Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Indeks Kepercayaan Industri Desember 2024 Tetap Ekspansi, Tantangan Impor dan Kenaikan PPN Jadi Fokus
Oleh : Redaksi
Rabu | 01-01-2025 | 13:04 WIB
Jubir-Menperin.jpg Honda-Batam
Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif. (Kemenperin)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Desember 2024 masih menunjukkan ekspansi meski sedikit melemah. IKI tercatat di angka 52,93, turun 0,02 poin dibandingkan November 2024, namun naik signifikan sebesar 1,61 poin dibandingkan Desember 2023.

"Posisi IKI bulan ini didukung oleh ekspansi di 19 subsektor yang menyumbang 90,5% dari PDB Industri Manufaktur Nonmigas Triwulan II 2024," ungkap Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif, dalam rilis resmi di Jakarta, Senin (30/12/2024).

Ekspansi IKI Desember ditopang oleh tiga indeks utama: pesanan baru, produksi, dan persediaan. Indeks produksi mengalami peningkatan signifikan, berubah dari kontraksi menjadi ekspansi di angka 55,53, naik 5,81 poin. Sebaliknya, indeks pesanan baru dan persediaan masing-masing turun 3,49 poin menjadi 50,71 dan 0,1 poin menjadi 54,58.

Peningkatan produksi didorong oleh persiapan perayaan Natal dan Tahun Baru, meski konsumen cenderung bersikap 'wait and see' dalam memesan atau membeli produk.

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% diperkirakan menurunkan utilisasi industri manufaktur sebesar 2-3%. Namun, pemerintah telah menyiapkan sejumlah insentif untuk menjaga produktivitas industri dan daya beli masyarakat, termasuk:

  • PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk kendaraan listrik berbasis baterai.
  • Pembebasan Bea Masuk 0% dan PPnBM Ditanggung Pemerintah untuk impor kendaraan listrik tertentu.
  • Insentif PPnBM 3% untuk kendaraan hybrid dalam program Low Carbon Emission Vehicle (LCEV).
  • Insentif Pembiayaan Industri Padat Karya 3% untuk revitalisasi mesin.

Menurut Febri, banjir produk impor murah memberikan dampak yang lebih signifikan daripada kenaikan PPN, menurunkan utilisasi hingga 10%. Hal ini menyebabkan tekanan serius bagi industri lokal untuk bersaing, berpotensi memicu kolapsnya industri dan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Kemenperin mendorong kebijakan pro-industri, terutama pembatasan impor produk jadi untuk melindungi pelaku usaha dalam negeri," tegasnya.

Subsektor dengan nilai IKI tertinggi meliputi Industri Alat Angkutan Lainnya, Industri Peralatan Listrik, dan Industri Kertas dan Barang dari Kertas. Namun, empat subsektor utama mengalami kontraksi, yakni Industri Minuman, Industri Tekstil, Industri Komputer, Barang Elektronik dan Optik, serta Industri Pengolahan Tembakau.

Kontraksi ini dipengaruhi oleh penurunan pesanan baru akibat kondisi global yang tidak stabil, kenaikan harga jual eceran, serta isu seperti wacana cukai minuman berpemanis dan pencantuman label nutri-level.

Pelemahan rupiah terhadap dolar AS, konflik geopolitik, dan pemilu di berbagai negara memberikan tekanan tambahan. Di dalam negeri, kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) turut meningkatkan biaya operasional industri.

Febri menekankan perlunya strategi mitigasi, seperti penggunaan hedging valuta asing, pengurangan ketergantungan pada bahan baku impor, diversifikasi produk, dan efisiensi operasional.

Optimisme pelaku usaha terhadap kondisi usaha enam bulan ke depan mencapai 73,3%, turun 0,1% dari bulan sebelumnya. Sebanyak 21,2% pelaku usaha menyatakan kondisi stabil, menurun 0,5%, sementara pesimisme meningkat menjadi 5,5%, naik 0,6%.

Meski demikian, Kementerian Perindustrian optimis bahwa kebijakan strategis dan dukungan insentif dapat mendorong pemulihan industri manufaktur serta menjaga daya saingnya di tengah tantangan domestik dan global.

Editor: Gokli