Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Aktivis Lingkungan Kecam Rencana Pembuangan Lumpur di Great Barrier
Oleh : Redaksi
Senin | 03-02-2014 | 09:22 WIB
great_barrier_reef_dw.jpg Honda-Batam
Great Barrier Reef. (Foto: Deutsche Welle).

BATAMTODAY.COM -  GBRMPA, badan pemerintah Australia yang bertugas melindungi taman nasional Great Barrier Reef, memberi lampu hijau bagi ekspansi besar-besaran pelabuhan Abbot Point yang merupakan hasil patungan antara satu perusahaan lokal dan dua perusahaan India.

Pengerukan lumpur akan memperluas kapasitas fasilitas Abbot Point hingga 70 persen dan menjadikannya pelabuhan batu bara terbesar dunia. Namun, kritik bermunculan atas keputusan untuk membuang lumpur tersebut di dekat taman nasional Great Barrier Reef.

Efek samping

Tidak hanya karang dan rumput laut yang terancam lumpur, tapi bertambahnya lalu lintas kapal, tumpahan minyak dan tabrakan dengan hamparan terumbu karang yang rapuh juga dikhawatirkan oleh para aktivis lingkungan.

"Kami sangat sedih. Saya rasa semua orang Australia atau siapa pun di seluruh dunia yang peduli akan masa depan karang juga sedih dengan keputusan ini," kata Richard Leck, ketua kampanye perlindungan karang WWF. "Hal salah yang bisa diperbuat terhadap ekosistem yang terancam adalah menambah ancaman besar lainnya. Ini yang dilakukan pihak taman nasional."

Kualitas air tetap terjaga

Tapi GBRMPA membela keputusannya dan merujuk pada syarat ketat yang harus dipenuhi oleh Abbot Point, termasuk rencana memonitor kualitas air yang tidak boleh memburuk lima tahun setelah proses pembuangan selesai.

"Kami mengizinkannya dengan upaya perlindungan yang tegas. Kami percaya kami bisa memberi kejelasan bagi masyarakat dan pendukung sambil memastikan transparansi dan manajemen lingkungan proyek yang terbaik," ujar Bruce Elliott dari GBRMPA.

Direktur GBRMPA Russel Reichert menambahkan, adalah "penting untuk mengetahui bahwa dasar lokasi laut yang disetujui terdiri dari pasir dan lempung dan tidak mengandung karang atau rumput laut."

Sumber: Deutsche Welle