Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Indonesia Larang Ekspor Bijih Mineral, Harga Nikel Dunia Melonjak
Oleh : Redaksi
Senin | 13-01-2014 | 16:59 WIB
nikel tambang.jpg Honda-Batam
Aktivitas penambangan nikel di Sulawesi Tenggara. (foto: net)

BATAMTODAY.COM - Harga nikel di London Metal Exchange merambat naik, sedangkan harga saham pertambangan nikel dunia melonjak signifikan. Kenaikan ini menyusul larangan ekspor bijih yang diberlakukan pemerintah iNDONESIA mulai 12 Januari 2014.

Larangan tersebut diterapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun2009  tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Lewat larangan itu, pemerintah berharap dapat menambah nilai sektor industri pertambangan dalam negeri. 

Bagaimanapun, pertambangan merupakan sumber terbesar devisa negara. Meski memberlakukan larangan, pemerintah tetap mengizinkan beberapa perusahaan mengekspor mineral yang belum diolah, asalkan perusahaan itu tengah dalam proses membangun fasilitas peleburan mineral (smelter).

Indonesia merupakan salah satu produsen nikel terbesar dunia. Nikel biasa digunakan sebagai campuran pembuat baja antikarat (stainless steel). 

Selain itu, nikel Indonesia juga mengasupi industri besi kasar Cina, yang harganya naik sebesar 10 persen pada Desember. Peningkatan ini antara lain dipicu antisipasi larangan, sebelum laju kenaikan melemah menjadi 2,8 persen pada bulan yang sama.

Harga nikel naik sebesar 2,5 persen menjadi $14.190 per ton dalam sesi perdagangan pagi di Asia, Senin (13/1/2014). Kenaikan melanjutkan penguatan 3,7 persen pada Jumat silam. Harga nikel turun menjadi $14.025 per ton pada pukul 13.00 WIB, naik 1,3 persen ketimbang penutupan sebelumnya.

"Menurut kami, pasar komoditas sedikit lambat menanggapi dampak larangan (bijih)," sebut Sijin Cheng, analis Barclays di Singapura. Ia memperkirakan harga nikel masih akan naik.

Saham Western Areas Ltd, produsen khusus nikel terbesar Australia, naik sebesar 13 persen pada hari ini. Saham Western Areas ditutup 8,9 persen lebih tinggi. 

Perusahaan itu sudah lama bersaing dengan pertambangan Indonesia di pasar Cina. Negeri Tirai Bambu selama ini menyumbang nyaris separuh dari keseluruhan permintaan nikel global.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memperkirakan produksi nikel dalam negeri turun kira-kira sebesar 80 persen pada 2014. (*)

Sumber: The Wall Street Journal