Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Libatkan Anggota Legislatif dan Perbankan

PPATK Temukan 108.145 Transaksi Mencurigakan Sepanjang 2012
Oleh : si
Rabu | 02-01-2013 | 18:55 WIB
Muhammad_Yusuf.jpg Honda-Batam

Muhammad Yusuf, Kepala PPATK

JAKARTA, batamtoday - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merilis ada 108.145 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) sepanjang tahun 2012.



Akibat adanya transaksi keuangan mencurigakan itu, negara diduga mengalami kerugian mencapai ratusan triliun.

Kepala PPATK Muhammad Yusuf menjelaskan, LTKM itu berdasarkan laporan dari 381 Penyedia Jasa Keuangan (PJK) yang masuk kepada PPATK dalam kurun waktu satu tahun.

"LTKM tersebut umumnya masih berdasarkan laporan dari PJK Bank sebesar 54,5 persen. Itu kan dari laporan PJK, masih banyak mungkin yang tidak lapor. Jadi, saya rasa melebihi angka itu iya," ujar Muhammad Yusuf dalam Refleksi Akhir Tahun 2012 PPATK di Kantor PPATK, Jakarta, Rabu (2/1/2012).

Sedangkan 45,5 persen selebihnya berasal dari PJK Non-bank.  Sementara itu, dari total ratusan ribu penemuan LTKM, PPATK mencatat ada total indikasi kerugian sebesar Rp100 triliun.

"Jadi, dari total sebesar itu, ada indikasi kerugian hingga Rp 100 triliun, ini berdasarkan hasil laporan PJK dan analisis PPATK," katanya.

Kepala PPATK menegaskan, LTKM sepanjang 2012 banyak melibatkan anggota legislatif periode 2009-2014 dalam   melakukan tindak pidana korupsi (tipikor), dan pencucian uang.
 
"Berdasarkan hasil rist tipologo PPATK semester II 2012. Periode jabatan anggota legislatif sejak 1999, berdasarkan hasil analisis ditemukan yang terbanyak terindikasi tindak pidana korupsi adalah periode 2009 hingga 2014, yaitu sebesar 42,71 persen," ungkapnya.

Menurut Yusuf, anggota legislatif cenderung lebih tinggi melakukan dugaan korupsi ketimbang mereka yang bekerja di komisi legislatif.

"Indikasi korupsi dilakukan anggota legislatif persentasenya sebesar 69,7 persen, sedangkan komisi legislatif sebesar 10,4 persen," katanya.

Sedangkan anggota legislatif periode 2001-2004 dinilai paling sedikit terindikasi melakukan korupsi  dengan persentase 1,04 persen.

Rata-rata usia anggota legislatif yang dinilai berani korupsi adalah di atas 40 tahun, dengan persentase Rp 63,5 persen, sementara terbesar kedua  usia antara 30 hingga 40 tahun.

"Anggota legislatif yang diduga korupsi umumnya berhubungan dengan pihak luar, paling banyak dengan pihak swasta dengan persentase 37,0 persen, Anak 8,7 persen dan PNS 8 persen," katanya.

Praktik tipikor dan pencucian uang itu, lanjutnya, mendapat dukungan bank yang menjadi penyedia jasa keuangan. 

Bank memiliki persentase tinggi yakni 62,5 persen jauh di atas asuransi dan sekuritas yang hanya 35,4 persen dalam keterlibatan PJK dugaan korupsi dilakukan oleh anggota dewan.

"Keterlibatan PJK dalam dugaan tindak pidana korupsi di anggota legislatif 62,5 persen melibatkan PJK bank, sedangkan 35,4 persen melibatkan PJK dari asuransi dan sekuritas," papar Yusuf. 

Pada umumnya anggota legislatif yang terindikasi korupsi menggunakan rekening rupiah, tunai, dan polis asuransi.

Dia menambahkan sejak Januari 2003 hingga Juni 2012 PPATK menemukan 35 modus yang digunakan anggota legislatif saat mmelakukan korupsi.

"Ada pun modus yang paling dominan digunakan adalah transaksi tunai yaitu penarikan sebanyak 15,59 persen dan setoran tunai sebanyak 12,66 persen," katanya.