Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mantan Profesor Singapura Penerima Gratifikasi Seks Divonis 5 Bulan
Oleh : Dodo
Selasa | 04-06-2013 | 11:34 WIB
profesor_gratifikasi_seks_st.jpg Honda-Batam
Terpidan Tey Tsun Hang, penerima gratfikasi seks yang divonis lima bulan penjara oleh Pengadilan Singapura. (Foto: Republika/Strait Times)

SINGAPURA - Mantan profesor Hukum National University of Singapore (NUS) diganjar lima bulan penjara oleh hakim pada Senin (3/6/2013). Si terpidana, Tey Tsun Hang, seperti dilaporkan Straits Times, duduk diam saat vonis dibacakan. Tak lama kemudian ia dibawa pergi petugas dengan tangan diborgol.

Tey, dihukum karena terbukti bersalah menerima gratifikasi seksual dari mahasiswanya ketika mengajar di NUS. Ia akan dibawa ke rumah tahanan pengadilan namun sepertinya akan dibebaskan segera dengan uang jaminan yang telah dinaikkan, dari semula 100.000 dolar menjadi 150.000 dolar.

Kepada Straits Times sebelum proses hukum dimulai, pakar hukum itu menyatakan tertekan dengan penilaian hakim di persidangan dan berencana mengajukan banding atas vonisnya.

Tey dinyatakan bersalah pada Rabu lalu atas enam tuntutan dugaan menerima pemberian dan layanan seksual karena karena kekuasaannya. Menurut pengadilan Tey telah menerima gratifikasi berupa satu pena Mont Blanc, satu unit iPod, dua setelan jas yang khusus dijahit berdasar pesanan, makan malam di restoran Italia, Garibaldi, serta layanan seksual. Semua ia peroleh dari mantan mahasiswinya, Darine Ko.

Bukan hanya vonis penjara, Tey juga diharuskan membayar denda 514,80 dolar AS, yakni harga dari dua setelan jas dan bagian biaya makan malam yang dikeluarkan Nona Ko, sebagian harga pena dan juga iPod.

Kepala majelis hakim, Hakim Tan, saat membacakan vonisnya menyatakan Tey, 42 tahun, seorang pendidik senior, telah secara sistematis dan jelas mengambil keuntungan dari siswanya.

Ia menambahkan jumlah denda, seperti yang diajukan oleh pengacaranya pekan lalu, tidak tepat dan 'meringankan tingkat kasus' karena sangat ironi kejahatan itu justru terjadi di fakultas hukum NUS.

Sumber: Republika