Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

FPI: Teror Bom Ancam Demokrasi Indonesia
Oleh : Andri Arianto/TN
Rabu | 16-03-2011 | 17:16 WIB

Batam, Batamtoday - Teror Bom di Komunitas Utan Kayu yang ditujukan kepada Ulil Abshar Abdalla, sebagai salah satu pembela hak-hak minoritas, merupakan bentuk-bentuk terkeji pembungkaman terhadap perjuangan HAM dan keberagaman di Indonesia.

Ledakan bom pada Selasa 15 Maret 2011 telah menyebabkan seorang warga dan 3 anggota aparat keamanan cidera, bahkan ada yang menjadi cacat seumur hidup.

Tindakan teror bom seperti ini jelas menjadi ancaman sangat serius bagi penegakan hukum dan proses demokratisasi di Indonesia yang disebabkan lemahnya respon pemerintah terhadap aksi-aksi kekerasan atas nama agama. Tindakan itu juga mengoyak ikatan dan tatanan negara-bangsa Indonesia yang mengedepankan peri-kemanusiaan, peri-keadilan, dan penghormatan pada kebhinekaan.

Demikian disampaikan Forum Pluralisme Indonesia (FPI) dalam rilisnya kepada batamtoday Rabu 16 Maret 2011.

FPI terdiri dari Kontras, Komnas Perempuan, Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI), LSAF, Imparsial, LBH Jakarta, YLBHI, HRWG, ICRP, The Wahid Institute, Yayasan Paramadina, Jaringan Islam Liberal, Masyarakat Transparansi Indonesia, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), Poros Wartawan Jakarta (PWJ), LBH Pers, Komunitas Indonesia untuk Keadilan Kesetaraan (KIAS), Tim Pembela Kebebasan Beragama (TPKB), MADIA, Interfidei, PBHI Jakarta dan Ut Omnes Unum Sint Institute

FPI menilai, ketika teror dan tindak kekerasan atas nama agama cenderung meningkat mengebiri kebhinekaan di tanah air, pemerintah sama sekali tidak mengambil kebijakan  tegas sesuai amanat konstitusi. Sebaliknya, pemerintah membiarkan para pelaku pelanggar hukum semakin mendapat angin karena pemerintah malah menerbitkan aturan-aturan yang menyudutkan kelompok minoritas dan kebijakannya jauh dari melindungi para korban.

Dalam kondisi inilah, FPI melihat, intimidasi diarahkan kepada para pembela HAM, khususnya mereka yang menyuarakan kebebasan berpikir, berekspresi sesuai hati nurani, kebebasan beragama dan kebhinnekaan. Sebelumnya telah ada ancaman pembunuhan, penyegelan kantor, kriminalisasi, stigmatisasi dan khususnya kepada perempuan pembela HAM intimidasi dalam bentuk serangan seksual, secara verbal maupun fisik dan pada dua hari yang lalu, Senin 14 Maret 2011, data-data dicuri dari kantor Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI).

Semua intimidasi ini, menurut FPI, mengingatkan kita, bangsa Indonesia, pada cara-cara di masa lalu dari sebuah rezim otoriter untuk membungkam warga bangsa yang memperjuangkan keadilan. Cara-cara ini tidak berhasil di masa lalu dan juga tidak akan membungkam kami, warga bangsa Indonesia, di masa kini dan masa yang akan datang.

FPI meyakini bahwa memperjuangkan hak-hak konstitusional warga negara dan merawat kebhinekaan adalah bagian tak terpisahkan dari langkah mewujudkan cita-cita Indonesia menjadi bangsa yang merdeka,bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Terkait teror bom di komunitas Utan Kayu, FPI menyatakan mengecam tindakan kekerasan dalam bentuk teror bom dan apapun yang dapat mengancam rasa aman setiap warga negara. Serangan bom ini adalah sebagai bentuk teror terhadap kebebasan berpikir dan kebebasan berekspresi khususnya pada isu-isu pluralisme. Serangan ini juga secara tidak langsung ditujukan kepada pers, dimana pers sebagai pilar keempat demokrasi di negeri ini dianggap sebagai penghalang bagi sekelompok orang yang berupaya memaksakan kehendak mereka.

FPI mendesak Kepala Kepolisian RI untuk mengusut tuntas motif  dan memprosesnya sesuai hukum kepada pelaku dan perencana pengiriman bom di Komunitas Utan Kayu dan pencurian data di ANBTI serta berbagai bentuk intimidasi lainnya kepada para pembela HAM.

FPi juga mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memerintahkan bawahannya untuk menghentikan dan membatalkan Perda-perda diskriminatif yang mengancam kebhinekaan, mengingat aturan-aturan tersebut telah menjadi alat legitimasi tindakan kekerasan oleh banyak pihak.

FPI mengingatkan kepada para penyelenggara negara untuk menjunjung tinggi HAM dan demokrasi dalam upaya penanganan segala bentuk tindakan kekerasan dan teror.