Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Singapura Perpanjang Larangan Konsumsi Alkohol
Oleh : Redaksi
Senin | 23-12-2013 | 16:18 WIB

BATAMTODAY.COM, Singapura - Pemerintah Singapura akan memperpanjang larangan mengonsumsi alkohol di ruang terbuka kawasan Little India. Ini menjadi satu dari serangkaian tindakan pengamanan usai kerusuhan yang mungkin didorong oleh konsumsi alkohol di ruang publik.

Kerusuhan yang dilakukan oleh ratusan buruh migran Asia Selatan pada 8 Desember lalu dipicu oleh sebuah kecelakaan lalu lintas. Ini merupakan kerusuhan pertama di Singapura dalam lebih dari 40 tahun. Insiden ini memunculkan debat soal ketergantungan negara-kota itu terhadap pekerja asing. Aparat juga terdorong untuk melarang penjualan dan konsumsi alkohol di Little India sepanjang akhir pekan menyusul kerusuhan tersebut.

Dalam sebuah pernyataan, Rabu kemarin, polisi Singapura mengatakan larangan ini akan terus diterapkan untuk akhir pekan, hari libur nasional, dan malam-malam liburan yang akan datang. Namun aparat mengizinkan penjualan alkohol dalam jam-jam tertentu pada siang hari. 

Konsumsi alkohol dalam ruang tertutup di lokasi yang berlisensi juga diperbolehkan. Larangan ini akan berlaku paling lama hingga Juni, saat investigasi resmi soal kerusuhan ini dijadwalkan menghasilkan rekomendasi kebijakan bagi pemerintah, kata polisi.

"Kami meneruskan larangan karena ada alasan kuat bahwa konsumsi alkohol dan mabuk-mabukan di ruang publik berkontribusi terhadap perilaku massa dan memperburuk situasi," ujar Deputi Komisioner Polisi T Raja Kumar dalam sebuah pernyataan.

Menurut polisi, sekitar 134 toko alkohol dan minimarket serta 240 penyedia makanan dan minuman akan terdampak oleh larangan ini. Polisi juga akan terus mengerahkan personel tambahan di Little India, asrama pekerja, dan area lainnya tempat pekerja asing berkumpul.

Little India di timur Singapura adalah tempat berkumpul yang populer bagi ekspatriat dan buruh migran Asia Selatan. Pada akhir pekan, jumlah pekerja yang berkumpul dapat mencapai ribuan orang. (*)

Sumber: The Wall Street Journal