Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pulau Berhala Milik Lingga

Pemkab Lingga dan Pemprov Kepri Harusnya Berterima Kasih kepada Alias Wello
Oleh : si
Minggu | 24-02-2013 | 11:58 WIB
Allias_dan_Syams.jpg Honda-Batam

Alias Wello dan kuasa hukumnya Syam Daeng Rani saat sidang sengketa Pulau Berhala di Mahkamah Konstitusi

JAKARTA, batamtoday - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lingga dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepulauan Riau (Kepri) seharusnya berterima kasih kepada mantan Ketua DPRD Lingga Alias Wello terkait penyelesaian sengketa Pulau Berhala antara Kepri dengan Jambi.



Sebab, Alias-lah yang paling getol memperjuangkan Pulau Berhala dibandingkan Pemkab Lingga maupun Pemprov Kepri karena kecintaannya pada Lingga.

Penegasan itu disampaikan kuasa hukum Alias Wello, Syamsuddin (Syam) Daeng Rani di Jakarta, Minggu (24/2/2013).

Ia dimintai tanggapannya terkait pernyataan Edward Arfa, kuasa hukum Bupati Lingga Daria yang menyatakan, permohonan yang dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pulau Berhala adalah permohonan yang diajukan Pemkab Lingga, bukan Pemprov Kepri, bukan permohonan Pemprov Kepri seperti dijelaskan Gubernur Kepri HM Sani dan Wagub Kepri Soeryo Respationo.

Syam Daeng menilai, Edward tidak bisa mengklaim putusan Pulau Berhala bagian dari Lingga sebagai jerih payahnya atau jerih payah Pemkab Lingga pimpinan Bupati Daria. Ia menjelaskan, empat putusan yang dikeluarkan MK terkait sengketa Pulau Berhala pada dasarnya membatalkan penjelasan pasal 3 UU No.25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepri.

"Jadi kalau lihat rangkaian empat keputusan MK semua membatalkan penjelasan pasal 3 UU No.25 Tahun 2002. Jadi tidak bisa diklaim yang dikabulkan hanya permohonan yang diajukan mereka (Edward Arfa)," katanya.

Ia menegaskan, permohonan 32/PPU/X/2012 diajukan para pihak perorangan dari Jambi, serta permohonan 47/PPU-/X/2012 dan permohonan 48/PPU-/X/2012 yang diajukan Alias Wello, bukan ditolak tetapi tetapi tidak dapat diterima.

"Jadi ini terkait legal standing saja, karena dianggap bukan sebagai pihak yang secara langsung dirugikan sehingga tiga permohonan tidak dapat diterima. Kalau argumentasi hukumnya semua diterima, sehingga penjelasan pasal 3 UU dibatalkan," katanya.

Sehingga wajar apabila MK memutuskan mengabulkan permohonan  62/PPU-X/2012 yang diajukan Pemkab Lingga, karena dianggap sebagai satu-satunya pihak yang merasa dirugikan, sementara tiga permohonan lain bukan sebagai pihak secara langsung yang dirugikan.

"Lihat saja Hasan Basri Agus, Gubernur Jambi dan Zumi Zola, Bupati Tanjungjabung Timur, meski dia mengajukan permohonan tetapi permohonannya tidak dapat diterima karena mengajukannya atas nama individu atau perorangan secara bersama-sama, bukan mewakili pemerintah daerah. Kalau pak Alias masih Ketua DPRD Lingga, tentu permohonanya akan dikabulkan karena tidak akan mengajukan permohonan secara pribadi," tegasnya.

Menurut Syam Daeng Rani, Pemkab Lingga dan Pemprov Kepri seharusnya berterima kasih kepada Alias Wello, tanpa perjuangannya Pulau Berhala tidak akan menjadi milik Lingga, Kepri. "Pak Alias yang pertama menggugat ke Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi, baru diikuti yang lainnya. Ibaratnya mereka ketiban untung," katanya.

Ketika Mendagri Gamawan Fauzi mengeluarkan Permendagri 44 Tahun 2011 yang memberikan Pulau Berhala kepada Kabupaten Tanjungjabung Timur, Jambi, Alias kata Syam Daeng Rani, langsung mengajukan gugatan ke MA atas terbitnya Permendagri.

"Gugatan pertama kali atas Permendagri 44 diajukan Pak Alias, sementara Pemprov Kepri dan Lingga masih ribut-ribut mengenai siapa yang mengajukan gugatan, meskipun pada akhirnya mengajukan gugatan juga. Kemudian MA memutuskan Permendagri tersebut dibatalkan," katanya.

Bahkan ketika para pihak yang dimotori mantan Gubernur Jambi dan Bupati Tanjungjabung Timur Zumi Zola dkk mengajukan gugatan soal Berhala ke MK, lanjutnya, Pemkab Lingga enggan mengajukan gugatan ke MK. Karena kecintaannya kepada Lingga dan tidak ingin Pulau Berhala jatuh ke tangan Jambi, Alias kemudian mengajukan gugatan ke MK meskipun sejak awal legal standing atau kedudukan hukumnya tidak kuat.

"Sampai persidangan mau berakhirpun Pemkab Lingga belum mengajukan gugatan. MK kemudian memperpanjang rencana pembatasan putusan karena ada gugatan masuk dari Pemkab Lingga, dan pengucapan putusan baru dilakukan Jumat (20/2)," katanya.

Syam Daeng Rani menambahkan, yang perlu diketahui Pemkab Lingga dan kuasa hukumnya, Alias telah memasukkan dokumen sejarah Pulau Berhala dari jaman Pertugis, VOC, Kesultanan Riau Lingga, penjajahan Belanda, penjajahan Jepang hingga jaman kemeredekaan.

Dokumen tersebut berupa peta, manuskrip, film dan lain-lain dari perputakaan Leiden, Belanda, Arsip Perputakaan Nasional dan lain-lain

Dokumen tersebut ditemukan Alias dari seorang Sejahrawan Universitas Indonesia (UI) bernama Harto Juwono, yang telah melalukan penelusuran dokumen soal Lingga. Harto Juwono diminta melakukan penelitian mengenai sejarah kerajaan Indragiri, oleh Ketua Dewan Pembina Pimpinan Pusat Rumpun Melayu Bersatu (RMB) Susilowadi.

Dalam penelusurannya tersebut, dari Perpustakaan Nasional hingga Perpustakan Leiden Belanda, Harto menemukan sejarah mengenai Pulau Berhala.

"Dokumen sejarah Pulau Berhala yang dikasihkan pak Alias ini, menjadi salah satu pertimbangan dari Mahkamah Konstitusi untuk memberikan Pulau Berhala ke Lingga," katanya.

Editor : Surya