Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Terkait Kecelakaan Instalasi Nuklir Fukushima

BATAN: Jangan Bicara Soal Nuklir Jika Tidak Mengerti
Oleh : Dodo
Rabu | 16-03-2011 | 17:57 WIB
PLTN_Fukushima.jpg Honda-Batam

PLTN Fukushima

Batam, Batamtoday - Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) merasa perlu angkat bicara soal gempa dan tsunami yang terjadi di Sendai, Jepang, Jumat 11 Maret 2011, khususnyat terkait kecelakaan di PLTN di kawasan Fukushima, karena dalam pantauan BATAN banyak pemberitaan mengenai kecelakaan di instalasi nuklir tersebut yang merujuk pada nara sumber yang tidak kredibel sehingga menimbulkan penafsiran dan pemahaman yang salah atas instalasi nuklir pada masyarakat.

BATAN melalui rilisnya yang diterima batamtoday Rabu 16 Maret yang ditandatangani Ferhat Aziz Kepala Biro Kerjasama, Hukum, dan Hubungan Masyarakat BATAN, menganjurkan agar pemberitaan soal kecelakaan instalasi nuklir di Fukushima merujuk pada nara sumber yang kredibel atau dari lembaga resmi untuk menghindari penafsiran dan pemahaman terhadap suatu kejadian dalam instalasi nuklir.

Mengenai kecelakaan PLTN Fukushima unit I, akibat gempa dan tsunami, BATAN menjelaskan,
semua PLTN yang beroperasi di kawasan Fukushima dan sekitarnya langsung padam otomatis setelah sistem sensor mendeteksi kekuatan gempa yang melebihi ambang yang ditetapkan (SSE, Safe Shutdown Earthquake). Walau sudah padam, teras reaktor harus tetap didinginkan karena panas sisa (decay heat). Karena sistem listrik off-site juga padam akibat gempa, pendinginan dilakukan otomatis oleh genset. Genset ini kemudian mati akibat tsunami, sehingga pendinginan dilakukan dengan baterei yang hanya kuat bertahan 8 jam hingga datang genset pengganti.

Menurut BATAN, PLTN Fukushima Daichi unit 1 dan unit 3 yang bermasalah merupakan PLTN generasi awal yang dioperasikan di Jepang yang mendekati akhir masa baktinya sehingga tidak memiliki Ragam Keselamatan (Safety Feature) selengkap generasi berikutnya. Kejadian gempa diikuti dengan tsunami yang sedemikian besar tidak terdapat dalam Design Basic Accident yang harus dihadapi PLTN tersebut.

Hasil panatauan BATAN, penyebab utama dari kejadian adalah berhentinya sistem pendinginan darurat (emergency cooling system) setelah satu jam beroperasi dan diduga disebabkan karena imbas tsunami. Pendinginan yang terhenti ini mengakibatkan akumulasi panas yang akhirnya mengakibatkan adanya bahan bakar yang tidak tertutup air sehingga menghasilkan gas H2 dari reaksi kelongsong (cladding) dari bahan Zirkonium dengan uap air pada suhu tinggi. Saat mendekati batas maksimum, kandungan uap air dan gas H2 itu dilepas ke ruang kontainmen luas di sisi atas bangunan pengungkung reaktor. Gas H2 ini karena suatu pemicu bereaksi dengan Oksigen yang menimbulkan ledakan.

Ledakan gas H2 di ruang kontainmen/pengungkung luar tidak merusakkan bagian dalam pengungkung utama, sehingga hanya sebagian zat radioaktif yang ikut lolos saat pelepasan gas H2 yang kemudian terlepas ke lingkungan. Menurut otoritas Jepang, tingkat radiasi yang lolos sangat kecil karena sebagian besar zat radioaktif masih di dalam bejana pengungkung teras reaktor bersama dengan bahan bakar.

Dengan pendinginan air laut (ditambah asam borat sebagai penyerap neutron) pada bagian luar reaktor maka kondisi pemanasan karena decay heat dapat diatasi. Tindak lanjut masih harus dilakukan untuk menangani bahan bakar dalam reaktor dan zat radioaktif yang terdapat di dalamnya.

Kejadian seperti PLTN Fukushima Daichi unit1 dan unit 3 tidak terjadi di tempat lain karena beberapa hal, antara lain: unit PLTN lain masih dibangun dengan ragam keselamatan yang lebih baik (reaktor lebih baru), tidak diterjang tsunami karena lebih tinggi (Onagawa) dan getaran gempa yang sampai ke sana tidak terlalu besar serta tidak diikuti tsunami.

Kecelakaan PLTN Fukushima unit 1 dikategorikan sebagai skala 4 dalam INES (International Nuclear Event Scale) yang artinya kecelakaan tanpa resiko signifikan di luar kawasan.