Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

BP Batam dan Bea Cukai Sosialisasi Pemasukan Rokok ke Kawasan Bebas
Oleh : Roni Ginting
Kamis | 20-03-2014 | 16:38 WIB
BP-Batam-dan-Bea-Cukai-Sosialisasi-Pemasukan-Rokok-ke-Kawasan-Bebas1.jpg Honda-Batam
BP Batam dan Bea Cukai Sosialisasi Pemasukan Rokok ke Kawasan Bebas.

BATAMTODAY.COM, Batam - Sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, Batam memperoleh fasilitas bebas fiskal. Untuk mendukung kelancaran dan terwujudnya efisiensi dalam tata laksana pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari serta berada di kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, perlu mengatur kembali mengenai perlakuan kepabeanan, perpajakan, dan cukai serta pengawasan.

Pemberian fasilitas fiskal di Kawasan Bebas, juga perlu dioptimalkan melalui pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari serta berada di kawasan yang telah ditunjuk sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas yang telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2009.

Badan Pengusahaan (BP) Batam bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia menggelar sosialisasi 'Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan Dari Kawasan yang Telah Ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan Pembebasan Cukai' pada Kamis (20/3/2014) di Gedung Marketing Center BP Batam, Batam Center.

Dalam sambutannya, Fitrah Kamaruddin, Anggota 2/Deputi Bidang Pelayanan Jasa BP Batam menghimbau kepada para pelaku importir dan pengusaha agar menggunakan fasilitas FTZ dengan sebaik-baiknya dan tidak hanya untuk kepentingan pribadi, serta menaati peraturan yang telah ditetapkan.

Sosialisasi ini juga menekankan pada beberapa aspek penting yaitu mengenai PMK-47/PMK.04/2012 tentang Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan Pembebasan Cukai, PMK-200/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Pemberian, Pembekuan, dan Pencabutan Nomor Pokok Perusahaan Barang Kena Cukai (NPPBKC) untuk Pengusaha Pabrik dan Importir Hasil Tembakau, PMK-156/PMK.04/2012 tentang Pemberitahuan Barang Kena Cukai (BKC) yang Selesai Dibuat, PER-52/BC/2012 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau, PER-49/BC/2011 tentang Penyediaan dan Pemesanan Pita Cukai.

Selain itu, sesuai dengan PMK Nomor 47/PMK.04/2012 pasal 105, dijelaskan bahwa untuk mendapatkan penetapan jumlah dan jenis BKC dari LDP, Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDPP) dan Pabrik di dalam kawasan bebas harus memperoleh izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan dan memiliki NPPBKC.

"Penetapan tersebut dibuat dengan mempertimbangkan jumlah kebutuhan secara wajar dan ditetapkan dalam keputusan Badan Pengusahaan Kawasan yang memuat elemen data nama perusahaan/pabrik, nama pengusaha/importir/pengusaha pabrik, NPPBKC, jenis BKC, merk, dan jumlah satuan dalam kemasan," terang Fitrah.

Lanjutnya, dalam pasal 106, untuk kemasan penjualan eceran dan khusus penjualan di kawasan bebas, wajib mencantumkan label khusus “Kawasan Bebas”. Hal ini berlaku bagi pengusaha pabrik di kawasan bebas, pengusaha pabrik di tempat lain dalam daerah pabean serta importir.

"Untuk pemberitahuan pengeluaran sekaligus pelindung pengangkutan atas barang kena cukai dari pabrik untuk kebutuhan konsumsi penduduk di kawasan bebas dengan fasilitas pembebasan cukai importir atau pengusaha harus mengurus dokumen Cukai Free Trade Zone (CKFTZ) dalam bentuk formulir, atau melalui media elektronik," terang Fitrah.

Selain itu, Pengusaha wajib melaporkan rekapitulasi secara tertulis kepada Direktur Jenderal u.p Direktur Cukai atas pemasukan BKC ke kawasan bebas yang disampaikan paling lambat tanggal 10 setiap bulannya.

Pembekuan NPPBKC diberikan kepada pengusaha/pelaku importir apabila importir/pengusaha melakukan pelanggaran tindak pidana di bidang cukai, persyaratan perizinan tidak dipenuhi lagi, serta berada dalam pengawasan curator sehubungan dengan utangnya.

Untuk pencabutan NPPBKC, diberikan apabila atas permohonan pemegang NPPBKC itu sendiri, tidak dilakukan kegiatan selama 1 tahun, persyaratan perizinan tidak lagi dipenuhi, pemegang izin tidak lagi secara sah mewakili badan hukum/orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia, pemegang izin dinyatakan pailit, tidak dipenuhinya ketentuan dalam UU Cukai pasal 14 ayat 3, pemegang izin dipidana berdasarkan keputusan hakim, pelanggaran ketentuan UU Cukai pasal 30, dan izin NPPBKC dipindahtangankan, dikuasakan/dikerjasamakan dengan orang/pihak lain tanpa persetujuan Menteri.

Sementara, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kasubdit Cukai Hasil Tembakau, Ir. Sucipto, MM menegaskan bahwa apabila pengusaha pabrik menyerahkan pemberitahuan BKC yang selesai dibuat melewati hari atau tanggal, pengusaha pabrik dianggap tidak memberitahukan BKC yang selesai dibuat dan dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 2 kali nilai cukai dari barang kena cukai yang tidak diberitahukan.

"Untuk permohonan Penyediaan Pita Cukai (P3C) dilakukan oleh pemohon dengan syarat NPPBKC aktif, tidak memiliki hutang cukai, telah melunasi biaya pengganti, tidak ada pelanggarn pidana di bidang cukai," terang Sucipto.

Pada materi yang terakhir Sucipto menjelaskan bahwa untuk pemesanan Pita Cukai (CK-1), pemohon harus melengkapi beberapa persyaratan, yaitu telah mengajukan P3C, NPPBKC aktif, tidak memiliki hutang cukai, telah melunasi biaya pengganti dan tidak ada pelanggaran pidana di bidang cukai. Cara pengajuan CK-1 yaitu diajukan ke KPPBC/KPU yang mengawasi pabrik, diajukan secara manual atau elektronik, untuk pembayaran dapat berbentuk tunai maupun kredit.

Editor: Dodo