Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Langgar Konstitusi, MK Bubarkan BP Migas
Oleh : si
Selasa | 13-11-2012 | 18:31 WIB
Mahfud_MD.jpg Honda-Batam
Ketua MK Mahfud MD

JAKARTA, batamtoday - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan terhadap permohonan uji materi UU Migas (Minyak dan Gas). Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa keberadaan Badan Penyelenggara Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) menyalahi kontitusi.


"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45,Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," ujar Ketua MK Mahfud MD, membacakan putusan di Gedung MK, Selasa (13/11/12).

Mengenai kontrak-kontrak yang sedang berlangsung dan dibuat BP Migas, berlaku sampai habis masa kontraknya. "Atau berlaku sampai diadakan perjanjian baru," kata Mahfud.

MK memutuskan pasal yang mengatur tugas dan fungsi BP Migas --dalam UU nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi-- bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat.

"Fungsi dan tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan oleh Pemerintah, c.q. Kementerian terkait, sampai diundangkannya Undang-Undang yang baru yang mengatur hal tersebut," katanya. 

MK menyatakan Frasa "dengan Badan Pelaksana" dalam Pasal 11 ayat (1), frasa "melalui Badan Pelaksana" dalam Pasal 20 ayat (3), frasa "berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 21 ayat (1), frasa "Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 49 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Seluruh hal yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," lanjut Mahfud.

Dengan putusan ini, MK juga menyatakan membubarkan BP Migas. Ini berarti, semua fungsi dan tugas BP migas yang tercantum dalam Kontrak Kerja Sama (KKS) akan dijalankan oleh pemerintah, dalam hal ini kementrian terkait, hingga ada undang-undang baru yang mengatur hal tersebut.

MK menilai, keberadaan BP Migas telah mengurangi kewenangan negara untuk mengelola sumber daya alam demi kemakmuran rakyat. “Model hubungan antara BP Migas sebagai representasi negara dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dalam pengelolaan Migas mendegradasi makna penguasaan negara atas sumber daya alam Migas,” kata Hakim Kontitusi, Hamdan Zoelva.

Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsudin, selaku pemohon menyambut gembira hasil putusan MK ini. Namun, ia menegaskan bahwa permohonan ini murni demi kesejahteraan rakyat.

“Perlu kami tegaskan bahwa permohonan ini tidak terkait dengan kepentingan ada atau tidak lembaga atau badan tertentu, tetapi lebih berhubungan dengan sebuah kenyataan bahwa UU migas ini kami rasakan merugikan rakyat, yang seharusnya Indonesia lebih sejahtera dari sekarang,” katanya usai persidangan.

Secara terpisah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan pemerintah akan mematuhi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membubarkan BP Migas.  

Namun, menurut Jero, MK juga harus memperhatikan konsekuensi terhadap iklim investasi di sektor Migas.

"Kita akan laksanakan keputusan MK kita sikapi secara negarawan. Tapi kita juga lihat seberapa konsekuensinya, kita harus pertimbangkan dengan iklim investasi di Indonesia kita harus jaga itu," kata Menteri ESDM di gedung DPR Jakarta, Selasa (13/11/2012).

Menurutnya, pihaknya akan menyiapkan antisipasi keputusan MK agar kepentingan investasi di sektor migas tetap terjaga. Namun yang terpenting adalah menjaga kepentingan negara.

Sementara terkait apakah BP Migas akan dilebur ke badan usaha yakni Pertamina, dirinya menyatakan keputusan tersebut tidak dapat diambil terburu-buru, perlu kajian yang mendalam.

"Karena saya sendiri belum membaca keputusan tersebut berlaku kapan kemudian tentu ada persiapan masa transisi kita tidak boleh terburu-buru tentu ini urusan negara," tutup dia.

Sebelumnya diberitakan, sejumlah kalangan yang terdiri dari tokoh politik, ulama, serta mahasiswa mengajukan judicial review atas UU migas. Para pemohon menilai, sejumlah pasal dalam UU Migas telah melanggar hak konstitusional mereka sebagai warga negara untuk menikmati sumber daya alam.

Badan baru
Sementara itu Kepala BP Migas R Priyono menyatakan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebutkan keberadan BP Migas bertentangan dengan konstitusi tidak akan menyelesaikan persoalan mengenai siapa yang berhak melakukan pengawasan terhadap industri migas.

"Sekarang masalahnya apakah kesalahan itu bisa diperbaiki dengan mengubah institusi?" kata Kepala BP Migas usai RDP di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (13/11/2012).

Pada kesempatan yang sama, Direktur Pengendalian dan Operasi BP Migas Gde Pradnyana, meminta pemerintah segera membentuk badan baru guna menjalankan tugas dan fungsi BP Migas yang telah dinyatakan inkonstitusional.  

"Apapun bentuknya lembaga ataupun yang lainnya tetap harus ada yang mengawasi. Sebab, kalau kami yang melakukan sesuatu itu akan menjadi ilegal bagi kami," kata Gde.

Gde menambahkan, akibat pembubabaran BP Migas ini dikuatirkan penerimaan negara dari sektor migas akan   berkurang sebesar Rp 1 triliun per hari. Jika kontrak yang sedang berjalan, kalau tidak segera diawasi akan merugikan negara. Dimana nilai kontrak hasil penjualan pengelolalan industri hulu migas menghasilkan US$ 35 miliar per tahun atau Rp 1 triliun perhari.
 
"Pemerintah harus segera memutuskan masa transisinya, karena kalau ini dibiarkan berlarut akan berdampak pada kerugian negara yang sangat besar dari penerimaan negara sebesar Rp 1 triliun perhari atau US$ 100 juta perhari," katanya.