Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tak Loloskan PKPI, Anggota KPU Bisa Dipecat dan Dipidanakan
Oleh : si
Selasa | 12-02-2013 | 13:22 WIB
habiburokhman-1.jpg Honda-Batam
Juru Bicara SPR Habiburokhman SH MH.

JAKARTA, batamtoday - Serikat Pengacara Rakyat (SPR) menilai penolakan KPU atas putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang mengabulkan permohonan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) merupakan salah satu tragedi pencederaan demokrasi terbesar sepanjang sejarah reformasi.


"Hak PKPI untuk dapat menjadi peserta dalam Pemilu 2014, dicabut secara sewenang-wenang oleh KPU dengan melakukan penolakan untuk menindaklanjuti putusan Bawaslu yang sudah berkekuatan hukum. Dalam kasus ini, yang dirugikan oleh sikap KPU bukan hanya PKPI, namun seluruh bangsa Indonesia karena rangkaian pelaksanaan Pemilu 2014 menjadi tidak demokratis," ujar Juru Bicara SPR Habiburokhman SH MH melalui siaran persnya di Jakarta, Selasa (12/2/2013).

Habib, begitu ia akrab disapa, menambahkan, sikap KPU yang menolak putusan Bawaslu jelas merupakan pelanggaran dan bahkan cenderung pelecehan hukum dan peraturan perundang-undangan.

Dijelaskan, pasal 258 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD secara tegas mengatur bahwa Bawaslu berwenang menyelesaikan sengketa Pemilu. Lalu Pasal 259 ayat 2 mengatur bahwa sengketa Pemilu yang berkaitan dengan verifikasi partai politik peserta Pemilu diselesaikan terlebih dahulu di Bawaslu.

Menurutnya, konsekwensi dari kedua pasal tersebut suka atau tidak suka, KPU harus menindaklanjuti keputusan Bawaslu tentang sengketa Pemilu. Bahkan, UU tidak memperkenankan KPU mengajukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) terhadap keputusan Bawaslu tersebut karena pasal 259 ayat (3) mengatur hanya pihak yang merasa dirugikan oleh KPU saja yang bisa mengajukan gugatan ke PTTUN.

"Anehnya, Ketua KPU mempersilahkan PKPI mengajukan banding ke PTTUN jika tidak puas dengan sikap KPU. Menurut kami ini adalah lawakan yang sangat tidak lucu," kata Habib.

"Bagaimana mungkin PKPI mengajukan banding sementara putusan Bawaslu justru memenanggkan PKPI dan mengabulkan permohonan PKPI secara keseluruhan. Di seluruh dunia, pihak yang melakukan upaya hukum banding adalah pihak yang kalah dan bukan pihak yang menang secara mutlak," tambahnya.

Sebagai pihak dalam sengketa di Bawaslu, lanjut juru bicara SPR ini, KPU harus patuh pada putusan karena dalam persidangan di Bawaslu KPU sudah diberi keleluasaan untuk melakukan pembelaan diri dan menyampaikan pendapat, bukti-bukti dan menghadirkan saksi-saksi serta ahli.

Pembangkangan KPU terhadap putusan Bawaslu ini, katanya, dapat berakibat sanksi pemecatan dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena sikap tersebut melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu.

"Selain itu, sikap KPU tersebut dapat berakibat sanksi pidana terhadap anggota KPU karena patut diduga telah menghalangi hak pilih orang lain, yang berdasarkan pasal 292 UU Nomor 8 Tahun 2012 dapat dipidana paling lama 2 tahun penjara," tutur Habib lagi.

Dalam kasus PKPI, orang yang berpotensi terhalangi hak pilihnya adalah anggota dan konstituen PKPI yang tidak bisa memilih PKPI pada Pemilu 2014 mendatang karena sikap KPU tersebut. Disisi lain, Bawaslu sebagai institusi yang mengeluarkan putusan tersebut tidak boleh lepas tangan begitu saja. "Bawaslu harus memastikan putusan yang mereka buat dilaksanakan oleh KPU," tandasnya.

Perlu digaris-bawahi, bahwa lembaga penyelesaian sengketa Pemilu di tingkat Bawaslu sengaja diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 agar dapat mengakomodir seluruh protes dan ketidakpuasan terkait penyelenggaraan Pemilu dalam rezim hukum Pemilu.

"Protes dan ketidakpuasan yang tidak tersalurkan secara hukum adalah pemicu konflik sosial dan politik," ujarnya.

Sukses tidaknya pelaksanaan Pemilu 2014, kata Habiburokhman, tergantung pada selesai tidaknya kasus PKPI ini dengan baik dan demokratis. Jika KPU sebagai penyelenggara pemilu saja tidak patuh pada hukum, maka pihak lain mungkin juga akan melakukan hal yang sama.