Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Jangan Hanya Beri Disposisi Alhamdulillah

Kepala Daerah Diminta Pahami Konsep Otonomi Secara Utuh
Oleh : si
Selasa | 20-11-2012 | 19:05 WIB
gamawan_fauzi-524x4431.jpg Honda-Batam

Mendagri Gamawan Fauzi

JAKARTA, batamtoday - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) H Gamawan Fauzi meminta para kepala daerah otonom, harus memahami secara utuh konsep otonomi, filosofi dan sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).



Yang perlu dipahami adalah NKRI terbentuk terlebih dahulu, barulah negara membentuk daerah-daerah otonom.

"Jadi NKRI berdiri terlebih dahulu, barulah NKRI membentuk daerah otonom. Beda dengan negara lain yang awalnya dari negara-negara kecil, lalu bersedia bergabung menjadi satu negara besar. Filosofi ini harus dipahami," kata Gamawan saat membuka Rakornas Kediklatan Kementerian/Lembaga dan Pemda Tahun 2012, di Kemendagri  (20/11/2012).

Bila paham filosofi ini, maka tidak ada lagi berita bahwa ada Bupati atau Walikota tidak mau memenuhi undangan atau panggilan Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.

Bupati dan Walikota walaupun dia pemimpin daerah otonom, dan dipilih langsung oleh rakyat, namun bukan berarti lepas atau bukan bagian NKRI. Jadi membangun daerah adalah membangun NKRI.

"Ya harus siap bekerjasama, harus menghormati pemerintah pusat. Jangan merasa bukan bagian dari NKRI, dan mau berdiri sendiri," kata dia.

Menurut Mendagri, banyak pula kesalahpahaman bahwa otonomi berarti pengisian jabatan publik di daerah harus oleh putera daerah. Padahal disisi lain putera daerah yang dimaksud tidak berkompeten sama sekali.

"Ada daerah yang tambangnya dempet sampai ratusan bahkan ribuan. Terjadi saling klaim, jadi urusannya ribut melulu. Ternyata Kepala Dinas Pertambangannya hanya lulusan IPDN. Bahkan ada yang Sarjana Agama. Tapi dia putera daerah asli. Saya heran sekali. Ini kan malah membawa kemunduran dari cita-cita otonomi daerah," kata Mendagri.

Alhamdulillah
Pada kesempatan itu, Mendagri mengungkapkan,  masih banyak kepala daerah yang tidak bisa memberikan disposisi yang tepat, dan hanya mampu menuliskan alhamdulillah saja. Sehingga membingungkan aparat di bawahnya, yang lebih tahu secara teknis.

"Kepala Dinas bilang, Pak kita dapat bantuan dari pusat, sang bupati dalam disposisinya hanya bilang alhamdulillah. Padahal tidak sesederhana itu harus ada arahan yang jelas," katanya. 

Menurutnya, para kepala daerah perlu mengikuti diklat agar punya visi dan misi yang sesuai standar. Sayangnya ada saja komentar yang tak proporsional, yang menyebut bahwa diklat adalah upaya untuk mengembalikan kepada sentralisasi.

Terlebih lagi ada pakar di daerah yang memberikan pernyataan salah itu. "Pakar itu tidak membaca Pasal 2 ayat 2 PP No. 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan. Kepala dan Wakil Kepala juga obyek pembinaan. Jadi janganlah berpikir sempit kita ingin semuanya serba sentralisasi. Tapi apa artinya otonomi bila tidak sesuai standar," papar Gamawan.