Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Perkara Pengungkapan Sabu 35 Kg Akibatkan Effendi Divonis Seumur Hidup

Keterangan Tak Sinkron dalam Dua Perkara Berkaitan, Saksi Alex Candra Berpotensi Dijerat Kesaksian Palsu
Oleh : Paskalis Rianghepat
Kamis | 01-05-2025 | 14:05 WIB
Alex-Chandra.jpg Honda-Batam
Alex Candra, saat bersaksi dalam perkara penggelapan barang bukti sabu melibatkan 9 rekannya sesama polisi dan 2 warga sipil, Senin (28/4/2025). (Foto: Paschall RH)

BATAMTODAY.COM, Batam - Sidang lanjutan dugaan penggelapan barang bukti sabu atas terdakwa Mantan Kasat Narkoba Polresta Barelang, Kompol Satria Nanda bersama 9 anggotanya dan 2 Warga Sipil kembali digelar Pengadilan Negeri (PN) Batam, Senin (28/4/2025).

Agenda persidangan itu dipimpin ketua majelis hakim Tiwik didampingi Dauglas Napitupulu dan Andi Bayu. Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan saksi Alex Candra.

Alex Candra akan memberikan keterangan terkait kasus dugaan Penggelapan Barang bukti sabu atas terdakwa Satria Nanda, Wan Rahmat Kurniawan, Sigit Sarwo Edhi, Fadillah, Rahmadi, Aryanto, Jaka Surya, Junaidi Gunawan, Ma'ruf Rambe dan Zulkifli Simanjuntak dan Azis Martua Siregar.

Dalam Persidangan itu, Saksi Alex Candra yang juga merupakan eks anggota Satreskoba dicecar berbagai pertanyaan terkait awal mula pengungkapan kasus 35 kg sabu atas terpidana Efendi, Ade Sahroni dan Neli Agustin.

Alex Chandra, yang sebelumnya juga bersaksi dalam perkara terdakwa Effendi yang telah berkekuatan hukum tetap. Alex memberikan kronologi penangkapan Effendi di area Jembatan Nongsa Pura.

"Saya berangkat ke lokasi penangkapan bersama tujuh orang personel. Kami bergerak dari Polresta Barelang sekitar pukul 20.00 WIB dan diperintahkan oleh Kanit untuk standby di bawah jembatan di area semak-semak hingga mendapat aba-aba penangkapan," kata Alex dalam persidangan.

Ia menjelaskan bahwa titik transaksi narkoba berjarak sekitar 10 meter dari posisinya berjaga, mengikuti arahan Kanit Sigit. Saat itu, petugas langsung meneriakkan peringatan, "Kami dari kepolisian, jangan bergerak," sebelum melakukan penangkapan.

Namun, dalam pemeriksaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), ditemukan perbedaan signifikan dalam keterangan Alex. Dalam persidangan Effendi sebelumnya, Alex menyebutkan penangkapan terjadi pukul 23.45 WIB. Sedangkan pada sidang hari ini, ia mengaku kejadian terjadi pukul 00.10 WIB.

JPU juga menyoroti ketidakselarasan lain terkait asal informasi penangkapan. Sebelumnya disebutkan bahwa informasi diperoleh dari masyarakat, sementara hari ini Alex menyatakan sudah mendapat perintah Kanit sejak pukul 04.00 WIB pada 16 Juni 2024.

Dalam keterangannya, saksi menyebutkan bahwa di Perkara Atas Terdakwa Efendi, Ade Sahroni dan Neli Agustin (Telah Inkrah) dirinya bersama 7 orang anggota Subnit 1 Satresnarkoba Polresta Barelang dibackup oleh 4 orang anggota Subnit 2 yang melakukan penangkapan terhadap ketiga terdakwa.

"Dalam kasus 35 kg sabu yang menjerat terpidana Efendi, Ade Sharoni dan Neli Agustin, Kami 11 orang yang melakukan penangkapan," kata Alex Candra.

Atas keterangan itu, JPU Abdullah kemudian melakukan perbandingan isi BAP saksi Alex Candra dalam perkara terdakwa Efendi Cs dan keterangannya dalam perkara atas 11 terdakwa dalam kasus dugaan penggelapan barang bukti sabu.

"Saksi, menurut keteranganmu di perkara Efendi, hanya kamu dan Wan Rahmat Kurniawan serta Haryanto yang melakukan penangkapan. Namun barusan kamu mengatakan ada 11 anggota Satresnarkoba Polresta Barelang yang melakukan penangkapan terhadap ketiga terdakwa dengan barang bukti 35 kilogram sabu. Mana yang benar ini?" Tanya JPU Abdullah.

