Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Harry Azhar Desak KPK dan BPK Selidiki Inefisiensi Pertamina
Oleh : Surya
Rabu | 08-01-2014 | 08:36 WIB
harryazhar.jpg Honda-Batam
Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Sikap inkonsistensi pemerintah dan PT Pertamina semakin terkuak. Hal itu terlihat dari sikap saling tuding dan menyalahkan antara pemerintah dan PT Pertamina menyikapi kisruhnya permasalahan kenaikan harga gas elpiji 12 kilogram (kg).

Sebagai solusi, pemerintah lalu memutuskan untuk membebankan kerugian Rp 6,5 triliun kepada Pertamina, dari total kerugian awal yang ditaksir Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencapai Rp 7,7 triliun

"Masalah sesungguhnya terletak dari kebijakan inefisiensi Pertamina dalam menjalankan roda bisnisnya. Sehingga selalu merugi," ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Harry Azhar Azis, di Jakarta, Selasa (7/1/2014).

Menurut Harry, upaya mengatasi kerugian Pertamina harus dilakukan secara konsisten di bawah pengawasan pihak-pihak berwenang lainnya. Karena itu, Partai Golkar mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menyelidiki inefisiensi yang terjadi di Pertamina.

"Saya heran, kenapa Pertamina selalu menyatakan rugi. Padahal, Pertamina tidak pernah menjelaskan kepada publik kondisi dan real cost production dari elpiji 12 kg. Kami melihat, jelas terjadi inefisiensi dalam tubuh Pertamina. Karena itu, BPK melakukan audit kinerja terhadap Pertamina. Selanjutnya, KPK menyelidiki bila audit itu menemukan terjadi penyelewengan, kesengajaan dan kelalaian yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pertamina, supaya terang benderang," tegas Harry.

Ia mencontohkan, salah satu bukti inefisiensi Pertamina terlihat dari banyaknya proyek-proyek Pertamina di berbagai wilayah Indonesia yang tidak digarap secara serius. Bahkan cenderung diabaikan. Padahal pembiayaan dari Pertamina sudah dikucurkan kepada mitra Pertamina yang melaksanakan proyek tersebut. Akibatnya, banyak dana Pertamina yang dikucurkan pada tempat-tempat yang tidak seharusnya.

"Kalau itu yang terjadi, pantas saja Pertamina selalu merugi. Karena itu, KPK dan BPK harus masuk dan melakukan penyelidikan terkait langkah-langkah inefisiensi Pertamina. Apalagi disisi lain, meski merugi namun gaya hidup para pejabat Pertamina benar-benar high class. Jadi sulit bagi masyarakat untuk menerima kalau Pertamina merugi," tandas dia.

Harry menambahkan, masuknya KPK dan BPK sangat diperlukan karena uang yang dimiliki BUMN, termasuk Pertamina, sesungguhnya merupakan uang negara. Menurut Pasal 2 huruf (g) UU Keuangan Negara maka keuangan negara termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah.

"Karena itu uang negara, maka tepat sekali KPK dan BPK untuk menyeilidiki tindakan inefisiensi yang dilakukan Pertamina," tambah Harry.

Sebelumnya, pemerintah membatalkan kenaikan harga elpiji 12 kg dari Rp 3.959 per kg menjadi Rp 1.000 per kg. Meski demikian, Pertamina masih menyatakan merugi sebesar Rp 6,5 triliun. Disisi lain, berdasarkan audit BPK ditemukan kerugian sebesar Rp7,7 triliun di Pertamina dalam bisnis elpiji 12 kg.

Editor: Surya