Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

10 Temuan Kebijakan Anggaran Tahun 2013, Sarat Politisasi dan Sengsarakan Rakyat
Oleh : Redaksi
Selasa | 31-12-2013 | 15:32 WIB

BATAMTODAY.COM - Anggaran merupakan salah satu instrument ekonomi pemerintah yang memiliki fungsi menciptakan keadilan dan distribusi. Kewajiban negara untuk memberikan kesejahteraan rakyat, hanya dapat terwujud jika anggaran yang disusun melalui APBN setiap tahunnya merefleksikan kebijakan yang berpihak pada rakyatnya.

Sekretaris Jenderal Forum Indonesia Untuk Transparansi (FITRA), Yenny Sucipto menilai selama ini, APBN disusun masih belum memenuhi kesejahteraan rakyat, dan masih sekedar ritual tahunan, penyerapan rendah, serta belum efisien dan efektif. APBN masih disusun sekedar untuk kepentingan segelintir elit dan belum menyentuh persoalan-persoalan mendasar rakyat.

Dalam rilis yang diterima BATAMTODAY.COM, Selasa (31/12/2013), FITRA menemukan ada 10 persoalan dalam kebijakan anggaran 2013, yang ditetapkan oleh pemerintah, yakni

1. Peranan PNBP dalam APBN 2013 cenderung mengalami penurunan, khususnya penerimaan dari sektor sumberdaya alam.*

Target PNBP di sektor pertambangan umum sebesarRp 16,6 triliun, (APBNP 2012 sebesar Rp 15,3 trilun),  namun targetnya sangat rendah bila didasarkan pada potensi yang ada, mengingat regulasi sektor pertambangan masih belum stabil setelah penerapan bea keluar ekspor mineral. Ada beberapa akibat dari
rendahnya penerimaan;

- Adanya praktekbisnis di sektor migas, pertambangan umum, perkebunan, kehutanan dan perikanan;

- Ketidakadilan kontrak-kontrak kerjasama berupa hak pengelolaan, bagi hasil, royalti atau penjualan hasil SDA yang mengakibatkan kerugian negara karena hilangnya potensi pemanfaatan hasil kekayaan alam Indonesia.

2. Optimalisasi Kinerja BUMN. Dimana laba BUMN tidak sebanding dengan setoran ke negara (hanya 20%).

Ada penambahan nilai penyertaan modal negara terhadap BUMN sebesar Rp154 triliun (2010-2012), per 31 desember TA 2012 mencapai 677,3 triliun. Namun setoran deviden dalam APBN hanya mencapai Rp 89 triliun (24% dari total laba BUMN sebesar Rp 358,4 triliun dalam kurun waktu 3 tahun).

Artinya BUMN tidak pernah memberikan kontribusi apapun terhadap APBN, ironisnya terdapat laba ditahan sebesar Rp 407,3 triliun di BUMN dan terdapat 15 BUMN dalam 3
tahun tidak setor laba (dalam catatan, akumulasi modalnya tidak ada kerugian). Kalau dicermati, baik privatisasi maupun profitisasi, sesungguhnya tidak memberikan  kontribusi yang besar bagi APBN, dan kontribusi BUMN ke APBN dengan kisaran  total hanya 6%.

3. Belanja pusat diorientasikan pada kepentingan pemerintah (belanja pegawai dan barang), karena relatif stabil pertumbuhannya.

Dalam kurun waktu 7 tahun terakhir (2006-2013) rerata pertumbuhan belanja pegawai sebesar 16 persen(Rp 22,18triliun), artinya melebihi rerata pertumbuhan belanja pusat 12 persen. Alokasi belanja pegawai meningkat 3 kali lipat atau Rp 232,9 triliun, hal ini menunjukkan pemerintah lebih banyak bermain pada kebijakan anggaran belanja yang tidak bersentuhan dengan rakyat dan berorintasi pada pertumbuhan ekonomi, namun tidak mau mengorbankan kepentingannya, dengan tetap mempertahankan stabilitas pada
belanja pegawai dan barang

4. Pertumbuhan belanja pusat lebih banyak dinikmati belanja barang, dan Belanja Modal tidak menjadi prioritas APBN 2013.

5. Alasan pemerintah mengenai beban subsidi BBM harus dikurangi agar tidak jebol APBN 2013, ternyata tidak sesuai dengan kenyataan.

