Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Lantamal IV Tanjungpinang Nyatakan Tak Tangani Kasus Pencurian Harta Karun di Perairan Bintan
Oleh : Charles Sitompul
Kamis | 06-02-2014 | 11:42 WIB
harta karun bintan.jpg Honda-Batam
Barang bukti ratusan keramik kuno diduga peninggalan Dinasti Ming yang diamankan aparat TNI-AL dari KM Trianis.

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Komandan Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) IV Tanjungpinang, Laksamana Pertama Agus Heryana menyatakan pihaknya tidak menangani kasus pencurian harta karun di perairan Mapur, Bintan meski beberapa waktu menyebut sedang melakukan penyelidikan.

"Pencurian barang antik (harta karun-red) yang ditangkap beberapa waktu lalu, tidak jadi kita sidik karena bukan kewenangan kami, tetapi yang kami sidik adalah kasus pelayarannya," kata Agus Heriyana kepada wartawan, Rabu (5/1/2014).

Disinggung mengenai pernyataannya sebelumnya yang mengaku sudah menetapkan dua tersangka dan segera mengirimkan SPDP kasus tersebut ke Kejaksaan, Agus berkilah, jika masalah pencurian itu bukan merupakan kewenangan TNI-AL, namun masalah pelayarannya yang dilanjutkan ke proses penyidikan.

"Saat ini seluruh barang bukti yang kita amankan kemarin sudah kita serahkan ke Dinas Kebudayaan," ujar Agus Heriyana lagi.

Saat ditanya kapan dan ke Dinas Kebudayaan mana ratusan barang antik tersebut diserahkan, dia mengatakan kalau dirinya lupa.

"Barang bukti dan pelakunya sudah kita serahkan ke Dinas Kebudayaan, kapan dan Dinas Kebudayaan mana saya lupa, karena yang menyerahkan itu adalah dinas hukum saya," kata dia.

Hal yang sama menegenai SPDP Pelayaran yang hingga saat ini juga belum diterima Kejaksaan, Agus Heriyana kembali berkata kalau saat ini sedang diproses dan pasti akan diserahkan.

"Saat ini sedang diproses, tenang aja lihat nanti, pasti akan kita serahkan dan kapalnya juga masih ada," ujarnya.

Sebelumnya, Agus Heriyana mengatakan, proses penyidikan pencurian harta karun berupa 546 barang antik keramik dan benda-bendar cagar budaya lainnya yang diduga merupakan hasil pengangkatan dari dasar laut secara ilegal, hingga saat ini dilanjutkan penyidik di kesatuannya.

"Proses penyidikannya terus kita lanjutkan, dengan menetapkan dua tersangka, Nakhoda dan orang yang diduga sebagai penyuruh melakukan pengangkatan barang anti secara illegal dari dasar laut Pulau Bintan," kata Agus Heriyana pada wartawan di Gedung Daerah Tanjungpinang.

Agus juga mengatakan yang menangani proses penyidikan dugaan pencurian harta karun peninggalan dinasti Ming di Laut Kepri itu dilakukan oleh Dinas Hukum (Diskum) TNI-AL Lantamal IV Tanjungpinang, demikian juga barang bukti hingga saat ini masih diamankan.

"Nanti kalau sudah rampung Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) akan segera disampaikan dan dikirimkan ke Kejaksaan," kata dia.

Disinggung nama-nama tersangka, serta pasal sangkaan yang dikenakan, Agus Heriyana menyatakan dirinya lupa dan menyarankan sebaiknya ditanyakan pada penyidik yang bersangkutan.

"Saya nggak hapal, yang jelas pengambilan secara ilegal harta karun yang terpendam di dalam lautan ini merupakan tindak pidana pencurian benda cagar budaya," katanya lagi.

Namun demikian Kejaksaan Negeri Tanjungpinang menyatakan belum menerima Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus pencurian harta karun di perairan Mapur, Bintan meski penyidik Lantamal IV Tanjungpinang telah menetapkan dua tersangka.

Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Tanjungpinang M. Soleh SH membenarkan belum adanya SPDP atas kasus pencurian harta karun itu.

"Hingga saat ini, kami belum ada menerima SPDP atas tersebut," kata Soleh kepada BATAMTODAY.COM di Tanjungpinang, Rabu (29/1/2014).

Hal yang sama juga dikatakan Kepala Seksi Penerangan Kajati Kepri Happy Christian yang menyatakan jika sampai saat ini pihaknya juga tidak pernah menerima SPDP perkara tersebut.

Komando Armada Barat (Koarmabar) TNI-AL mengamankan sebuah kapal ikan nelayan berbendara Indonesia, yang diduga mencuri dan membawa ratusan keping harta karun berupa keramik, yang diperkirakan peninggalan Dinasti Ming di perairan Mapur, sebelah timur Bintan pada Rabu (8/1/2014).

Penangkapan kapal ikan pencuri harta karun ini dilakukan Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Teluk Gilimanuk-531 yang berada di bawah pembinaan Satuan Kapal Amfibi (Satfib) Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar).

Komandan KRI Teluk Gilimanuk-531 Mayor Laut (P) Erry Pratama Yoga, melalui Kepala Dinas Penerangan Lantamal IV Tanjungpinang, Mayor Jordi Ponto mengatakan, penangkapan kapal ikan nelayan itu dilakukan setelah sebelumnya mendapat informasi awal tentang adanya aktivitas kapal yang dicurigai melakukan tindak pidana perikanan dari Pusat Komando dan Pengendalian (Puskodal) Koarmabar.

"Selanjutnya kita berkoordinasi dengan Pangkalan Utama Angkatan (Lantamal) IV Tanjungpinang, dan langsung menuju sasaran, dan saat mendekati sasaran, di radar KRI Teluk Gilimanuk-531 mendeteksi keberadan kapal yang mencurigakan dan segera dilakukan tindakan Pengejaran Penangkapan dan Penyelidikan (Jarkaplit) oleh KRI Teluk Gilimanuk-531," kata dia.

Kapal ikan yang diketahui bernama KM Trianis tersebut berhasil ditangkap di perairan Mampur sebelah timur Bintan.

Dari hasil pemeriksaan awal oleh perwira KRI Teluk Gilimanuk-531, diketahui jika KM Trianis berbendera Indonesia dengan berbobot 82 GT dinahkodai Salman Lubis dengan delapan orang anak buah kapal (ABK) dan lima orang penumpang.

"Saat diperiksa, nahkoda kapal tidak bisa menunjukan dokumen berlayar kapal yang sah. Selain kita juga menemukan muatan berupa benda-bendar cagar budaya sebanyak 546 buah diduga merupakan hasil pengangkatan dari dasar laut secara ilegal," kata Komandan KRI Teluk Gilimanuk-531, Mayor Laut Erry Pratama Yoga.

Hal itu juga diperkuat dengan ditemukannya peralatan selam diantaranya kompresor, kacamata selam, baju selam dan selang oksigen kurang lebih 300 meter.

Guna proses hukum lebih lanjut, KM Trianis dan nakhoda bersama ABK serta barang bukti ratusan keping keramik dikawal KRI Teluk Gilimanuk-531 menuju Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) IV Tanjungpinang untuk dilakukan proses hukum lebih lanjut.

Editor: Dodo