Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Orang Miskin di Batam Dilarang Sakit

Penderita Lumpuh Layu Dua Tahun Berharap Keajaiban
Oleh : Hendra Zaimi
Sabtu | 19-03-2011 | 16:31 WIB
Lumpuh-Layu.gif Honda-Batam

Berharap Keajaiban - Vera Susanti (18) tergolek lemah di atas kasur akibat lumpuh layu yang dideritanya dalam dua tahun terakhir ini. (Foto: Hendra Zaimi)

Batam, batamtoday - Suasana rumah yang terdapat permukiman liar Sei Tering, Tanjung Sengkuang, siang itu terlihat cukup sepi karena ditinggalkan penghuninya untuk beraktivitas. Hanya beberapa rumah saja yang masih terlihat ada penghuninya, termasuk sebuah rumah yang berada di pinggir permukiman itu.

Sebuah rumah kayu berukuran 6x8 meter milik keluarga Ar-Rahman yang ditinggali bersama dengan seorang istri dan empat anaknya itu juga terlihat sepi. Sepi secara fisik, namun batin mereka bergejolak.

Bagaimana tidak, gejolak batin itu muncul setelah Vera Susanti (18),  anak ketiga Ar-Rahman, yang selama ini turut membantu tegaknya tiang ekonomi keluarga, harus tergolek lemah di atas kasur tipis nan usang akibat lumpuh layu yang dideritanya.

"Anak saya sudah dua tahun ini lumpuh, dan segala aktivitas pribadinya harus dilakukan di atas kasur ini," kata Halimah, sang ibunda Vera, dengan mata menerawang sambil berkaca-kaca kepada batamtoday, Sabtu, 19 Maret 2011.

Halimah menceritakan, Vera sebelum jatuh sakit merupakan gadis periang yang tumbuh secara normal seperti kebanyakan gadis usia sebayanya. Namun, Vera memiliki kelebihan dengan pola hidupnya yang rajin serta mau membantu orang tua dengan bekerja di sebuah perusahaan yang ada di kawasan Batam Center.

Namun, niat mulia Vera yang ingin meringankan beban hidup orang tuanya terpaksa kandas setelah dirinya tiba-tiba pingsan saat bekerja dan langsung dilarikan oleh perusahaan menuju Rumah Sakit Otorita Batam (RSOB) di Sekupang.

"Kata dokter yang menanganinya, dia (Vera-red) menderita penyakit tifus. Akibat kondisi tubuh yang terlalu panas sampai-sampai anak saya itu tidak sadarkan diri (koma) selama tiga bulan," kata Halimah.

Halimah menambahkan, selama perawatan di RSOB segala biaya yang timbul ditanggung oleh perusahaan, mulai dari biaya perawatan, operasi sampai dengan obat-obatan.

Namun selama perawatan itu, penyakit yang diderita korban tidak kunjung membaik dan timbul penyakit baru, yakni bagian bokong Vera mengalami pembusukan akibat terlalu lama terbaring akibat menjalani perawatan di rumah sakit. Vera akhirnya dioperasi oleh dokter RSOB untuk mengambil daging yang membusuk itu dan semuanya ditanggung perusahaan.

"Itulah tanggungan terakhir yang dibayar perusahaan, karena tidak ada Jamsosteknya lagi keluarga akhirnya membawa Vera kembali ke rumah untuk rawat jalan," terangnya.

Pilihan untuk melakukan rawat jalan diambil lantaran ketidakmampuan keluarga Ar-rahman dalam soal biaya pengobatan. Vera akhirnya harus dirawat seadanya dan semampunya dalam kurun waktu dua tahun terakhir ini dengan asupan obat ala kadarnya sekedar untuk mengurangi rasa sakit yang dideritanya akibat pembusukan yang terus terjadi di bagian bokongnya.

Halimah mengaku selama dua tahun ini pula dirinya bersama dengan keluarga tidak mengetahui penyakit apa yang diderita oleh salah satu anak perempuannya itu.

