Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Razia Tas KW, Penjual dan Konsumen Jadi Korban

Mabes Polri Dinilai Kejar Setoran
Oleh : ron/dd
Sabtu | 22-12-2012 | 12:43 WIB
uba-ingan-sigalingging.gif Honda-Batam
Uba Ingan Sigalingging, ketua LSM Gebrak.

BATAM, batamtoday - Gencarnya Mabes Polri melakukan razia terhadap tas tiruan alias KW di Batam dinilai oleh Uba Ingan Sigalingging, ketua LSM Gebrak Kepri sebagai tindakan kejar setoran atau short time.

Dikatakan oleh Uba kepada batamtoday, Mabes Polri menggunakan pola-pola yang tidak memiliki kepastian hukum. Seperti razia mobil mewah tempo hari terkesan mengejar setoran karena penertiban hukum yang dilakukan institusi Polri seharusnya tidak razia bersifat parsial.

"Kalau seperti ini memaksa kita sebagai masyarakat berpikir Polisi cari setoran," tegas Uba, Sabtu (22/12/2012).

Uba memaparkan bahwa praktek penjualan perdagangan tas KW sudah terjadi secara terbuka. Dan kondisinya di Batam saat ini bukan hanya tas yang KW akan tetapi hampir semua produk seperti jam, handphone dan komputer/laprop.

"Tentu Polri sebagai institusi melakukan razia tingkat kebijakan. Seperti ingin mengutip pajak preman, tidak ada transparansi terkait proses hukum," terangnya.

Belajar dari razia mobil mewah dan handphone misalnya, tidak ada tindak lanjut. Seharusnya Mabes Polri merazia narkoba maupun penyelundupan minyak di laut.

"Justru Mabes Polri menghindar dari situ. Kita tidak melihat langkah-langkah pencegahan Mabes Polri. Kalau Mabes Polri mau seharusnya merazia narkoba atau minyak," ungkapnya.

Dengan demikian, dengan adanya razia tas KW tersebut maka pedagang dan konsumen yang jadi korban. Yang dikhawatirkan oleh masyarakat, apabila dilakukan razia pakai sepatu KW tentu masyarakat akan ketakutan untuk pakai sepatu.

"Penjual juga adalah korban dari praktek-praktek bisnis yang ilegal sama seperti konsumen juga. Yang harus disadari, banyak istri-istri pejabat pusat yang belanja dan membeli tas itu kalau kunjungan ke Batam," kata Uba.

Sementara, Peris Tamba, pengamat ekonomi di Batam dan direktur Ises (Institut Sosial Ekonomi Study) mengatakan kalau dirinya sebagai warga Batam merasa prihatin dengan razia tas KW tersebut. Pasalnya,  kondisi Batam hampir 10 tahun mengalami perekonomian yang kurang dinamis.

"Bisa lihat lesunya hampir seluruh sektor ekonomi. Dengan adanya razia tas KW tersebut maka akan semakin meredupkan perekonomian di Batam. Iklim usaha mikro akan tertekan," ungkap Peris.

Dengan hal ini bisa dilihat terjadinya ketidakpastian hukum serta lemahnya pemerintah untuk terhadap sektor-sektor ekonomi rakyat.

"Namanya pedagang tentu akan menjual apa yg dibutuhkan pasar. Pedagang tidak mengetahui apakah pabrik yg palsukan atau tidak," ujarnya.

Seharusnya, lanjut Peris bukan pedagang yang dirazia oleh Mabes Polri akan tetapi melakukan pencegahan masuknya barang-barang tersebut.

"Apalagi di sini, di barisan pertama, impor barang instansi pemerintah, Bea Cukai. Dalam hal ini kita tidak bisa menyalahkan pedagang," keluh Peris.

Selain itu, masyarakat juga perlu transparansi apa latar belakang aparat melakukan razia. Sebab kondisi saat ini, di pasar tidak ada yg tidak palsu seperti jam, sepatu, kacamata dan lain sebagainya.

"Saya pikir Batam ini akan secara ekonomi akan hancur kalau dilakukan razia terus menerus," tegas Peris.

Untuk itu, dari kacamata seorang pengamat ekonomi, Peris berharap apabila memang hukumnya dilarang, tidak hanya tas saja yang dirazia, tapi seluruh barang yang palsu atau KW dengan cara melarang masuk ke Batam.

"Sekali membolehkan masuk jangan dirazia lagi, kalau mau tegas secara hukum," ujarnya.

Sebelumnya, pada akhir bulan April 2012 lalu Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kepulauan Riau melakukan penggerebekan terhadap penjualan berbagai merk Bonia di Batam. Satu di antara empat  pengusaha tas KW bermerk Bonia yang menjalani pemeriksaan berstatus saksi yakni berinisial Y, sebagai pemilik toko Calibre yang berada di kawasan Palm Spring menjalani pemeriksaan yang kerap didampingi mantan Ketua Kadin Batam, Nada F. Soraya.

Namun hingga saat ini kasus penjualan barang tiruan Bonia yang ditangani Ditreskrimsus Polda Kepri diduga kuat penangganan hukumnya kepada Y yang merupakan anggota  Asosiasi Pengusaha Koleksi (APK) tidak jelas. Hingga dilakukan penggerebekan langsung dari Bareskrim Mabes Polri pada Kamis (20/12/2012) di kawasan Nagoya.

Setidaknya, 12 orang pengusaha yang menjual berbagai barang tiruan dari merk terkenal digiring ke Polresta Barelang oleh Bareskrim Mabes Polri. Para pengusaha nakal terkenal di Batam ini terjerat pelanggaran UU Hak Cipta.