Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kunjungi DPR, Azerbaijan Desak SBY Kutuk Agresi Armenia
Oleh : Surya
Jum'at | 28-06-2013 | 12:54 WIB
bendera-azerbaijan.JPG Honda-Batam

PKP Developer


Bendera Negara Azerbaijan

JAKARTA, batamtoday - Pemerintah Azerbaijan mendesak  pemerintah dan DPR RI untuk mengutuk agresi Armenia terhadap wilayah-wilayah Azerbaijan dengan mengesahkan resolusi khusus untuk mengakui pembantaian besar-besar warga muslim (genosida khojaly) di Azerbaijan, yang berlangsung sejak 26 Februari 1992, pasca jatuhnya Uni Soviet tersebut.


Sebagai negara Islam terbesar di dunia dan tuan rumah konferensi persatuan parlemen (the parliamentary union of-OIC), Indonesia bisa menjamin pelaksanaan resolusi-resolusi PBB maupun OKI.

"Kami ingin Indonesia mengambil langkah ke depan untuk mengakui secara resmi genosida Khojaly oleh Armenia, dan memperjuangkan terlaksananya resolusi PBB dan OKI atas agresi Armenia, yang didukung oleh Rusia selama ini," tandas Dubes Azerbaijan untuk Indonesia, Tamerlan Karayev bersama Komisi I DPR RI  di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis, (27/6/2013).

Genosida adalah sebuah pembantaian besar-besaran secara sistematis terhadap satu suku bangsa atau kelompok dengan maksud memusnahkan (etnic cleansing) bangsa tersebut. Genosida itu terjadi di kota Khojaly pada tanggal 26 Februari 1992 selama Perang Nagorno-Karabakh (NK).

Menurut Human Rights Watch dan pengamat Internasional lainnya, pembantaian dilakukan oleh angkatan bersenjata Armenia dengan bantuan Regimen Rusia ke-366. Jumlah korban meninggal akibat agresi semalam itu mencapai 613 orang, dengan 106 wanita dan 83 anak-anak.

"Selama 21 tahun kami telah berusaha meminta pada dunia untuk bersama-sama menghentikan teror, agresi dan pembantaian etnis itu sebagai kejahatan kemanusiaan sampai keluar resolusi PBB 2007 terkait pendudukan wilayah Karabakh, penarikan pasukan tanps syarat, dan lain-lain, juga resolusi OKI, namun tak dilaksanakan oleh Armenia".

"Hanya Turki, Pakistan, Bosnia, dan Herzegovina, Serbia, Meksiko, Kolombia, Romania, Peru, dan Czeh Republik yang merespon, sedangkan Turki telah menutup perbatasannya sejak tahun 1993. Turki dan Pakistan juga tak mengakui Armenia sebagai negara kecuali menghentikan agresi,"ujar Tamerlan.

Dalam acara diskusi yang dibuka oleh Wakil Ketua Komisi I DPR RI Ramadhan Pohan itu, Tamerlan kembali menegaskan sebesar 90 persen penduduk Azerbaijan adalah beragama Islam, sisanya 10 persen terdiri dari agama Kristen, Yahudi, dan Katholik.

Sedangkan Armenia mayoritas beragaman Kristen Orthodok. Di mana pada tahun 1990, Azerbaijan telah merebut kemerdekaan dari Rusia, dan Rusia menarik pasukan dan persenjataannya ke Armenia.

"Pemimpin Armenia sejak itu menyatakan tak bisa hidup dengan kaum muslim, maka terjadilah agresi itu di tahun 1992," pungkasnya.

Muhammad Najib anggota Komisi I DPR RI mengusulkan perlunya Azerbaijan masuk NATO, agar mempunyai bergaining position dengan PBB, dan Rusia-Armenia tak terus-menerus menjadi ancaman Armenia.

"Kalau soal posisi Indonesia dan parlemen, kita selalu mendukung Azerbaijan di dunia internasional PBB, untuk menghormati integritas wilayah Azerbaijan. Sebab, penghormatan kedaulatan dan keutuhan wilayah negara itu diakui internasional," tambah politisi PAN ini.

 Editor : Surya