Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

30 Juta Manusia di Dunia Hidup dalam Perbudakan
Oleh : Redaksi
Jum'at | 18-10-2013 | 08:54 WIB

BATAMTODAY.COM - Sebuah indeks global menyebut sekitar 30 juta orang hidup dalam perbudakan. Banyak dari korban perbudakan modern diperjualbelikan sebagai pekerja seks atau tenaga kerja ilegal.

'Indeks Perbudakan Global' yang untuk pertama kalinya dirilis oleh Yayasan Walk Free pada Kamis (17/10/13) menunjukkan, India hingga kini memiliki jumlah terbesar orang yang diperbudak. Namun situasi yang lebih gawat ditemukan di Mauritania, Haiti dan Pakistan.

Indeks ini memeringkat 162 negara dengan menghitung jumlah warga yang hidup dalam perbudakan, terkena risiko perbudakan dan bagaimana respon pemerintah terhadap masalah perbudakan. Perbudakan modern memiliki definisi sebagai perdagangan manusia, tenaga kerja paksa dan praktek-praktek seperti pengijonan, pernikahan paksa dan jual beli atau eksploitasi anak-anak.

Sepuluh negara diyakini menyumbang 76 persen dari total jumlah warga dunia yang hidup dalam perbudakan -angkanya diperkirakan mencapai 29,8 juta orang- termasuk Cina, Nigeria, Ethiopia, Rusia, Thailand, Republik Demokratik Kongo, Myanmar dan Bangladesh.

Akibat Praktik Lama
Mauritania disebut mempunyai jumlah budak terbesar dari segi proporsi -sekitar 140.000 hingga 160.000 orang dari total populasi hanya 3,8 juta orang. Angka yang begitu tinggi didorong budaya kepemilikan budak sebagai properti dan tingginya pernikahan di bawah umur.

Indeks menyatakan Mauritania sebagai bangsa dengan 'budaya perbudakan yang begitu mengakar,' karena 'orang yang terjebak dalam perbudakan dapat diperjualbelikan, disewakan dan diberikan sebagai hadiah.'

Di India, "Sejauh ini proporsi terbesar masalah perbudakan adalah eksploitasi warga India di dalam negeri itu sendiri, terutama melalui pengijonan dan tenaga kerja paksa," ungkap laporan tersebut.

Sedangkan 2,9 juta orang diperkirakan hidup dalam perbudakan di Cina, "Termasuk tenaga kerja paksa baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak di banyak sektor ekonomi, termasuk perbudakan domestik dan mengemis secara paksa, eksploitasi seksual perempuan dan anak-anak serta nikah paksa."

Yayasan Walk Free didirikan tahun lalu oleh raja pertambangan Australia, Andrew Forrest, dan indeks ini mendapat dukungan sosok pemimpin seperti mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton, mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, dan pendiri Microsoft, Bill Gates.

"Saya mendesak pemimpin di seluruh dunia untuk memandang indeks ini sebagai seruan untuk bertindak, dan tetap fokus pada pekerjaan yang merespon tindak kejahatan semacam ini," kata Clinton dalam sebuah pernyataan, meski mengakui indeks ini tidak sempurna, ia tetap menganggapnya sebagai titik awal yang baik. (*)

Sumber: Deutsche Welle