Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPR Desak Presiden Bangun Kampung Haji Di Makkah
Oleh : si
Kamis | 08-11-2012 | 21:10 WIB
eva-sundari.gif Honda-Batam

Anggota DPR Eva Kusuma Sundari

JAKARTA, batamtoday - DPR RI mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan diplomasi dengan Kerajaan Arab Saudi guna mmebangun ‘Kampung Indonesia’ di Makkah yang diperuntukkan bagi jamaah yang menunaikan ibadah haji.



Gagasan kampung Indonesia itu sesungguhnya sudah ada sejak masa Kementerian Agama Prof. Dr. KH. Quraish Shihab (1998-1999), namun sampai sekarang belum terealisir.

Padahal, keberadaan kampung Indonesia tersebut sangat penting khususnya bagi jamaah haji Indonesia di musim haji. Dengan Dana Abadi Umat (DAU) sekitar Rp 44 triliun, yang setiap harinya terus bertambah, maka tidak sulit membangun kampung Indonesia tersebut.

“Kampung Indonesia di Makkah itu meliputi ruang pemondokan (maktab), ruang masak (katering), tempat belanja atau mall, ruang kesehatan, dan transportasi yang terintegrasi ke Masjidil Haram. Kalau pemerintah serius itu bisa diwujudkan. Untuk itu, perlu diplomasi tingkat tinggi Presiden SBY, jika tak cukup Menteri Agama,” tandas Eva Kusuma Sundari dari FPDIP DPR dalam diskusi ‘Evaluasi penyelenggaraan ibadah haji’ bersama pengamat haji M. Subarkah dari Republika di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (8/11/2012).

Eva Kusuma mengakui ada kseulitan memiliki tanah wilayah di Saudi, karena semuanya dikuasai oleh kerajaan. Namun, mengingat jasa-jasa Indonesia besar bagi Arab Saudi selama ini, termasuk tiap tahunnya dengan memberangkatkan ratusan ribu jamaah haji dengan nilai triliunan rupiah.

Pemerintah seharusnya bisa melakukan bergaining posisition seperti dilakukan oleh Bung Karno dan Gus Dur, maka kampung Indonesia di Makkah itu bisa diwujudkan. “Bisa itu. Masak kalah dengan Malaysia dan Turki, yang jamaahnya jauh lebih besar kita,” tambahnya yakin.

Pentingnya kampung Indonesia tersebut menyadari pelayanan haji selama ini sering bermasalah. Baik terkait pemondokan, katering, kesehatan dan transportasi. Hanya saja kata Eva, evaluasi yang dilakukan oleh DPR RI, pers, dan masyarakat tanpa band mark-daftar isian apa saja yang seharusnya diperbaiki. Sehingga pada penyelenggaraan haji berikutnya lebih baik.

“Evaluasi hanya menggunakan standar pendapat umum jamaah, yang tak berpikir terhadap bagaimana seharusnya penyelenggaraan haji yang baik. Apalagi jamaah haji kita ini sangat ikhlas atau nrimo,” ujarnya.

Dirjen Penyelenggaran Haji Anggito Abimanyu menurut Eva, sudah menerima usulan band mark tersebut dan sepakat untuk menindaklanjuti untuk musim haji ke depan. Juga mengenai standar rombongan haji Kemenag RI, DPR RI dan lembaga negara lainnya, yang tidak boleh menggunakan anggaran APBN kecuali petugas.

 “DPR sudah sepakat dengan Kemenag untuk mengatur standar anggaran APBN yang harus digunakan oleh rombongan lembaga negara, sebagai bagian dari band mark haji yang akan kita masukkan ke dalam revisi UU Haji di DPR RI,” tegas Eva lagi.

Selain itu, Eva dan Subarkah sepakat untuk memberikan prioritas bagi masyarakat yang belum menunaikan ibadah haji dan berusia tua. “Saya kira aturan prioritas semacam ini juga akan kita masukkan dalam revisi UU Haji, agar tidak terjadi waiting list-daftar tunggu yang panjang dan lama sampai belasan bahkan puluhan tahun.

Bayangkan ada calon jamaah yang harus menunggu sampai tahun 2019 sampai tahun 2020. Padahal, mereka ini sudah membayar lunas dari sekarang. Sementara dengan ONH Plus dan permainan oknum Kemenag RI dengan membayar Rp 20 juta – Rp 30 juta, langsung bisa berangkat, tanpa antri. Ini kan tak adil,” tutur Subarkah.

Sebelumnya, Menteri Agama Suryadharma Ali berangkat haji dengan 35 rombongan jajaran Kemenag RI dan jajaran partainya, PPP. Di mana dalam seminggu disebut-sebut menghabiskan anggaran APBN sebesar Rp 2,3 miliar. Sementara ribuan jamaah gagal berangkat bahkan tertipu oleh penyelenggaran haji swasta maupun oleh oknum pejabat kementerian agama di daerah-daerah.

“Mestinya, Kemenag memberikan sanksi tegas terhadap penyelenggara haji yang terbukti menipu dan membohongi ummat,” ungkap Subarkah.

Apakah lalu penyelenggaraan haji diserahkan ke swasta? Subarkah dan Eva juga sepakat agar tetap ditangani oleh Kemenag RI, mengingat dulu pernah diselenggarakan oleh swasta, tapi terbukti juga semrawut. Yang penting kata Subarkah, sistem penyelenggaran haji oleh Kemenag dan pengawasan oleh DPR RI dan pers harus benar dan terus ditingkatkan.

“DPR dan pers yang bertugas sebagai pengawas jangan hanya menerima laporan dan rilis dari kementerian, melainkan harus benar-benar memantau di lapangan, karena pertanggungjawabannya dunia akhirat. Terlebih menyangkut ribuan umat Islam, yang selama ini tak terlayani dengan baik,” pungkasnya.