Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tak Terima Dipecat dan Direcall

Ketua F-PKB Tantang Gus Choi dan Lily Buka-bukaan
Oleh : Surya Irawan
Selasa | 22-03-2011 | 11:30 WIB

Jakarta, batamtoday - Ketua F-PKB DPR Marwan Ja’far menantang dua kader PKB yang baru saja dipecat,
Lily Wahid dan Effendy Choirie untuk buka-bukaan dari pada terus menyebar fitnah ke PKB. PKB sudah   bersabar terhadap ulah mereka sehingga sehingga dengan pertimbangan daripada nama baik partai yang terus dicemarkan, maka tidak ada jalan lain selain memecat keduanya.

“Partai mana yang mau terus dan tahan dirongrong kadernya sendiri. Sebelum memecat keduanya, kita sudah melakukan berbagai upaya mediasi dan membujuk keduanya untuk sadar, yang tidak ditanggapi sampai SK pemecatan pun terpaksa dikeluarkan. Mereka sudah diberi surat peringatan beberapa kali, dan menuntut kami ke pengadilan,  masa mau terus didiamkan,” kata Marwan Jafar di Jakarta, kemarin.

Menurut Marwan, mereka  tidak pernah menghadiri rapat DPP PKB selama 1,5 tahun tanpa alasan yang jelas. Upaya mediasi, kata Marwan, telah dilakukan termasuk menawarkan posisi di pengurusan partai, namun tidak mendapatkan sambutan dari keduanya. 

“Kami juga sudah bentuk tim fasilitator yang diketuai Ali Maschan Moesa, dan Muhaimin pun selaku ketua umum juga turun tangan menawarkan berbagai hal kepada keduanya, tapi tetap tidak berhasil. Mereka pada akhirnya pasrah tidak mungkin lagi bisa membela Lily dan Pendi (Effendy Choirie, red). Dewan Syuro mengatakan keduanya bukan sudah miliki kita lagi tapi sudah milik orang lain,” katanya.

Menanggapi mengenai permintaan partai lain agar Gus Choi dan Lily bergabung dengan partai mereka, lanjut Marwan, PKB mempersilahkan keduanya bergabung dengan partai lain karena sudah dipecat dan di recall. "Silahkan saja, jika memang sudah menganggap tidak ada kesamaan lagi dengan ideologi PKB. Keluarnya mereka tidak akan berpengaruh pada konstituen PKB, memangnya masyarakat memilih mereka," katanya. 

Marwan menegaskan, Gus Choi dan Lily menjadi anggota DPR karena menggunakan kendaraan politik PKB, bukan dipilih rakyat secara langsung. Sebab, lolosnya PKB ke DPR pada Pemilu 2009 lalu karena lolos PT dimana para calegnya melampui BPP. Mereka saja tidak bisa masuk DPR jika partainya tidak
lolos PT, dan perlu diketahui suara keduanya tidak signifikan.

“Pendi itu dapat suara hanya 40 ribu dari BPP (bilangan pembagi pemilih) 250 ribu, sementara Lily Wahid sama sekali tidak bekerja untuk kemenangan dirinya. Suara dia dapatkan dari bupati-bupati PKB yang
bekerja. Lily sendiri berada di Jepang selama 3 bulan saat kampanye yang bisa dilihat dari paspornya untuk mengurus urusan yang katanya dana revolusi. Dia sama sekali tidak bekerja untuk kemenangannya. Jadi jangan seolah-olah mereka mendapatkan suara sehingga berhak menjadi anggota tanpa PKB. Memangnya mereka bisa mencalonkan jika tidak karena PKB,” katanya.


Mengenai Lily, Marwan menceritakan bahwa pada awalnya Lily menyurati Dewan Syura PKB agar bisa dicalonkan menjadi cawapres SBY. Lily bahkan sempat melobi ketua-ketua wilayah PKB ketika diadakan Rapimnas untuk menentukan dukungan pada SBY. Namun hal itu tentunya ditolak oleh ketua-ketua wilayah, meskipun Ketua Umum memberikan kesempatan agar surat Lily tersebut dibacakan saat rapimnas.

“Waktu kita rapimnas menentukan ke SBY,dia loby karena ingin menjadi cawapres SBY. Setelah ditolak oleh ketua-ketua wilayah,dia hubungi Prabowo  dan menyatakan keluar dari Gerakan Pro SBY (GPS) dimana dia salah satu  pendirinya. Dia bahkan berusaha menyogok ketua-ketua wilayah Rp 300 juta  per orang asal memberikan dukungan pada Prabowo,” katanya.

Setelah itu, Lily Wahid kembali masuk ke GPS yang bisa dilihat ketika SBY-Boediono deklarasi di Bandung dia menggunakan baju GPS dan bukan PKB. ”Dia ingin jadi mentri agama dan setelah semua cita-citanya gagal giliran posisi ketua umum PKB yang ingin diambilnya. Dia ingin jadi ketum dan menggunakan alasan rekonsiliasi, dia pun berupaya mengundang semua unsur PKB Yeny dan PKNU untuk bersatu. Niatnya untuk mengambil alih. Jadi  berbagai langkahnya bukan sekedar sakit tapi sudah gendeng (gila, red),” katanya.

Marwan menambahkan, Lily  tidak akan mungkin bergabung dengan PKB kubu Yeny Wahid yang juga merupakan keponakannya, karena keduanya sudah lama tidak akur. "Jadi tidak mungkin mereka bersatu. Orientasi Lily tidak jelas, tidak paham sosio politik, sosio cultural dan  antropologi politik,” katanya.

Sedangkan mengenai Gus Choi,  Marwan menegaskan, Gus Choi selalu mengambil sikap berbeda dengan kader lainnya dan kerap menentang keputusan PKB.  ”Sebelum Pemilu 2009 dia pun diupayakan berdamai dengan diizinkannya ikut pemilu legislatif melalui PKB. Pendi juga pernah ditawari jadi bupati atau Dubes, tetapi dia selalu beralasan bahwa kepentingannya adalah membela rakyat dan membela Gus Dur.
 
"Gus Dur dulu itu sempat membubarkan Golkar, kok sekarang yang dia bela malah Golkar.Jadi daripada jadi kerikil terus lebih baik kita keluarkan saja,” katanya. 

Bahkan dalam kasus semburan Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Gus Choi kata Marwan, justru lebih banyak membela kepentingan Aburizal Bakrie di Lapindo ketimbang membela konstituen PKB yang banyak dirugikan oleh bencana tersebut. 

”Ada catatan risalah berbagai rapat mengenai Lapindo dan keputusan F-PKB yang mendukung digelontorkannya dana total sebesar Rp 10 triliun lebih. Meskipun yang mendapatkan dana Lapindo adalah Yeni Wahid dan Sigit, namun keputusannya  sebagai ketua fraksi mendukung Lapindo tentunya menyakitkan konstituen kami,” katanya.