Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Visi Misi Presiden Sarat Pertimbangan Politik

Ketua MPR Dukung GBHN Dihidupkan Lagi untuk Penataan Pembangunan
Oleh : Surya
Selasa | 03-12-2013 | 15:23 WIB
sidharto danusubroto (2).jpg Honda-Batam
Ketua MPR Sidharto Danusubroto

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Ketua MPR RI Sidarto Danusubroto mendukung Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dikembalikan melalui amandemen UUD 1945 agar arah pembangunan lima tahunan berkelanjutan

.

Mengingat implementasi rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) tetap berdasarkan kepada visi dan misi presiden dan wapres terpilih dalam pemilihan umum, dan sistem itu selalu berubah dalam setiap 5 tahun yang berpotensi menyulitkan terselenggaranya pembangunan nasional yang berkesinambungan dalam jangka panjang, karena setiap lima tahun terjadi pergantian presiden.

Hal itu disampaikan Sidarto Danusubroto saat membuka acara seminar kebangsaan “Reformasi Model GBHN dan Kepemimpinan Nasional” kerjasama MPR RI, Persatuan Wartawan Indoensia (PWI), dan Universitas Pancasila di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Selasa (3/12).

Hadir sebagai pembicara antara lain Ketua F-PD MPR RI Jafar Hafsyah, Ketua F-PG MPR RI Rully Chairul Azwar, pengamat politik dan hukum tata negara Sukardi Rinakit, Yudi Latief, dan Refli Harun, Rektor Universitas Pancasila, Guru Besar Universitas Pancasila Ade Saptomo, dan mahasiswa Universitas Pancasila.

"Dihapusnya GBHN sebagai implikasi dari perubahan kedudukan, tugas dan kewenangan MPR. Sebagaimana diketahui bahwa setelah perubahan UUD 1945 agenda pembangunan nasional didasarkan pada visi dan misi capres dan wapres terpilih yang kemudian dijabarkan menjadi rencana pembangunan jangka menengah nasional, berpotensi menyulitkan terselenggaranya pembangunan nasional yang berkesinambungan dalam jangka panjang," tegas Sidarto.

Menurut Sidarto, meski saat ini telah ditetapkan UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJM   tahun 2005-2025, namun tidak ada jaminan adanya konsistensi implementasi dari UU tersebut, mengingat implementasi rencana jangka menengah tetap berdasarkan kepada visi dan misi presiden dan wapres terpilih dalam Pilpres. 

Sidarto menegaskan,  bahwa visi dan misi presiden dan wapres sarat dengan pertimbangan politik, sehingga sulit menentukan ukuran apakah visi dan misi presiden telah on the track sesuai dengan rencana pembangunan jangka panjang yang telah ditetapkan tersebut.

Karena itu lain halnya ketika MPR masih berwenang menyusun dan menetapkan GBHN. Di mana GBHN pada waktu itu menjadi pedoman pembangunan jangka panjang untuk jangka panjang dalam kurun waktu hingga 25 tahun ke depan.

"Sehingga melalui dokumen GBHN dapat kita mengetahui visi dan misi bangsa dalam 25 tahun ke depan, dan dalam skala prioritas pembangunan yang berkesinambungan dalam tiap kurun waktu lima tahun melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), maka pencapaian sasaran pembangunan nasional dalam setiap tahap pembangunan lima tahunan secara terintegrasi dapat menggambarkan sasaran yang akan dicapai oleh pembangunan jangka panjang," katanya.

Dengan demikian bila GBHN ini dikaitkan dengan proses Pilpres secara langsung saat ini, maka program pembangunan ini masih sesuai. Sebab, para kandidat presiden dan wapres dapat merancang visi dan misi mereka dengan tetap mendasarkan kepada rumusan GBHN.

Dengan cara ini dapat diharapkan program pembangunan jangka panjang dapat diselenggarakan secara berkesinambungan, meski presiden atau wapres akan berganti-ganti selama 25 tahun.

"Jadi, GBHN adalah instrumen sebtral dalam sistem ketatanegaraan menurut sejarah konstitusi kita. Karenanya, kehendak untuk menghidupkan kembali GBHN pada hakikatnya sejalan dengan esensi UUD 45," kata Ketua MPR. 

Editor : Surya