"Saudara saksi, di perkara Efendi Cs, saya adalah jaksanya.  Dan menurut keterangan kamu, hanya kalian bertiga yang melakukan penangkapan. Jadi yang mana yang benar?" tanya JPU lagi.

Dari sana, Hakim Dauglas Napitupulu merasakan banyak kejanggalan dari keterangan saksi tersebut. Dimana, di perkara Efendi Cs, Hakim Dauglas Napitupulu yang menjadi ketua majelis hakim yang menjatuhkan Vonis Penjara Seumur Hidup terhadap terdakwa Efendi dan Ade Sharoni serta 5 Bulan Penjara terhadap terdakwa Neli Agustin.

"Saudara saksi, jadi mana yang benar ini. Apakah keteranganmu di perkara ini yang benar atau gimana? Karena di persidangan lalu kamu menyatakan bahwa penangkapan terhadap Efendi dan Neli Agustin di jembatan Nongsa hanya kalian bertiga. Sementara saat ini, kamu bilang ada 11 anggota yang melakukan penangkapan?" tegas hakim Dauglas.

Menanggapi hal itu, saksi Alex Candra mengatakan bahwa keterangan saat ini yang benar. "Keterangan saya ini yang benar yang mulia," kata Alex Candra.

Kasus ini melibatkan mantan Kepala Satuan (Kasat) Narkoba Polresta Barelang, Kompol Satria Nanda, bersama sembilan anggota polisi dan dua warga sipil. Mereka diduga menggelapkan barang bukti sabu dalam proses penangkapan terhadap Efendi, Ade Sahroni, dan Neli Agustin pada 16 Juni 2024.

Dalam keterangannya, Alex menyatakan penangkapan dilakukan sekitar pukul 00.10 WIB. Namun, jaksa penuntut umum (JPU) Abdullah mengonfrontasi pernyataan itu karena dalam sidang terdahulu, Alex menyebutkan bahwa penangkapan terjadi pada pukul 23.45 WIB.

Selain waktu penangkapan, jumlah personel yang terlibat juga menjadi sorotan. Sebelumnya, Alex mengatakan bahwa hanya dirinya, Wan Rahmat Kurniawan, dan Haryanto yang melakukan penangkapan. Namun, dalam sidang kali ini ia menyebutkan ada 11 personel yang terlibat dalam operasi tersebut.

"Keterangan saudara berubah. Mana yang benar?" tanya JPU.

Hakim anggota Dauglas Napitupulu juga menyampaikan pertanyaan serupa terkait ketidaksesuaian pernyataan tersebut. "Mana yang benar, keterangan Anda di sidang Efendi atau keterangan sekarang?" tukas Hakim Douglas.

Sebab, bukan hanya waktu yang berubah. Jumlah personel yang disebut ikut dalam penangkapan juga ikut bergeser. Di sidang Efendi, Alex bersaksi hanya dirinya, Wan Rahmat Kurniawan, dan Haryanto yang terlibat. Kini, ia menyebut ada sebelas orang.

Hakim Dauglas Napitupulu angkat suara. “Bagaimana bisa jumlah petugas berbeda dalam dua sidang?” katanya tajam.

Jaksa kemudian membeberkan hal yang lebih ganjil, yakni perbedaan kronologi informasi awal penangkapan. Ia mengatakan bahwa sekitar pukul 16.00 WIB, dirinya bersama tim dikumpulkan oleh Kanit Sigit dan mendapat arahan terkait penangkapan. Tim disebut telah berada di lokasi sekitar pukul 20.00 WIB untuk menyusun strategi penangkapan.

"Dalam BAP Anda di perkara Efendi, Anda mengatakan mendapat laporan dari masyarakat sekitar pukul 11 malam, lalu bergerak ke Jembatan Nongsa. Tapi sekarang Anda bilang sudah standby di lokasi sejak pukul 8 malam, sudah ada briefing, dan sudah siapkan strategi," ucap jaksa, tangannya menunjuk ke berkas.

Dalam versi baru itu, Alex mengklaim bahwa sejak sore mereka telah mengetahui bakal ada transaksi narkoba. Tim, kata dia, bahkan sudah menyusun taktik penangkapan. Namun anehnya, dalam BAP Efendi, ia menggambarkan penangkapan berlangsung spontan, tanpa persiapan, setelah menerima laporan mendadak.

