Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemerintah Luncurkan Sistem SAMAN Februari Mendatang, Fokus Lindungi Anak dari Ancaman Online
Oleh : Redaksi
Jumat | 24-01-2025 | 13:04 WIB
RPTRA.jpg Honda-Batam
Menkomdigi Meutya Hafid, saat mengunjungi Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Intiland Teduh di Semper Barat, Jakarta Utara, Selasa (12/11/2024). (Komdigi)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) akan meluncurkan Sistem Kepatuhan Moderasi Konten (SAMAN) pada Februari mendatang.

Sistem ini dirancang untuk memperketat pengawasan konten digital dan memastikan kepatuhan Penyelenggara Sistem Elektronik lingkup privat atau User Generated Content (PSE UGC), demi menciptakan ruang digital yang aman, khususnya bagi anak-anak.

Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menegaskan SAMAN bertujuan menekan peredaran konten ilegal seperti pornografi, perjudian online, pinjaman online ilegal, hingga konten terorisme.

"Perlindungan terhadap masyarakat, terutama anak-anak, menjadi prioritas utama kami dalam mewujudkan ruang digital yang sehat," ujar Meutya dalam kunjungan kerjanya bersama Presiden RI di India, Jumat (24/1/2025), demikian dikutip laman Komdigi.

Mekanisme SAMAN: Tegas dan Terstruktur

Sistem SAMAN mengatur mekanisme moderasi dalam empat tahap yang tegas:

  1. Surat Perintah Takedown - PSE UGC diwajibkan menurunkan konten yang dilaporkan.
  2. Surat Teguran 1 (ST1) - Jika tidak dipatuhi, PSE diberikan teguran pertama.
  3. Surat Teguran 2 (ST2) - Di tahap ini, pelaku diwajibkan membayar denda administratif.
  4. Surat Teguran 3 (ST3) - Jika masih diabaikan, pemerintah dapat memutus akses atau memblokir platform.

Pelanggaran yang diawasi mencakup pornografi anak, pornografi umum, terorisme, aktivitas keuangan ilegal seperti pinjaman online, serta produk makanan, obat, dan kosmetik ilegal. Berdasarkan Kepmen Kominfo Nomor 522 Tahun 2024, denda administratif akan dikenakan bagi PSE yang tidak mematuhi perintah takedown, dengan batas waktu respon 1x24 jam untuk kasus biasa dan 1x4 jam untuk kasus mendesak.

"Kami sudah mempelajari regulasi serupa dari negara lain, seperti Jerman, Malaysia, dan Prancis, yang berhasil menerapkan kebijakan moderasi konten digital," tambah Meutya.

Melindungi Anak-Anak Sebagai Kelompok Paling Rentan

Kemkomdigi mencatat bahwa anak-anak menjadi kelompok paling rentan terhadap kejahatan digital, seperti eksploitasi seksual online, perdagangan manusia, dan penyebaran konten berbahaya. Data menunjukkan bahwa antara 2021 hingga 2023, 481 kasus pengaduan pornografi dan kejahatan siber terhadap anak dilaporkan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sementara 431 kasus eksploitasi dan perdagangan anak juga terjadi.

Laporan UNICEF bahkan mengungkap bahwa 1 dari 3 anak di dunia terpapar konten tidak pantas di internet. Hal ini, menurut Meutya, menjadi alasan mendesak untuk mempercepat implementasi SAMAN. "SAMAN adalah langkah konkret untuk memastikan ruang digital lebih aman, khususnya bagi kelompok rentan seperti anak-anak," katanya.

Langkah Indonesia ini mencerminkan tren global dalam moderasi konten. Di Jerman, Network Enforcement Act (NetzDG) mengharuskan platform sosial media menghapus konten ilegal dalam 24 jam. Sementara itu, Malaysia memiliki Anti-Fake News Act untuk menangani berita bohong, dan Prancis melindungi ruang digital dengan regulasi terhadap manipulasi informasi menjelang Pemilu.

Kemkomdigi optimistis penerapan SAMAN akan membantu menciptakan ekosistem digital yang lebih sehat, sekaligus memberi efek jera kepada para pelanggar regulasi. Penerapan SAMAN tidak hanya menjadi upaya memperkuat moderasi konten digital, tetapi juga mendukung transformasi digital yang beretika.

"Kami ingin memastikan ruang digital tidak menjadi ancaman, tetapi justru memberi manfaat maksimal bagi masyarakat Indonesia," tutup Meutya.

Dengan sistem ini, Indonesia semakin mempertegas posisinya dalam upaya global melindungi masyarakat dari ancaman dunia digital.

Editor: Gokli