Keinginan pemerintah menaikkan harga BBM menjadi Rp6.500 untuk menghemat anggaran sebesar Rp30 triliun, ternyata malah membengkak subsidi sebesar Rp16,1 triliun. Pemerintah malah mengambil langkah penurunan kebijakan pendapatan negara di pertengahan tahun dari rencana sebesar Rp1.529,6 triliun menjadi Rp1.488,3 triliun. Ironisnya kebijakan belanja negara dinaikkan dari Rp1.154,3 triliun menjadi Rp1.193,3 triliun sehingga mengakibatkan pencapaian defisit  sebesar Rp233,7 triliun pada APBNP 2013 dari rencana Rp 153,3 triliun (kenaikan defisit Rp80,4 triliun atau sebesar 2,5% dari PDB). Dan kenaikan defisit tersebut mencapai Rp80 triliun, karena disebabkan penurunan target penerimaan perpajakan sebesar Rp53,6 triliun. Artinya, tambahan beban subsidi BBM hanya berkontribusi 20% terhadap defisit, sementara penurunan perpajakan berkontribusi 66% terhadap defisit

6. Pada APBN-P 2013 disiasati menyusupkan program-program populis, dengan alokasi sebesar Rp30,1 triliun.

Programnya antara lain Penyaluran Raskin dari Rp17,2 triliun menjadi Rp21,5 triliun dengan 12 kali penyaluran untuk 15,5 juta. Kenaikan unit cost PKH dari 1,28juta menjadi 1,8 juta dan Target peserta sebanyak 2,4 juta RTSM (peserta lama 1.516 ribu RTSM dan peserta baru 884 ribu RTSM). Kemudian peningkatan unit cost Bantuan Siswa Miskin (tambahan anggaran sebesar Rp7,5 triliun, Penambahan cakupan BSM dari 8,74 juta menjadi 15,43 juta dari SD/MI–SMA/MA, tambahan manfaat Rp200 ribu/siswa diberikan saat tahun pelajaran baru 2013/2014 untuk 15,4 juta siswa). Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebesar Rp11,6 triliun, diberikan kepada 15,5 juta RTSM sebesar Rp 150 ribu/bulan selama 5 bulan,dan adanya tambahan anggaran untuk pembangunan infrastruktur (Air bersih, Irigasi, Embung dan PPIP) sebesar Rp6 triliun.

7. Pemerintah tidak memanfaatkan SAL 2012 sebesar Rp 56,1 triliun tahun 2013.

Pemerintah hanya memanfaatkan SAL untuk  menutup defisit sebesar Rp30 triliun, juga melakukan langkah pembiayaan dari utang. Padahal SAL 2012 senilai Rp56,1 triliun dan seharusnya Pemerintah tidak perlu mengajukan APBN Perubahan, karena SAL dapat mengcover pembengkakan subsidi BBM Rp16,1 triliun dan kompensasi Rp30 triliun. Sehingga juga tidak perlu justifikasi menambah utang baru sebesar Rp63,4 triliun

8. Transfer daerah tidak mengalami peningkatan dari tahun 2006-2013.

Separuh lebih daerah mengalokasikan 50 persen lebih anggarannya untuk belanja pegawai pada tahun 2013, hal ini disebabkan hampir 70 persen dan perimbangan dari pusat sudah dalam bentuk belanja pegawai. Pemerintah mengalokasikan Dana Alokasi Umum (DAU) sebesarRp306,2 triliun (59 persen), tunjangan profesi guru Rp43,1 triliun (8 persen) dan tambahan penghasilan guru Rp2,4 triliun (1 persen). Dan konsekuensinya, sebagian besar anggaran daerah juga akan tersedot untuk belanja pegawai, karena rata-rata daerah mengandalkan 80 persen sumber pendapatan daerahnya dari dana perimbangan
  
9. Tingginya alokasi anggaran penanggulangan kemiskinan, namun tidak dapat mengurangi angka kemiskinan.

Pemerintahan SBY sudah mengeluarkan anggaran penanggulangan kemiskinan sebesar Rp 402,4 triliun dalam tahun 2006 - 2012, namun pemerintahan SBY gagal mengurangi angka kemiskinan, terhitung rata - rata hanya berkurang 0,9% dalam kurun waktu 6 tahun. Dan wajah APBN 2013 pun tidak responsif gender, atau tidak berpihak pada perempuan.

10. Total Utang Pemerintah, tahun 2013 sudah mencapai  Rp2.137 trilun

Beban pembayaran utang yang besar menyebabkan ketimpangan alokasi di dalam APBN

Melihat hal tersebut, FITRA memberikan kesimpulan bahwa kebijakan anggaran tahun 2013 sarat dengan politisasi dan menyengsarakan rakyat.

Hal ini tidak sejalan dengan amanat konstitusi sebagaimana diatur dalam pasal 23 ayat (1) yang menyatakan bahwa "Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat."

Editor: Dodo