Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Akindo Berharap Tak Ada Monopoli Perniagaan Kedelai Nasional
Oleh : si
Senin | 11-02-2013 | 17:00 WIB
Andre Vincent Wenas.jpg Honda-Batam

Andre Vincent Wenas, Sekjen Akindo

JAKARTA, batamtoday - Belajar dari parahnya inefisiensi ekonomi yang terjadi selama masa orde baru, skema monopolistik (sebagai importir maupun distributor tunggal) senantiasa mengundang terjadinya praktek-praktek kolusi dan korupsi.



Sekjen Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo), Andre Vincent Wenas mengatakan, tujuan utama diterapkannya tataniaga kedelai yaitu agar produktivitas petani kedelai lokal meningkat.

Di sisi lain, agar para pengrajin tempe-tahu bisa memperoleh bahan baku kedelai dengan harga yang relatif stabil, maka mesti dipastikan tidak ada lagi skema monopolistik dalam perniagaan kedelai.

Andre menduga, mereka yang mendorong-dorong agar praktek monopolistik terjadi lagi ini adalah mereka-mereka yang jaman dulu malah ikut menikmati hasil dari praktek kolusi dan korupsi itu.

“Ini adalah dugaan saja, namun perlu juga disikapi secara kritis,” ujar Andre dalam rilisnya di Jakarta, Senin  (11/02/13).

Andre menegaskan, regulator juga perlu mengantisipasi kendala penerapan tataniaga yang berupa penyerapan produksi kedelai lokal oleh para IT (importir terdaftar).

Menurutnya, perlu dipastikan, data produksi kedelai nasional adalah data yang faktual dan akurat. Selama ini, para anggota Koperasi Pengrajin Tempe-tahu Indonesia (Kopti) mengaku kesulitan mendapatkan kedelai lokal.

“Jika betul data yang disampaikan oleh Kementerian Pertanian bahwa produksi lokal itu sekitar 700-800 ribu ton, maka dengan kedelai impor sebesar 1,7 – 1,8 juta ton, mestinya di pasaran terdapat setiap dua karung kedelai impor ada satu karung kedelai lokal,” ungkapnya.

Namun kenyataannya, lanjut Andre, tidak demikian. Para pengrajin (yang diwakili Kopti) meragukan akurasi data produksi kedelai nasional.

Ada dugaan, produksi kedelai lokal sebenarnya tidaklah mencapai 700-800 ribu ton, tapi cuma setengahnya (400 ribuan ton), bahkan tidak sampai 200 ribu ton.

Jika dugaan ini betul, rencana penyerapan kedelai lokal yang dikaitkan kuota impor kedelai bagi para IT bakal mengalami kendala yang cukup serius.

“Ini khan mesti diantisipasi rencana kontingensinya,” tegas Andre.

Lebih lanjut Andre mengatakan, Akindo siap mendukung rencana pemerintah meningkatkan produktivitas petani kedelai lokal. Akindo juga siap mendukung stabilitas harga jual kepada pengrajin tempe-tahu yang kebanyakan berskala kecil dan menengah (IKM).

“Saat ini Akindo menjalankan program meningkatkan mutu olah pengrajin tempe-tahu, agar produk-produk olahannya tidak lagi dipersepsi sebagai barang murahan, tetapi menjadi produk yang bergengsi, bergizi tinggi dan punya nilai tambah ekonomis,” pungkas Andre Vincent Wenas, Sekjen Akindo.