Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Minta Maaf dengan Uang Pengganti

Indonesia Didesak Tolak Permintaan Maaf Belanda atas Pembantaian Westerling
Oleh : Surya
Rabu | 04-09-2013 | 16:01 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Sejarawan LIPI Anhar Gonggong mendesak pemerintah dan rakyat Indonesia menolak permintaan maaf Belanda terkait pembantaian sadis yang dilakukan di Sulawesi Selatan yang terkenal dengan tragedi Westerling,  10 November 1945 Surabaya, maupun pembunuhan lain yang melanggar HAM di seluruh wilayah Indonesia. 



Kecuali, jika belanda mengakui Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, dan bertanggungjawab atas pembunuhan dalam berbagai bentuk pada 1949-1959 dalam rangka mengembalikan penjajahannya di Indonesia.

"Kita harus menolak permintaan maaf Belanda dalam berbagai tragedi pembantaian sadis yang dulakukan selama menjajah Indonesia. Kita tahu perlawanan rakyat Sulawesi Selatan sangat kuat terhadap Westerling karena menolak Belanda yang akan membentuk Indonesia Timur . Untuk itulah pembantaian sadis itu dilakukan," tandas Anhar Gonggong dalam diskusi permintaan maaf Belanda bersama Ketua Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) Batara Hutagalung dan anggota DPD RI Abdul Azis Qohhar Mudzakkar di Gedung DPD/MPR RI Jakarta, Rabu (4/9/2013).

Bahkan hubungan diplomatik Indonesia-Belanda menurut Anhar dinilai illegal, karena Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia, dan Indonesia pun tak mengakui klaim Belanda  yang menyatakan Indoensia merdeka pada 27 Desember 1949. 

"Dan, yang harus dicatat dalam peristiwa Westerling, itu yang menjadi pahlawan adalah rakyat, dan bukan mereka yang bergelar selama ini. Karena rakyatlah yang melindungi para pejuang itu dari teror Belanda," tambahnya.

Diakui Batara jika pengakuan Belanda atas kemerdekaan RI hanya secara de facto, dan bukan secara de jure (hukum internasional) yang justru mengakui pada 17 Agustus 1945. Karena itu dia menegaskan agar permintaan maaf Belanda itu harus ditolak.  

Mengingat hal itu menyangkut martabat dan kedaulatan bangsa, dan apa yang dilakukannya itu termasuk pembantaian massal atau genoside dalam peristiwa Westerling, Rawa Gede dan lain-lain.  

"Jadi, ini bukan soal ganti-mengganti, melainkan untuk menegakkan kedaulatan," uturnya.
Menurutnya, permintaan maaf dengan cara memberikan uang pengganti dinilai sebagai bentuk penghinaan dan merendahkan martabat, serta harga diri bangsa Indonesia.

"Permintaan maaf dengan akan menggantinya dengan uang itu sebagai bentuk penghinaan, dan itu bukan konsep KUKB. Kita tak akan minta konvensasi karena nyawa itu tak bisa dinilai dengan uang. Itu hanya akal-akalan Belanda saja. Apalagi menyebut beberapa orang dari ribuan korban, apakah itu tak akan menimbulkan konflik sosial? Ditambah lagi ahli warisnya kini belum didata secara akurat," ujarnya.

Dengan demikian KUKB menuntut agar Belanda mengakui kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 secara hukum internasiona, meminta maaf pada rakyat dan bangsa Indonesia atas pembantaian yang melanggar HAM tersebut, dan bertanggung jawab terhadap agresi militer selama ratusan tahun di Indonesia,  termasuk pampasan perang yang tak bisa dinilai dengan uang.

 Editor : Surya