Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

MPR Dukung Perkuat Sistem Presidensil dan Pendanaan Parpol
Oleh : Surya
Sabtu | 16-11-2013 | 08:56 WIB
farhan-hamid1.jpg Honda-Batam
Wakil Ketua MPR RI Ahmad Farhan Hamid. (Fot; Ist)

BATAMTODAY.COM, Solo - Wakil Ketua MPR RI Ahmad Farhan Hamid menegaskan jika tidak ada sistem tata kelola negara yang salah sekarang ini. Kalau belum bisa menjawab semua kebutuhan itu pasti, karena itu perlu diperbaiki. Khususnya terkait pengauatan sistem presidensil dan partai politik. Sebab, kedua, institusi negara demokrasi itu akan berjalan baik kalau keduanya sama-sama kuat.

"Dalam sistem presidensil, tak boleh ada partai yang satu koalisi berjalan sendiri seperti di Indoensia sekarang ini. Coba ketika ada kenaikan BBM, PKS sebagai anggota Setgab koalisi malah berjalan sendiri dan dibiarkan. Harusnya kompak selama lima tahun pemeirntahan ini berjalan," tegas Farhan Hamid dalam acara Press Gathering MPR RI dengan wartawan DPR RI bertajuk 'Penguatan Sistem Ketatanegaraan' di Solo, Jawa Tengah, Jumat (15/11/2013) malam.

Diakui, jika dalam Pemilu 2014 juga tak akan ada partai pemenang yang bisa menguasai DPR RI. Untuk itu diperlukan koalisi dengan komitmen memperkuat sistem presidensil, dan solid di DPR/MPR RI. Selain itu, parpol harus diperkuat secara lahir dan batin. Mengapa? "Karena tidak bisa memasuki institusi negara tanpa melalui parpol. Artinya parpol bisa dibantu dana melalui APBN agar mampu melaksanakan tugasnya dengan baik dan optimal," ujarnya.

Dengan demikian, lanjut Farhan, maka orang akan menjadi calon anggota DPR RI, harus diseleksi secara ketat, dan mengikuti pelatihan-pelatihan yang memadai, sebagaimana institusi lain. Sebab, kalau tidak, maka perilaku anggota DPR RI dengan latar belakang yang juga beragam itu bisa macam-macam. "Perilaku anggota dewan itu kalau ditulis bisa sampai 10 jilid," tutur mantan politisi PAN ini.

Untuk Mahkamah Konstitusi (MK), Farhan Hamid mendukung dibentuknya dewan etik MK untuk mengawasi lembaga peradilan tertinggi negeri ini. Demikian pula dikembalikannya Komisi Yudisial (KY) sebagai pengawas hakim MK. "Tapi, pengawasan KY itu dibatalkan oleh MK sewaktu dipimpin oleh Jimly Asshiddiqie. Jadi, Pak Jimly juga ikut bertanggung jawab dalam pembatalan KY itu," ungkapnya.

Selain itu, menurut Farhan ada dua masalah besar bangsa ini, yakni korupsi dan terorisme. "Banyak uang negara, baik APBN dan APBD yang tidak jelas penggunaannya, sehingga dibutuhkan sanksi yang berat untuk koruptor. Jadi, agar tidak dikorupsi pencegahannya antara lain dengan pengelolaan yang transparan dan sanksi hukum yang berat. Apalagi dilakukan oleh penegak hukum seperti kasus MK, maka hukumannya harus jauh lebih berat," pungkasnya.

Editor: Surya Irawan