Pelayanan dengan Sentimen Kelas

Seorang dokter yang tak disebutkan namanya oleh Halimah, pernah menyarankan agar Vera kembali dioperasi untuk kedua kalinya guna menambal daging yang pernah diangkat karena membusuk. Namun keterbatasan biaya membuat operasi kali kedua itu tak kunjung dilakukan.

"Biaya operasi itu berkisar 4,5 hingga 5 juta rupiah. Sedangkan kami sudah tidak punya uang lagi malah hutang menumpuk di mana-mana," lanjutnya.

Arif, kakak Vera, membenarkan pernyataan ibunya. Menurutnya, seharusnya sejak pengobatan awal adik perempuannya itu ditangani oleh dokter spesialis. Namun, akibat penanganan medis yang seadanya akhirnya Vera harus rela mengalami kelumpuhan dari bagian pinggul hingga kaki.

"Sejak keluar dari rumah sakit, kondisi Vera semakin memburuk. Selain menderita lumpuh layu, terkadang Vera sering mengalami kejang-kejang hingga raut wajah membiru," kata pria yang sehari-hari bekerja sebagai pencari barang bekas ini.

Pihak keluarga sebenarnya pernah mengajukan agar Vera mendapatkan perawatan di RSOB melalui Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Namun pihak RSOB menyatakan tidak lagi melayani program SKTM, dan sekarang ada di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Batam. Pihak RSOB juga menyarankan untuk mendapatkan perawatan di sana.

Keluarga Ar-Rahman akhirnya membawa Vera menuju RSUD Batam dengan harapan akan berdampak pada kesembuhan. Namun bukannya kesembuhan yang didapat, melainkan penyakit yang diderita Vera semakin parah akibat perawatan asal-asalan dari RSUD Batam.

"Vera malah makin parah disana, mentang-mentang kita pasien yang gunakan SKTM seenaknya saja RSUD memberikan perawatan yang asal-asalan," kata Arif.

Pihak keluarga, lanjut Arif, akhirnya memutuskan untuk membawa Vera pulang ke rumah dengan pertimbangan lebih baik dirawat sendiri daripada dirawat di RSUD secara asal-asalan.

Sementara itu, Vera ketika ditanya wartawan mengenai apa yang dideritanya selama ini mengatakan, dirinya ingin sekali cepat sembuh dan bisa kembali normal seperti orang lainnya dan merasa sudah bosan atas penderitaan yang dialaminya ini selama hampir dua tahun.

"Saya ingin cepat sembuh bang, sudah tidak tahan lagi menanggung derita ini," kata Vera sambil singkat sambil menitikkan air matanya.

Keluarga Vera melalui ibunya Halimah mengharapkan sekali bantuan, baik itu dari pemerintah, swasta, pribadi maupun golongan yang mau menyisihkan dananya untuk membantu membiayai operasi dan perawatan terhadap Vera, sehingga anaknya itu cepat sembuh dari penyakit yang dideritanya itu.

"Kami mohon kepada pemerintah atau siapa saja untuk dapat membantu operasi Vera, karena kami tidak sanggup lagi melihat penderitaanya dan sudah tidak mempunyai biaya lagi," kata Halimah sambil berharap keajaiban kesembuhan singgah pada diri Vera.

Sungguh ironis, disaat pertumbuhan ekonomi Batam mencapai lebih dari tujuh persen dan alokasi anggaran kesehatan dalam APBD Batam mencapai 10 persen namun penanganan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin masih dipandang sebelah mata.

Mungkin, benar pomeo mengatakan "Orang Miskin Dilarang Sakit" yang sering dibaca maupun dilihat sebagai 'peringatan' kepada masyarakat miskin agar jangan sakit karena memang realitanya 'sentimen kelas' masih dipegang oleh para pelayan kesehatan masyarakat di negeri ini, termasuk Kota Batam.