Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPD Pelra Kepri-Riau Kritik Pelindo Terkait Isu Kenaikan Pas Pelabuhan Tanjungpinang
Oleh : Devi Handiani
Selasa | 28-01-2025 | 16:44 WIB
Andi-Ketua-Pelra1.jpg Honda-Batam
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Pelayaran Rakyat (Pelra) Kepri dan Riau, Andi Mashadiyat. (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Isu terkait rencana kenaikan tarif pas pelabuhan di Tanjungpinang kembali mencuat. Sorotan juga tertuju pada penyesuaian tarif tiket kapal MV Oceana yang sebelumnya sempat naik dengan dasar kenaikan harga BBM saat pandemi COVID-19.

Namun, hingga kini, wacana tersebut belum mendapatkan persetujuan resmi, terutama menyangkut dasar hukum dan operasional yang menjadi perdebatan.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Pelayaran Rakyat (Pelra) Kepri dan Riau, Andi Mashadiyat, mengkritik keras langkah Pelindo yang dinilainya kurang transparan, terutama dalam hal penentuan tarif tiket pas pelabuhan. Ia menegaskan, kenaikan tarif semestinya harus melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

"Kalau mau menaikkan tiket pelabuhan saja, harus ada dasar hukum yang jelas, yaitu melalui persetujuan gubernur. Tidak bisa Pelindo menaikkan secara sepihak. Dasarnya apa," tegas Andi Mashadiyat, Selasa (28/1/2025).

Menurutnya, PT Baruna Jaya bahkan memiliki opsi untuk membangun pelabuhan baru atau mengusulkan pemindahan pelabuhan ke lokasi baru seperti di Kuala Riau, Pelantar 1 dan 2, yang direncanakan siap beroperasi pada akhir 2026. Hal ini mengingat selama ini Pelindo bergantung pada penumpang MV Oceana dan speed boat dengan rata-rata 2.500 penumpang per hari.

Andi memaparkan, berdasarkan perhitungan sederhana, pendapatan Pelindo dari pas pelabuhan sebesar Rp 10.000 per penumpang bisa mencapai Rp9 miliar per tahun atau Rp 90 miliar dalam 10 tahun. Namun, ia menyebut bahwa investasi Pelindo selama satu dekade terakhir hanya berkisar Rp 60-100 miliar.

"Angka ini menunjukkan bahwa Pelindo tetap mendapat keuntungan dari pengelolaan pelabuhan. Namun, keputusan strategis seperti menaikkan tarif atau memindahkan operasional pelabuhan harus mengikuti aturan yang berlaku," imbuhnya.

Ia juga mengingatkan bahwa rencana pemindahan atau pengelolaan Pelabuhan Oceana oleh Pelindo harus melibatkan diskusi dengan pihak-pihak terkait, termasuk warga dan pelaku usaha pelayaran rakyat. Keputusan sepihak dikhawatirkan akan menimbulkan keresahan publik, terutama bagi pengguna jasa pelabuhan yang bergantung pada tarif terjangkau.

"Prinsipnya, segala kebijakan yang menyangkut pelabuhan harus dilakukan dengan pedoman yang jelas, adil, dan tidak membebani masyarakat pengguna jasa pelabuhan," pungkasnya.

Kritik ini menambah tekanan bagi Pelindo untuk lebih transparan dalam pengelolaan pelabuhan, termasuk memastikan bahwa setiap keputusan strategis mendapat persetujuan dari pemangku kepentingan terkait dan tidak merugikan masyarakat luas.

Editor: Yudha