Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mobil Murah Dorong Negara Jadi Predator Warganya
Oleh : Surya
Kamis | 26-09-2013 | 18:54 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kebijakan pemerintah mengeluarkan mobil murah, alias Low Cost  Green Car (LCGC) ternyata lebih mendorong negara ini menjadi predator. Setidaknya menjadikan masyarakat dan warganya sebagai mangsa.

"Di sini hak masyarakat dirampas, dan diubah menjadi konsumen semata. Masyarakat didorong untuk mencicil," kata pengamat kebijakan Publik, Andrinof Chaniago, dalam diskusi 'Pro Kontra Kebijakan Mobil Murah' bersama anggota Komisi VI DPR, Hendrawan Supratikno dan Kabid Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Darmaningtyas di Jakarta, Kamis (26/9/2013).

Menurut Dosen FISIP UI ini, produk LCGC ini tidak memenuhi syarat. Makanya harus ditolak keras. "LCGC ini kan sama dengan aksi tipu-tipu, mereka meminjam stempel negara. Dengan kata lain, negara ini diperalat," tegasnya.

Lebih lanjut Andrinof mengkritik kebijakan LCGC yang seolah-olah hanya industri otomotif saja yang bisa membuka lapangan kerja yang besar. "Apa, sektor industri lainnya tidak membuka lapangan kerja, contoh saja industri tekstil," ujarnya.

Sementara itu, anggota Komisi VI DPR F-PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno, menilai munculnya mobil murah sama saja mengukuhkan dominasi incumbent (pemain lama) dalam struktur industri otomotif nasional.

"Struktur pasar industri otomotif  adalah struktur pasar oligopoli, yaitu pasar dengan sedikit pemain menguasai bagian terbesar pasar. ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merk) dengan prinsipal MNC dari Jepang menguasai pasar Indonesi, termasuk mengusai industri komponennya dalam mata rantai keterkaitan usaha dan keterkaitan korporat," terangnya.

Menurut Guru Besar FEUI ini, menambahkan Indonesia menjadi korban dari ketidakkonsistenan kebijakan industrial masa lalunya.

"Indonesia menjadi pencundang ditengah desakan arus liberalisasi yang mengabaikan tahapan, urutan na kesiapan ekologi industrial domestiknya," tuturnya.

Dengan harga murah, sambung Hendrawan, permintaan akan melonjak. Kemacetan akan bertambah. Kongesti dan degradasi mobolitas akan terjadi. Pemerintah semakin dituntut untuk mendorong investasi lebih besar pada infrastruktur dan transportasi publik.

"Bila tidak, negara ini kembali mempertontonkan kegagalan dalam memajukan kesejahteraan umum," tandasnya.

Sedangkan Darmaningtyas, menegaskan untuk menghadapi kebijakan mobil murah ini, maka pihaknya mempersiapkan berbagai langkah.

"Kita akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) terhadap PP 41/2013. Kita berharap para hakim agung dapat berpikir jernih. Sehingga mengabulkan permohonan masyarakat," terangnya.

Yang dibutuhkan masyarakat saat ini, kata Darmaningtyas, adalah PP yang mengatur soal pembuatan mobil, kereta, perahu dan kapal laut murah. Sehingga dapat menunjang transportasi masyarakat yang murah.

Cara lainnya, sambung Direktur Institut Studi Transportasi (Instran), bagi Pemda DKI Jakarta atau kota-kota besar lainnya, dapat melawan dengan penerapan kutipan kemacetan di jalan-jalan tertentu, alias penerapan sistem electronic road  pricing(ERP).

Editor: Surya