Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dunia Genjot Produksi Bahan Bakar Nabati
Oleh : Dodo
Rabu | 08-05-2013 | 09:34 WIB
bahan_bakar_nabati.jpg Honda-Batam
Ilustrasi.

ALASKA - Industri bahan bakar nabati (BBN) tumbuh dengan sehat dalam sepuluh tahun terakhir. Wilayah Amerika Utara memimpin pertumbuhan ini. Informasi ini terungkap dalam laporan terbaru Navigant Research berjudul “Market Data: Biofuels” yang diterbitkan baru-baru ini.

Bahan bakar nabati mencakup etanol konvensional, etanol yang lebih canggih, biobutanol, biodiesel, solar hijau (green diesel), bensin sintesis hingga bahan bakar pesawat terbarukan. Menurut Navigant Research, tahun ini, produksi BBN dunia diperkirakan mencapai 33,6 miliar galon (127 miliar liter) per tahun. Jumlah ini akan terus bertumbuh hingga 62 milliar galon (233 miliar liter) per tahun pada 2023.

Amerika Utara menjadi wilayah yang paling banyak memroduksi BBN. Wilayah ini juga sudah mulai beralih ke bahan bakar nabati yang lebih canggih (advanced biofuel) berbahan baku non-pangan.

Pertumbuhan yang sehat juga terjadi di wilayah Eropa, Asia Pasifik dan Amerika Latin. Fenomena ini membantu negara untuk mendiversifikasikan pasokan bahan bakar mereka bagi berbagai jenis fasilitas transportasi.

“Walau masih akan menghadapi banyak tantangan dalam sepuluh tahun ke depan, kapasitas produksi BBN diperkirakan akan tumbuh 6% per tahun dari tahun 2013 hingga 2023, hampir dua kali lipat pertumbuhan bahan bakar fosil yaitu bensin, solar dan bahan bakar pesawat, pada periode yang sama,” ujar Mackinnon Lawrence, analis utama di Navigant Research.

Menurut Lawrence hal ini didorong oleh kebijakan pemerintah di lebih dari 40 negara untuk meningkatkan bauran BBN (etanol dan biodiesel) dalam bahan bakar komersial mereka. Contoh, Uni Eropa memiliki kebijakan Renewable Energy Directive sementara Amerika Serikat telah menciptakan Renewable Fuel Standard.

Perkembangan BBN di Tanah Air juga cukup menggembirakan. Tahun lalu, Pertamina meningkatkan bauran bahan bakar nabati yaitu fatty acid methyl ester (FAME) pada produk Biosolar dari 5 persen menjadi 7,5 persen.

Mulai tahun ini, pemerintah juga mewajibkan industri besi dan baja untuk mencampur bahan bakar nabati (BBN) dengan bauran sebesar 10% ke dalam BBM non-subsidi yang mereka gunakan.

Langkah ini diambil setelah pada Juli tahun lalu pemerintah mewajibkan industri pertambangan mineral dan batu bara mencampur 2% BBN dalam bahan bakar non-subsidinya.

Menurut berita resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dengan diterapkannya kewajiban penggunaan 10% BBN di 40 perusahaan besi dan baja besar saja, konsumsi BBM akan bisa ditekan hingga 100 ribu kiloliter. Kebijakan bauran BBN ini nantinya juga akan diterapkan di sektor industri, perkebunan dan kelistrikan sehingga akan menjadi angin segar bagi industri hilir terkait.

Sumber: Hijauku.com