Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sidang Korupsi KPU Batam

Rina Akui Fiktifkan Rp1 Miliar untuk Tutupi Utang Syarifuddin
Oleh : Charles Sitompul
Senin | 03-02-2014 | 19:36 WIB
rina_kpu_sidang.jpg Honda-Batam
Rina saat memberikan keterangan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang.

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Terdakwa korupsi dana hibah KPU Batam, Rina binti Ideris mengakui selama menjadi Bendahara KPU Batam, telah membuat laporan fiktif sebesar Rp1 miliar dana pada sejumlah kegiatan untuk menutupi utang dana yang sebelumnya telah dikorupsi Syarifuddin dan Dedi Saputra serta anggota KPU Batam.

Hal itu dikatakan Rina dalam keterangannya saat diperiksa sebagai terdakwa oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Tanjungpinang, Senin (3/2/2014).

"Terus terang memang saya sempat menolak, tetapi karena saat itu saya baru diangkat menjadi bendahara pengganti, Sekretaris KPU Batam yang meminta agar dapat dibuat laporan untuk menutupi utang dan kerugian KPU sebelumnya, dan pak Syarifuddin minta agar laporan fiktif dibuat," kata Rina.

Rina juga mengatakan, total jumlah dokumen fiktif yang dibuatnya saat itu sangat banyak, bahkan hingga dirinya sendiri mengaku lupa lantaran saking banyaknya. "Total dokumen fiktifnya banyak, nggak bisa saya ingat lagi, tapi total uangnya kurang lebih Rp1 miliar lah," ujarnya.

Di antara dokumen dan bukti pembayaran fiktif itu, adalah nota makan dari sejumlah rumah makan, struk bukti pembelian BBM fiktif dari SPBU Sekupang, nota pembelian ATK fiktif, serta SPPD anggota KPU dan sejumlah honor dan PNS KPU lainnya yang dibarengi dengan tiket dan boarding pass fiktif.

Untuk menutup dana BBM, kata Rina, pihaknya juga meminta bukti struk BBM selama 2 tahun dari SPBU Sekupang dengan total dana Rp69 juta dan untuk mendapatkan bukti itu, Rina bersama rekannya bernama Wulan mendatangi manajer dan marketing SPBU Sekupang.

"Manajer dan marketing SPBU Sekupang itu menyetujui, tetapi mereka minta fee 5-7 persen dari total pembelian struk/nota fiktif yang kita mark-up total pembelian BBM atas nota/struk yang dikeluarkan SPBU sebesar Rp69 juta, yang dibayarkan hanya Rp26 juta, mereka keluarkan invoice dan kita keluarkan kuitansi pembayaran, mereka dapat antara 5-7 persen dari total pembelian," ujar Rina.

Hal yang sama jga terjadi pada pembayaran telepon KPU, dari Rp41 juta yang dibayarkan, ternyata tidak ada di Rencana Kegiatan Anggaran (RKA) alias fiktif. 

"Semua pekerjaan dan laporan fiktif yang saya buat sebagai bendahara, merupakan perintah Syarifuddin dan merupakan tindak lanjut dari pekerjaan Dedi Saputra sebelumnya," jelas Rina.

Hal itu diawali dengan pembayaran Dana Kehormatan Komisioner KPU Batam, yang sebelumnya SPPD dari dana APBN atas dana itu tidak dapat dicairkan karena ditolak KPKPN, akibat laporan penggunaan dana awal tidak disiapkan. Untuk menutupi dana Kehormatan Komisioner KPU Batam, digunakan dari dana hibah Pemko Batam ke KPU dengan mengunakan mark-up serta laporan fiktif. 

"Saat itu pembuatan bukti laporan fiktif, saya buat atas perintah Syariffudin Hasibuan, yang menyuruh agar dibuatkan, karena jika nanti tidak diselesaikan kita dibilang gagal dalam melaksanakan Pilkada," ujarnya.

Sebelum pemeriksaan terdakwa, sedianya Jaksa Penuntut Umum masih akan menghadirkan auditor independen dari sebuah akuntan publik di Jakarta yang sebelumnya pernah diminta Sekretaris KPU Batam melakukan audit. Namun karena yang bersangkutan berhalangan hadir, JPU kemudian membacakan keterangan saksi.

Dalam keterangan akuntan independen beranama Bugi dan Irfan ini, saat diminta Syarifuddin melakukan audit internal dana KPU Batam, keduanya akhirnya gagal melaksanakan audit karena administrasi keuangan KPU Batam saat itu kacau balau.

Atas keterangan terdakwa, Ketua Majelis Hakim Jarihat Simarmata SH, Jhony Gultom dan Iwan Irwan, akhirnya menghentikan persidangan dan akan dilanjutkan kembali pada pekan mendatang dengan agenda membacakan tuntutan Jaksa Penuntut Umum.

Editor: Dodo