Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Depresi Bisa Percepat 'Penuaan' Sel
Oleh : Redaksi
Kamis | 14-11-2013 | 10:27 WIB
depression.jpg Honda-Batam
Foto: ilustrasi.

BATAMTODAY.COM, Amsterdam - Depresi dapat membuat orang secara fisik terlihat lebih tua karena mempercepat proses penuaan sel, menurut satu penelitian. Uji coba laboratorium menunjukkan sel-sel terlihat secara biologis lebih tua pada orang-orang yang mengalami depresi parah atau pernah mengalami.

Perubahan ukuran sel yang disebut telomere ini tidak dapat diterangkan dengan faktor lain, termasuk apakah orang itu merokok atau tidak. Temuan pada lebih dari 2.000 orang itu diterbitkan di Molecular Psychiatry.

Para pakar telah mengetahui bahwa orang yang mengalami depresi berat menghadapi risiko penyakit seperti kanker, diabetes, obesitas dan gangguan jantung. Hal ini antara lain akibat gaya hidup yang tidak sehat termasuk menenggak minuman beralkohol dan tidak berolahraga. Namun para ilmuwan mencurigai depresi juga mempengaruhi sel-sel.

Untuk menyelidiki hal ini, Josine Verhoeven dari Pusat Medis Universitas VU di Belanda, bersama mitranya dari Amerika Serikat, merekrut 2.407 orang untuk diteliti. Lebih dari sepertiga sukarelawan itu mengalami depresi, sepertiga lainnya pernah mengalami dan selebihnya belum pernah.

Para sukarelawan diminta untuk memberikan sampel darah untuk diteliti tanda-tanda penuaan sel.
Para peneliti memeriksa perubahan struktur di dalam sel.

Dr Verhoeven dan mitranya memperkirakan telomere yang menjadi lebih pendek adalah akibat reaksi tubuh akibat depresi.

"Penelitian ini merupakan bukti kuat bahwa depresi terkait penuaan beberapa tahun, khususnya bagi mereka yang mengalami depresi parah," kata peneliti.

Namun tidak disebutkan apakah proses penunaan ini berakibat buruk atau dapat diobati.

Sebelumnya, sebuah riset mengungkapkan, depresi merupakan penyebab kedua terbesar disabilitas di seluruh dunia, setelah sakit punggung, menurut sebuah riset. Penyakit tersebut harus ditangani sebagai prioritas kesehatan masyarakat global, kata ahli dalam jurnal PLOS Medicine.

Penelitian membandingkan depresi klinis dengan lebih dari 200 penyakit lain dan cedera yang menyebabkan disabilitas. Secara global, hanya sebagian kecil pasien yang mendapatkan akses pengobatan, seperti disampaikan Badan Kesehatan Dunia WHO.

Meski depresi dapat menyebabkan disabilitas, tetapi dampaknya berbeda-beda di sejumlah negara dan wilayah. Sebagai contoh, jumlah terbesar kasus depresi terjadi di Afghanistan dan terendah di Jepang. (*)

Sumber: BBC