Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pelemahan Rupiah Bisa Berujung pada Kejatuhan SBY
Oleh : Surya
Jum'at | 30-08-2013 | 19:26 WIB
Rizal_Ramli.jpg Honda-Batam

Mantan Menko Perekonomian

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Mantan Menteri Perekonomian di era pemerintahan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Rizal Ramli mengingatkan agar pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak meremehkan melemahnya rupiah yang terus merosot sekarang ini.

Sebab, kalau dibiarkan dan hanya sibuk pencitraan politik menjelang pemilu 2014, maka krisis rupiah tersebut bisa menjadi krisis politiik, yang justru bisa mempercepat digelarnya pemilu.

"Saat ini lagi krisis rupiah dan pemerintah harus mengakui jujur, jangan bohong, lalu mencari solusi. Kalau pemerintah sibuk pencitraan politik, ditambah dengan korupsi di lingkaran Istana dan menteri-menterinya, maka krisis politik itu tak bisa dihindari," tandas Rizal Ramli bersama anggota DPD RI Poppy Darsono dan Anton J Supit pada diskusi ekonomi di Gedung DPD/MPR RI Jakarta, Jumat (30/8/2013).

Anehnya kata Rizal, dalam kondisi krisis pemerintah masih sempat membuat pertumbuhan ekonomi 6,3 %, padahal ekonomi kita sudah lampu kuning. Mengapa? Karena ekonomi kita sudah mengalami 4 defisit, yaitu defisit neraca perdagangan minus 6 milyar dollar AS, defisit transaksi berjalan minus 8 milyar dollar AS, defisit ekspor minus 27 M dollar AS, dan krisis kepecayaan.

"Kalau defisit devisa negara minus Rp 5 milyar dollar AS, maka rupiah bisa kuat," tambah Rizal.

Dengan demikian tanya Rizal, kemana presiden SBY dan menteri-menterinya selama ini?

"Apa sibuk konvensi? Karena bendera Partai demokrat sudah robek, maka perlu dijahit melalui konveksi. Jadi, kalau lemahnya rupiah ini dibiarkan, dan pemerintah tak melakukan tindakan apa pun, maka ekonomi kita bisa masuk lampu ‘merah’ dan krisis tinggal tunggu waktu," ujarnya.

Ke depan katanya, maka presiden harus memilih menteri yang profesional dan proporsional.

"Jangan memilih menteri yang yang menguasai ekonomi makro disuruh ngurusi mikro, dan sebaliknya. Apalagi menjadi Ketua Umum partai dijadikan menteri, yang nyata-nyata tak mampu menjalankan tugasnya. Kalau sistem ini dibiarkan, maka Indonesia akan makin amburadul," pungkasnya.

Editor: Surya