"Kalau dari jam 8 malam kalian sudah di lokasi, dan kalian tahu akan ada penyerahan sabu ke Efendi, kenapa kalian tidak tahu siapa yang menyerahkan barang itu?" tanya jaksa.

Rekonstruksi yang dipaparkan jaksa mengungkap kejanggalan lain. Jika benar personel Satresnarkoba sudah berada di sekitar Jembatan Nongsa sejak pukul 20.00 WIB, maka mestinya ada pengetahuan utuh mengenai pelaku dan alur penyerahan barang.

"Ini mustahil. Empat jam menunggu di lapangan, kalian tidak bisa tangkap pengantar sabu? Lalu dalam BAP Efendi, kalian justru bilang seperti orang baru tahu dan langsung bergerak. Mana yang benar?" tegas jaksa.

Faktanya, dalam perkara Efendi, para penyidik menyatakan tidak tahu siapa yang menyerahkan sabu itu. Pernyataan ini kini menjadi titik rawan.

"Seharusnya mereka bisa menangkap si pengantar barang, atau setidaknya tahu identitasnya," ujar jaksa.

Dalam sidang itu pula, JPU menyebut bahwa kesaksian Alex dalam perkara Efendi yang dituangkan dalam BAP terdapat banyak sekali kejanggalan dengan fakta yang terungkap sekarang.  "Dalam perkara Efendi, dirinya bersama Wan Rahmat Kurniawan dan Haryanto menjadi saksi penangkap. Dalam persidangan online itu, yang paling senior yang ditanya dan diambil keterangannya karena keterangan mereka pasti sama," ucap jaksa.

"Poinnya jelas: saksi berbohong," kata JPU menutup pemeriksaan.

Alex menegaskan bahwa keterangan yang ia berikan dalam sidang hari itu adalah yang sebenarnya. Namun, pernyataan itu kembali dipertanyakan oleh jaksa. Ia menyoroti bahwa dalam kesaksian sebelumnya saat menjadi saksi dalam perkara Efendi, Alex menyebutkan bahwa tim baru mendapat informasi dari masyarakat sekitar pukul 23.00 WIB, lalu bergerak ke lokasi dan melakukan penangkapan pukul 00.10 WIB.

"Kalau sudah berada di lokasi sejak pukul 20.00 WIB, bagaimana mungkin tidak mengetahui siapa yang menyerahkan sabu kepada Efendi?" kata jaksa.

Jaksa menilai ketidaksesuaian keterangan tersebut sebagai masalah serius dan menegaskan bahwa saksi diduga memberikan keterangan palsu. "Ini bukan hanya persoalan waktu atau teknis penangkapan, melainkan menyangkut integritas kesaksian di bawah sumpah," ujar JPU.

Atas jawaban Saksi Alex Candra, JPU Iqram Saputra langsung meminta majelis hakim untuk memerintahkan Panitera segera mencatat bahwa keterangan saksi dalam perkara atas terpidana Efendi Cs adalah keterangan palsu. "Yang mulia, mohon dicatat bahwa keterangan yang disampaikan saksi di perkara Efendi Cs adalah keterangan palsu," kata Iqram.

Atas pernyataan JPU, saksi Alex Candra langsung membantahnya. Ia mengatakan bahwa dalam perkara Efendi Cs, dirinya tidak pernah diperiksa dalam persidangan. "Yang mulia, dalam perkara Efendi Cs saya tidak pernah di periksa sebagai saksi. Saya memang dihadirkan dan di sumpah dalam persidangan melalui Zoom bersama Wan Rahmat Kurniawan dan Haryanto. Tetapi saya tidak pernah memberikan keterangan," ujar Alex Candra.

Di luar persidangan, JPU Iqram Saputra yang juga Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Batam menyatakan akan mempertimbangkan fakta persidangan yang terungkap untuk menempuh langkah hukum lain terkait dugaan keterangan palsu yang di sampaikan dalam persidangan.

"Fakta persidangan tadi, akan menjadi rujukan untuk kami menempuh langkah hukum lain, yakni membuat laporan ke penyidik terkait keterangan palsu," tegas Iqram.

Iqram menegaskan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dapat melaporkan saksi yang memberikan keterangan palsu di persidangan karena tindakan tersebut dapat melanggar Pasal 242 KUHP, yang mengatur tentang keterangan palsu di bawah sumpah. "Saksi yang memberikan keterangan palsu dapat dijerat dengan ancaman pidana penjara hingga 7 tahun," pungkasnya.

Editor: Gokli