Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemekaran Daerah Masih Jadi Permainan Elit
Oleh : si
Rabu | 08-05-2013 | 18:28 WIB

JAKARTA, batamtoday - Meski dalam evaluasi bagi banyak daerah otonomi baru (DOB) yang gagal, namun pemekaran ini akan dilanjutkan khusus bagi daerah-daerah perbatasan, pulau terluar, dan Papua.

 

Sementara daerah yang lain akan disesuaikan dengan kepentingan strategis nasional, dan akan ditentukan oleh pemerintah pusat. Khusus Papua, dalam grand design-tata ruang strategisnya akan menjadi 7 provinsi sampai 2025 dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Evaluasi pemerintah di tahun 2012-2013 sebesar 80 % daerah pemekaran gagal, atau buruk dan selebihnya masuk kategori sedang. Belum ada yang baik, apalagi mampu memenuhi harapan untuk mensejahtarakan rakyat.  Karena itu, pemerintah sudah membuat moratorium penghentian pemekaran itu, hanya DPR RI yang masih mempertimbangkan secara politis," tandas direktur penataan daerah, Otsus, dan DPOD Kemendagri Boy Tenjuri dalam dialog, "Pemekaran Daerah Kebutuhan Masyarakat Atau Kepentingan Elite " bersama Jacob Jack Ospara (anggota Timja Pemekaran Daerah DPD RI ), dan pakar hukum tata negara Margarito Kamis di Gedung DPD/MPR RI Jakarta, Rabu (8/5/2013).

Usul inisiatif DPR kata Boy, semula berjumlah 33 DOB, kemudian diseleksi menjadi 19 daerah, dan dievaluasi lagi menjadi 5 DOB. Namun dari 5 DOB tersebut pihaknya belum mengetahui, apakah DPR RI menerima atau tidak? Karena, syarat teknis administratif harus tetap dipenuhi termasuk oleh Papua sendiri  dengan grand design daerah yang diusulkan. "Jadi, tak benar kalau pemerintah main-main dengan DOB ini," ujarnya.

Justru lanjut Boy, selama ini pemerintah pasif terkait DOB tersebut, karena merupakan hak inisiatif DPR RI. Semua harus sesuai dengan PP No.78 tahun 2007 tentang pemekaran, penggabungan dan pembubaran daerah.

"Sampai 2009 ini sudah ada 539 kabupaten/kota. Selama 2007-2009 terdapat 57 DOB dan sebanyak 53 DOB masuk kategori buruk, gagal, dan hanya 5 DOB yang masuk kategori sedang. Belum ada yang masuk kategori baik," tambahnya.

Boy menjelaskan jika persiapan pembentukan DOB itu harus matang sejak awal, dari grand design untuk membangun pondasi daerah yang kuat, figur dan tokoh yang kompetens, dan SDM yang memadai.

"Selama ini tidak demikian, sehingga yang tampak adalah hanya gedung baru, mobil dinas baru, dan malah ada yang tak mempunyai kantor. Untuk itulah pemerintah dan DPD sepakat untuk menghentikan DOB kecuali daerah-daerah khusus tersebut," pungkas Boy Tenjuri.

Selain itu menurut Jacob, konflik horisontal meningkat akibat ketidaksabaran masyarakat, ketidaksiapan tokoh setempat, janji-janji kampanye yang tak ditepati, SDM yang tidak memadai, dan program daerah terutama infra struktur daerah yang tidak dijalankan, suburnya korupsi, dan sebagainya.

"Dengan begitu, DPD akan melakukan evaluasi dan mengkaji kembali PP 78/2007 tentang pemekaran dan penggabungan daerah itu," tegas anggota DPD RI asal daerah pemilihan Maluku itu.

Mainan Elit
Pakar hukum tata negara Maragarito Kamis menyatakan bahwa pemekaran daerah selama ini, selain tidak disiapkan dengan matang untuk membangun daerah otonomi baru (DOB), ternyata hanya menjadi mainan bagi elit politik di Jakarta dan daerah sendiri. Karena itu wajar jika mayoritas DOB itu buruk bahkan gagal, dan terbukti tak pernah menyentuh kesejahteraan rakyat. 

"Jadi, pemekaran daerah atau DOB selama ini hanya menjadi elit politik Jakarta dan daerah,"  tuturnya.

Menurut Margarito, banyak orang daerah yang ingin menjabat sebagai gubernur, bupati, dan pejabat lainnya di daerah dengan tujuan hanya menghabiskan uang negara (APBN/APBD). Untuk itu katanya, setiap ada pemekaran DOB, yang berganti hanya pejabat baru, mobil dinas baru, gedung baru dan sebagainya.

"Sementara pejabat dan anggota DPRD nya hanya mondar-mandir ke Jakarta, tanpa tujuan yang jelas. Semua ini tak menyentuh kesejahteraan rakyat, dan pastinya rakyat  begitu-begitu saja hidupnya," ungkapnya kesal.

Dengan demikian lanjut Margarito, DPD RI bisa mencegah semua itu agar DPR RI tak mudah mengusulkan DOB. Namun, khsusus untuk daerah-daerah yang disebut khusus seperti daerah perbatasan, pulau terluar, dan Papua, seharusnya diatur dengan UU khusus dan tersendiri.

"Tidak campur-aduk dengan UU No.78/2007 tentang pemekaran dan penggabungan daerah. karena itu saya mendukung DOB inisiatif pemerintah pusat dengan pertimbangan kepentingan strategis nasional," tambahnya.

Langkah itu sebagai jaminan terhadap utuhnya NKRI. Apalagi kata Margarito, banyak aturan soal Papua selama ini seperti dana otonomi khsusus (Otsus) yang jumlahnya mencapai puluhan triliun per tahun, ternyata pelaksanaannya di lapangan, birokrasi amburadul.

"Dana puluhan triliun itu tak menyentuh kesejahteraan rakyat, akibat kepala daerahnya berkepala batu dan tak punya moral. Menyakitkan lagi, mereka merasa yang memiliki daerah. Itulah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah, DPR, dan DPR RI," pungkasnya.

Editor : Surya