Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sebagian Kalangan Pesimis dengan PKH

Mensos: Program Keluarga Harapan Bukan Transformasi BLT
Oleh : sumantri
Rabu | 20-04-2011 | 14:08 WIB
Menteri_Sosial.jpg Honda-Batam

PKP Developer

DR. H. Salim Segaf Al-Jufri, MA, Menteri Sosial RI, saat menjawab Pertanyaan Wartawan mengenai Program terbaru Kemensos, PKH, Di Unique Ball Room Harris Resort Batam, Rabu 20 April 2011

Batam, batamtoday - Menteri Sosial Salim Segal al-Jufri menyatakan Program Keluarga Harapan (PKH) bukan merupakan transformasi dari Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang pernah diterapkan Pemerintah beberapa waktu lalu karena memiliki perbedaan dalam kelompok sasaran strategis di lapangan.

"Ini berbeda, karena PKH lebih menyasar pada peningkatan kemampuan rumah tangga miskin dengan syarat memiliki anak usia sekolah, dan atau balita dan atau ibu sedang hamil, sedangkan BLT diberikan untuk menghadapi situasi krisis," kata Salim kepada wartawan di sela-sela pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Program Keluarga Harapan, di Batam, Rabu, 20 April 2011.

Salim mengatakan target dari PKH ini mencakup 3 juta masyarakat miskin di seluruh Indonesia sebagai komitmen untuk terus menggerus angka kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup mereka.

PKH, lanjut Salim, juga dapat memotivasi bagi kalangan ibu hamil untuk menanamkan semangat bagi anak yang dikandungnya. Besaran dana bantuan mulai Rp600 ribu hingga Rp2,2 juta per tahun, selain dapat digunakan untuk membantu biaya pemeriksaan kehamilan, juga dapat digunakan untuk membantu biaya sekolah anak maupun untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga lainnya.

Sementara itu, Dwi Heru Sukoco, Direktur Direktorat Jaminan Sosial Kementrian Sosial Republik Indonesia juga menegaskan PKH bukan transformasi dari program BLT yang disodorkan pada rakyat jelata medio 2007 lalu. PKH merupakan program pengembangan Kementerian Sosial RI, dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia melalui skema terarah yang telah teruji sukses di luar negeri, seperti di negara-negara Amerika Latin.

"Ada perbedaan krusial antara BLT dan PKH, yaitu bantuan langsung yang diberikan dnegan skema bersyarat. Ada tujuan pasti dari negara dengan program ini yang diharapkan dapat mengentaskan kemiskinan di Indonesia, salah satunya dengan memutuskan mata rantai kemiskinan itu sendiri," tegas Dwi Heru Sukoco.

Seorang pengamat ekonomi yang minta tidak disebutkan namanya justru menilai PKH ini diluncurkan sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk membungkam masyarakat miskin agar tidak bersuara maupun berdemonstrasi terkait dengan rencana kenaikan harga BBM yang sudah dua tahun ini tidak naik.

"Biasanya karena satu harga berubah, yang lain menyesuaikan. Yah, seperti soal BBM, begitu harganya berubah, yang lain langsung menyesuaikan. BLT dianggap sebagai suatu cara pemerintah untuk membujuk dan merayu rakyatnya yang kurang mampu agar tidak memberontak dan melakukan demonstrasi," cibir pengamat ekonomi itu kepada batamtoday.

Dia menyebutkan BLT dianggap sebagai suatu program yang dilakukan dengan setengah hati oleh sebagian masyarakat. Alhasil, Pemerintah melalui Kementrian Sosial kembali menggulirkan program yang membidik masyarakat kurang mampu alias miskin, melalui program teranyarnya yaitu Program Keluarga Harapan (PKH).

Selain itu, dia juga merasa pesimis dengan kesuksesan program PKH ini, meski katanya sukses diimplementasikan di banyak negara berkembang, namun untuk kultur Indonesia yang memiliki keberagaman pemahaman politik dan budaya, nampaknya pemerintah harus kerja ekstra keras untuk membuktikan bahwa program ini bukan sekedar program 'karbitan' atau pengalihan fokus masarakat akan keluhan terhadap pemimpin, yang sebagian besar menilai 'gagal' dalam mensejahterakan kehidupan wong cilik.