Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Perempuan Asal Indonesia Jadi Korban Perbudakan Seks di AS
Oleh : Redaksi
Senin | 03-02-2014 | 07:59 WIB
human-trafficking2.jpg Honda-Batam
Ilustrasi

BATAMTODAY.COM, New York - Seorang wanita asal Indonesia berinisial SW menjadi korban perdagangan manusia di Amerika Serikat (AS). Saat SW yang merupakan lulusan perguruan tinggi itu datang pertama kali ke AS, di bandara John F Kennedy dia dipaksa di bawah todongan pistol di kepala oleh sebuah geng yang beroperasi di New York. Itulah awal mula dia terjebak dalam dunia prostitusi dan kekerasan di AS.

Setelah kehilangan pekerjaan sebagai seorang penganalisa keuangan di sebuah bank akibat krisis ekonomi Asia, ia kemudian memutuskan untuk melamar sebuah posisi sebagai pekerja sementara di sebuah hotel di Chicago. Setelah lulus tes, dengan membawa visa dari kedutaan Amerika, ia meninggalkan anak perempuannya dan terbang ke Amerika.

"Saya sangat bersemangat, saya pikir ini adalah 'The American Dream'. Saya akan mendapatkan uang dan kembali lagi setelah enam bulan," katanya seperti dikutip dari Deutsche Welle

Tapi, di malam pertama saat tiba di Amerika, ia dipekerjakan di sebuah rumah bordil di New York dan di pindah-pindahkan dari satu germo ke germo yang lain -dari seorang germo warga Malaysia, Johnnie Wong, lalu ke seorang laki-laki Taiwan yang hanya bisa bicara bahasa Kanton dan bahkan kepada seorang germo Amerika.

"Mereka menodongkan pistol ke kepala saya dan saya hanya berpikir untuk menyelamatkan nyawa," katanya.

Ternyata, banyak gadis-gadis dan perempuan yang ia temui adalah orang Indonesia. Mereka yang bekerja di bordil itu juga telah diperdaya dari luar negeri. Sebagian besar dari mereka adalah remaja. 

Seorang gadis berusia antara 10 sampai 12 tahun yang ia temui disana dan tak ia ketahui asal-usulnya dipaksa bekerja di kasino-kasino dan hotel-hotel.

Para pelanggan akan memilih seorang perempuan dalam barisan atau memesan mereka melalui telepon. "Telefon selalu berdering," ingat SW. 

Ia mengatakan bahwa para perempuan yang diperkejarkan secara paksa itu sering tak diberi makan tapi sering disuguhi meja dengan alkohol dan obat-obatan.

SW berkali-kali dipindahkan menggunakan van dan dijaga oleh bodyguard berbadan besar. SW diharuskan melunasi biaya perekrutan sebesar 30.000 dolar AS.

Berhasil Lolos
SW tetap berupa meloloskan diri dari perbudakan itu. Jendela kamar mandi yang terbuka serta lantai tingkat dua telah memberinya kesempatan untuk lolos. 

Setelah berhasil membujuk wanita lain untuk ikut lari bersamanya, ia dan wanita itu meloncat. Ia selamat tanpa cedera.

Sejak hari pertama tiba di Amerika, SW sudah tak memiliki paspor karena paspornya telah dirampas. Setelah berminggu-minggu hidup dalam kekerasan -polisi, FBI dan gereja menolak untuk percaya pada ceritanya. 

Akhirnya, ia berhasil mendapat bantuan dari "Safe Horizon", sebuah agen di Amerika Serikat yang memberikan bantuan kepada korban kejahatan dan penyalahgunaan.

Ceritanya memang tampak tak masuk akal, akan tetapi agensi yang menyelamatkan SW mengatakan hal ini biasa terjadi. Ini tak hanya terjadi pada orang asing. 

Kaum muda Amerika sering kali melarikan diri dan menempatkan diri mereka sendiri dalam kondisi berbahaya. Mereka tergiur tawaran menjadi model atau kontrak musik.

Alliance To End the Slavery atau aliasi penghenti perbudakan dan perdagangan manusia memperkirakan, sekitar 14.000 sampai 17.000 laki-laki, perempuan dan anak-anak setiap tahun diselundupkan secara ilegal ke Amerika untuk dipekerjakan dalam dunia perdagangan seks, di pabrik, pertanian atau di bar-bar.

"Ini adalah kejahatan terorganisasi dan mereka sangat terorganisir," kata Melysa Sperber direktur Alliance To End the Slavery. Kelompok ini menyerukan agar pemerintah melakukan kontrol yang lebih besar terhadap para perekrut yang memperdayai orang-orang yang rentan tersebut untuk datang ke Amerika.

Departemen Luar Negri Amerika menyadari bahwa Amerika adalah negara tujuan, transit dan asal bagi laki-laki, perempuan dan anak-anak baik warga asing maupun warga Amerika yang menjadi sasaran kerja paksa, jeratan utang, perbudakan paksa dan perdagangan seks. Mreka yang menjadi korban tersebut sebagian besar berasal dari Meksiko, Thailand, Philipina, Honduras dan Indonesia. (*)

Sumber: Deutsche Welle