Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mantan Kapolresta Barelang Tak Tahu Kompol Satria Nanda Cs Gelapkan Barang Bukti Sabu Sebelum Pemusnahan
Oleh : Paskalis Rianghepat
Selasa | 18-03-2025 | 10:04 WIB
saksi-nugroho.jpg Honda-Batam
Mantan Kapolres Barelang, Kombes Pol Nugroho Tri Nuryanto, saat bersaksi secara virtual di Pengadilan Negeri (PN) Batam dalam perkara penggelapan barang bukti sabu yang melibatkan 10 orang Polisi, Senin (17/3/2025). (Foto: Paskalis Rianghepat)

BATAMTODAY.COM, Batam - Sidang lanjutan kasus dugaan penggelapan barang bukti narkotika yang menjerat 10 mantan anggota Satuan Reserse Narkoba (Satres Narkoba) Polresta Barelang dan dua warga sipil kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Senin (17/3/2025).

Persidangan menghadirkan tujuh saksi, salah satunya mantan Kapolres Barelang, Kombes Pol Nugroho Tri Nuryanto, yang memberikan kesaksian terkait kasus ini.

Dalam keterangannya di hadapan majelis hakim yang diketuai Tiwik, serta didampingi Douglas dan Andi Bayu, Nugroho mengungkapkan, pengungkapan kasus narkotika besar melibatkan bawahannya, Kompol Satria Nanda, yang saat itu menjabat sebagai Kasat Resnarkoba Polresta Barelang. Laporan yang diterimanya menyebutkan bahwa dua tersangka, Efendi Hidayat dan Nelli Agustin, ditangkap dengan barang bukti sabu seberat 35,7 kilogram.

"Saya melaporkan pengungkapan ini ke Kapolda dan menandatangani pengembangan perkara," ujar Nugroho, di hadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU), para terdakwa, serta tim penasihat hukum mereka.

Nugroho juga menjelaskan barang bukti narkotika tersebut dimusnahkan dalam kegiatan yang melibatkan berbagai instansi hukum, tokoh masyarakat, dan media. Namun, ia tidak dapat memastikan jumlah barang bukti dari kasus lain yang turut dimusnahkan saat itu.

Dugaan penyisihan 5 kilogram sabu muncul berdasarkan laporan dari Direktur Reserse Narkoba (Dirres Narkoba) dan Kabid Propam Polda Kepulauan Riau. "Ada pernyataan dari Dirres Narkoba dan Kabid Propam bahwa memang ada penyisihan barang bukti," kata Nugroho, yang juga menegaskan tidak menyaksikan langsung penggelapan tersebut.

Dugaan ini diperkuat dengan penangkapan seorang tersangka bernama Azis, warga Kampung Aceh, Simpang Dam, yang ditangkap di Nagoya, Batam. Dalam pemeriksaan, Azis mengungkapkan adanya praktik jual beli sabu yang melibatkan oknum polisi.

Dalam persidangan, Nugroho juga menceritakan pertemuannya dengan Kompol Satria Nanda setelah pemeriksaan pada November 2024. Menurutnya, Satria Nanda sempat menangis dan meminta maaf, meskipun tidak menjelaskan alasan pasti di balik permintaan maaf tersebut.

"Ia meminta maaf, tetapi saya tidak menanyakan lebih lanjut alasannya," tambahnya.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Naek mempertanyakan mengenai anggaran yang digunakan oleh anggota Satres Narkoba untuk membayar informan dalam pengungkapan kasus narkoba. Namun, Nugroho membantah adanya anggaran khusus untuk sumber informasi dan mengaku tidak mengetahui jika ada dana yang digunakan untuk itu.

Meski dugaan penyisihan barang bukti menguat dalam persidangan, hampir semua terdakwa yang merupakan anggota polisi membantah tuduhan tersebut. Mereka menegaskan bahwa seluruh barang bukti telah dimusnahkan sesuai prosedur.

Kasus ini bermula dari dugaan penggelapan barang bukti narkotika yang terjadi antara 15 Juni hingga 8 September 2024 di wilayah hukum Polresta Barelang. Berdasarkan dakwaan JPU, mantan Kasat Resnarkoba Polresta Barelang, Kompol Satria Nanda, diduga bersekongkol dengan sejumlah anggota kepolisian dan dua warga sipil untuk menggelapkan barang bukti sabu hasil tangkapan.

Terdakwa dalam kasus ini antara lain Wan Rahmat Kurniawan alias Ean bin Wan Amir, Shigit Sarwo Edhi, Rahmadi, Junaidi Gunawan, Fadillah, Alex Candra, Jaka Surya, Aryanti, Ibnu Ma'ruf, Azis Martua Siregar, dan Zulkifli Simanjuntak.

Jaksa menjelaskan kasus ini bermula dari informasi yang diterima terdakwa Rahmadi mengenai rencana penyelundupan 300 kg sabu dari Malaysia. Rencana ini sempat tertunda, hingga akhirnya jumlah narkotika yang akan didistribusikan dikurangi menjadi 100 kg.

Para terdakwa mengadakan pertemuan di sebuah kafe di Batam untuk menyusun strategi pembagian barang bukti, di mana 90 kg akan digunakan untuk rilis perkara dan 10 kg diduga disisihkan untuk pembayaran informan serta biaya operasional.

Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Mereka terancam hukuman mati, penjara seumur hidup, atau hukuman minimal 6 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.

Editor: Gokli