Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPR dan Pemerintah Sepakat Bahas RUU Redominasi Rupiah pada 2013
Oleh : si
Minggu | 16-12-2012 | 19:16 WIB

JAKARTA, batamtoday - DPR telah memasukkan RUU Redenominasi Rupiah pada Prolegnas 2013. DPR dan pemerintah juga telah sepakat untuk segera melakukan pembahasan setelah melakakukan konsultasi antara pimpinan dewan, badan legislasi dan komisi XI mewakili pemerintah dengan Menkeu Agus Martowardojo dan Bank Indonesia mewakili pemerintah.



Ketua DPR Marzuki Alie di Jakarta, Minggu (16/12/2012) mengatakan, RUU ini dimaksudkan untuk memperkuat nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing seperti dollar Amerika. 

"RUU Ini dimaksudkan untuk memperkuat kurs Rupiah terhadap mata uang asing, serta untuk menyederhanakan mata uang rupiah tetapi bukan untuk memotong nilai mata uang," kata Marzuki. 

Menurut Marzuki, dalam forum konsultasi tersebut, Pimpinan Dewan meminta pemerintah untuk mensosialisasikan rencana redenominasi kepada masyarakat luas, agar tidak ada kekeliruan penafsiran atas muatan materi RUU itu.

"Kita mengharapkan tidak ada salah persepsi bahwa dengan UU ini akan dilakukan pemotongan nilai mata uang," paparnya.

Nilai rupiah yang sangat besar mendorong pemerintah bersama Bank Indonesia membuka wacana untuk penyederhanaan nilai mata uang atau yang lebih dikenal dengan istilah redenominasi.

Langkah awal dengan melakukan konsultasi publik untuk mendapatkan pelbagai pertimbangan terkait redenominasi. Sesungguhnya, wacana redenominasi bukan hal baru karena sudah muncul pada 2010 lalu.

Dirjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan Agus Suprijanto mengatakan, bila undang-undang (UU) redonominasi selesai pada 2013, maka pemberlakuan dual price tag (pemberlakuan dua format mata uang rupiah) akan bisa segera dimulai.

"Gambarnya sama dengan rupiah yang sama, tapi ada kalimat dan kata-kata baru," kata Agus. 

Agus mengatakan, ini adalah cara untuk sosialisasikan redenominasi dengan mencantumkan dual price tag.

"Jadi pada masa penerbitannya pun kalau jadi nanti bakal ada dua harga. Bila dia membawa uang lama, lihat harga yang sama, kalau pakai uang baru akan diperbaharui," ujar Agus.

Agus mengatakan, nantinya dual price tag benar-benar akan digunakan. Agar masyarakat yang membawa uang lama maupun uang baru tidak kebingungan.

"Nanti yang bawa uang lama bisa lihat harga redenominasi lama, yang bawa uang baru bisa lihat harga redenominasi baru," ujar Agus.

Sedangkan Direktur Departemen Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Difi Ahmad Johansyah menjelaskan salah satu yang dilakukan dalam proses redenominasi adalah diberlakukannya masa transisi. Dalam masa transisi tersebut, akan ada satu pecahan mata uang dengan dua nilai yang berbeda.

Yang menarik, BI akan mencetak uang baru hasil redenominasi. Secara fisik, gambarannya tidak akan jauh berbeda dengan uang rupiah saat ini. Yang membedakan, untuk uang rupiah dengan nominal di atas Rp 1.000, akan dihilangkan tiga angka nol.

"Bedanya cuma nol nya yang dihilangkan. Mungkin desainnya sama, tapi yang jelas nol nya dihilangkan. Biar tidak bingung, nilainya sama dengan uang yang lama," kata Difi. 

Pemerintah belajar dari Turki yang sukses melakukan redenominasi dengan merubah 1.000.000 Lira menjadi 1 Lira. "Turki lira, kita model. Ada Lira baru, Lira lama. Barang-barang pun dikasih label dengan dua pecahan itu (dalam masa transisi). Masa transisi lima tahun," jelas Difi.

Sementara Ketua Persatuan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono menyatakan setuju BI untuk mencetak uang dengan gambar yang sama terkait pemberlakuan dua mata uang di masa transisi redenominasi. Dia setuju dengan pemikiran

"(Nanti) Ada dua jenis uang keluar, misal Rp 5.000 gambar Imam Bonjol, terus ntar keluar juga dalam waktu yang sama Rp 5 gambar Imam Bonjol juga. Ini bersamaan, bisa digunakan dua-duanya. Jadi supaya orang tidak bingung," jelas Sigit.

Sigit mengatakan, pemberlakuan dua kuotasi tersebut dilakukan oleh Turki yang berhasil melakukan redenominasi pada 2005 lalu dengan masa transisi selama lima tahun.

"Jadi nanti ada namanya rupiah lama sama rupiah baru. Itu juga di Turki gitu. Itu supaya gak dianggap salah sebagai Sanering," jelas Sigit.