rulita Anggraini, Ketua Umum MPCI kepada wartawan, Sabtu 21 Mei 2011.

Rulita mengatakan, selama ini para suami atau isteri dan anak hasil perkawinan campur yang berstatus WNA sangat sulit untuk mendapat  Ijin Tinggal untuk dapat penghidupan di Indonesia (hak ekonomi, hak untuk bekerja dan mencari nafkah), yang selama ini masih dipersulit akibat ketidakharmonisan ketentuan Ijin Tinggal dan Ijin Kerja.

Sehingga dengan adanya UU Imigrasi yang baru ini, lanjut Rulita anak dari hasil perkawinan campur dapat mendapat setatus yang sah dari pemerintah. Dimana, anak tersebut dapat menjadi warganegara Indonesia hingga berumur 18 tahu.

"Anak hasil dari perkawinan campuran yang telah berumur 18 tahun sudah dapat menentukan mau menjadi warganegara asing (WNA) atau warganegara Indonesia (WNI), namun bila si anak belum juga dapat memilih, maka akan diberi waktu hingga 3 tahun. Maka setelah si anak tadi berumur 21 tahun, dia sudah harus menentukan setatusnya mau tinggal tetap dimana, bila si anak ini belum juga dapat menentukan maka secara otomatis si anak tersebut sudah sah menyandang status Warga Negara Asing (WNA)," ujar Rulita.

Lebih lanjut Rulita mengatakan, kepada anak yang telah berstatus WNA tadi, bila si anak menginginkan tinggal di Indonesia maka akan diberikan haknya yakni mendapat Izin tetap di Indonesia.

Rulita juga menyayangkan dengan kinerja Imigrasi dan Dinas Kependudukan, menurutnya selama ini, kedua instansi tersebut tidak dapat menunjukkan data yang ril terhadap jumlah keseluruhan anggota keluarga perkawanan campur di Indonesia.

"Selama ini, Imigrasi dan Dinas Kependudukan bila dimintai data jumlah perkawinan campur di Indonesia, pasti mereka tidak dapat menunjukkan, karena memang selama ini tidak ada pengawasan dari mereka tentang perkawinan campuran di Indonesia ini," terangnya.

Sehingga, Rulita berharap dengan adanya UU Imigrasi no 6 tahun 2011 ini, Imigrasi dan Dinas Kependudukan dapat melakukan pengawasan, sehingga bila data tersebut dibutuhkan dengan mudah diperoleh.

Maka dari itu, ke depannya pihaknya dan lembaga lainnya yang berhubungan dengan perkawinan campur akan melakukan koordinasi dengan Imigrasi dan Dinas Kependudukan  agar dapat bekerjasama mensosialisasikan UU Imigrasi tersebut dan lebih meningkatkan pengawasannya.