Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Otak Manusia 'Paham' Kapan Harus Berhenti Minum
Oleh : Redaksi
Kamis | 27-03-2014 | 08:45 WIB

BATAMTODAY.COM, Melbourne - Otak manusia memiliki mekanisme pengaturan yang hebat. Salah satunya mengenai kemampuannya untuk mendeteksi komposisi air dalam tubuh.

Menurut studi pencitraan otak yang terbaru, menunjukkan jika otak manusia didesain untuk berhenti minum lebih banyak air selain untuk kesehatan. Demikian studi yang dipimpin Universitas Melbourne dan Florey Institute of Neuroscience dan Mental Health.

Studi ini menemukan 'mekanisme berhenti' yang menentukan sinyal otak, memberitahu manusia untuk menghentikan minum air ketika tidak lagi haus serta efek yang terjadi pada otak jika minum lebih banyak air dari yang dibutuhkan.

Peneliti dari Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi dan Ilmu Kesehatan di Universitas Melbourne, Profesor Derek Denton, mengatakan, studi ini memberikan wawasan ke dalam naluri manusia yang menentukan kelangsungan hidup dan perilaku juga kepentingan medis.

"Daerah berbeda di otak yang terlibat dalam pengambilan keputusan emosional, diaktifkan ketika orang minum air setelah kehausan dan ketika peserta penelitian diminta untuk tetap minum saat tak lagi haus," kata Prof Denton, yang dilansir dari newsroom Universitas Melbourne, Rabu (26/3/2014).

"Daerah-daerah di otak yang menentukan sinyal untuk berhenti minum sebelumnya tidak diakui dalam konteks ini. Ini mengidentifikasi komponen penting dalam pengaturan dan 'mekanisme berhenti' ini dapat mencegah komplikasi dari asupan air yang berlebihan," katanya.

Minum yang berlebihan dapat mengurangi konsentrasi garam dalam darah, sehingga dapat menyebabkan pembengkakan otak -suatu kondisi yang berpotensi fatal. Kondisi seperti ini yang dikenal sebagai polidipsia, telah ditemukan pada beberapa pasien dengan skizofrenia dan dalam beberapa atlet maraton.

Profesor Denton yakin temuan ini dapat diterapkan pada aspek lain dari kepuasan manusia.

"Ini adalah studi tentang unsur gratifikasi dan bagaimana program perilaku tubuh yang akurat. Dalam mengungkapkan aspek pengendalian gratifikasi, data ini relevan untuk mempelajari pemuasan naluri lainnya, seperti asupan makanan, asupan garam dan perilaku seksual," jelasnya.

Penelitian ini menggunakan pencitraan resonansi magnetik (MRI) untuk memindai dua kondisi fisiologis di otak, yang dimulai dengan pemindaian daerah otak selama kehausan. Peserta kemudian dijauhkan dari pemindai dan diminta untuk minum sebagai penghilang haus atau 'minum terlalu banyak', kemudian dipindai kembali.

Penelitian ini dilakukan bekerja sama dengan Baker IDI Heart and Diabetes Institute dan Monash Biomedical Imaging. (*)

Editor: Roelan