Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

20 Kyai Muda Indonesia Rampungkan Pelatihan Makhtutath di Mesir, Bertekad Lestarikan Warisan Islam
Oleh : Redaksi
Senin | 02-12-2024 | 11:04 WIB
Kyai-Muda.jpg Honda-Batam
Sebanyak 20 kyai muda Indonesia berhasil menuntaskan pelatihan intensif dalam ilmu Makhtutath (Kepengarangan Turats) di Mesir. (Kemenag)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Sebanyak 20 kyai muda Indonesia berhasil menuntaskan pelatihan intensif dalam ilmu Makhtutath (Kepengarangan Turats) di Mesir. Program ini, yang berlangsung dari 1 hingga 26 November 2024, diinisiasi oleh Kementerian Agama RI bekerja sama dengan Institute of Arabic Manuscripts Mesir.

Dengan total 42 jam pelatihan dalam 22 sesi, program ini dibiayai melalui Dana Abadi Pesantren Kementerian Agama berkolaborasi dengan LPDP.

Acara penutupan yang berlangsung pada Selasa (26/11/2024) dihadiri sejumlah tokoh penting, termasuk Prof Dr Abdul Sattar Al-Halluji, Dr Ahmed Abdul Basith (dewan pengajar Institute of Arabic Manuscripts), dan Dr Abdul Muta'ali (Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Kairo). Para peserta pelatihan, yang merupakan ulama muda dari Ma’had Aly di berbagai pesantren Indonesia, juga turut memberikan apresiasi.

Prof Dr Abdul Sattar Al-Halluji mengapresiasi kehadiran para ulama muda Indonesia dalam pelatihan ini. Ia menegaskan bahwa ilmu Makhtutath, atau kajian manuskrip, adalah kunci untuk memahami peradaban Islam masa lalu dan masa depan.

"Ilmu ini tidak hanya milik mereka yang berbahasa Arab, tetapi juga penting bagi siapa saja yang serius mempelajari Islam. Sejarah membuktikan bahwa tokoh-tokoh besar seperti Ibnu Sina, Imam Bukhari, hingga Al-Biruni, meskipun bukan Arab, memberikan kontribusi luar biasa bagi peradaban Islam. Saya berharap kalian mampu melanjutkan tradisi keilmuan ini demi manfaat umat," ujarnya, demikian dikutip laman Kemenag, Minggu (1/12/2024).

Senada dengan itu, Dr Abdul Muta'ali mengungkapkan bahwa ilmu Makhtutath juga menjadi landasan kemajuan Eropa di era Renaissance. Ia menggarisbawahi pentingnya kajian turats sebagai modal intelektual yang dapat membawa dampak global.

"Renaissance Eropa terinspirasi dari karya-karya besar Islam. Misalnya, Niccolo Machiavelli banyak membaca pemikiran Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah. Maka, ilmu yang kalian pelajari ini sangat strategis untuk kebangkitan peradaban Islam dan Indonesia," tuturnya.

Pelatihan ini juga diharapkan mampu mencetak generasi baru ulama yang tidak hanya memahami kajian klasik tetapi juga menguasai metode modern dalam penelitian manuskrip. Menurut Dr Ahmed Abdul Basith, proses belajar tidak berakhir di pelatihan ini, tetapi menjadi langkah awal untuk terus mendalami ilmu Makhtutath.

"Siapa yang tidak mau merendahkan dirinya untuk belajar, maka ia akan merasakan kehinaan dalam kebodohan sepanjang hidupnya. Teruslah belajar dan manfaatkan ilmu ini untuk melestarikan warisan keilmuan Islam," pesannya.

Ahmad Zuhairuz Zaman, salah satu peserta yang juga Mudir Ma'had Aly As-Sunniyah Jember, menyampaikan rasa terima kasih kepada Kementerian Agama atas kesempatan berharga ini. Ia berharap ilmu yang diperoleh bisa diaplikasikan di pesantren-pesantren Indonesia.

"Kami bersyukur kepada semua pihak yang mendukung program ini. Semoga ilmu yang kami dapatkan bermanfaat bagi santri-santri di pesantren dan menjadi amal jariyah bagi kami semua," ujarnya.

Wahyudi Rahman, peserta lain yang menjabat sebagai Naib Mudir Ma'had Aly Sumatera Thawalib Parabek, Sumatera Barat, optimis bahwa pelatihan ini akan membawa angin segar bagi pengembangan turats di Indonesia. "Seperti bulan sabit yang menjanjikan purnama, 20 ulama ini akan menjadi motor penggerak penelitian dan tahqiq karya ulama Nusantara. Ini adalah kabar baik bagi pesantren di Indonesia," katanya.

Dengan berakhirnya pelatihan ini, diharapkan semangat melestarikan turats terus membara. Para peserta siap menjadi jembatan yang menghubungkan warisan keilmuan Islam dengan tantangan modern, membawa kontribusi nyata bagi kemajuan intelektual Islam dan bangsa Indonesia.

Editor: Gokli